Indonesia Perlu Dorong Ekspor Komoditas Pertanian
Potensi ekspor komoditas pertanian amat kaya dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Namun, beragam tantangan perlu diatasi untuk mendongkrak kinerja ekspor sektor ini.
BOGOR, KOMPAS Pengembangan komoditas pertanian dengan orientasi ekspor perlu terus dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain berperan strategis dalam ketahanan pangan, sektor pertanian menjadi tumpuan penghidupan petani sekaligus menopang mata rantai perdagangan dan konsumsi.
Untuk meningkatkan kinerja ekspor sektor ini, akses permodalan, inovasi teknologi, dan pendampingan juga semestinya diberikan kepada petani.
Presiden Joko Widodo pada pelepasan komoditas pertanian melalui 17 pintu ekspor yang berlangsung secara daring, Sabtu (14/8/2021), menuturkan, peningkatan ekspor komoditas pertanian berdampak pada kesejahteraan petani.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, nilai ekspor produk pertanian Indonesia sepanjang 2020 mencapai Rp 451,8 triliun. Angka ini naik 15,79 persen dari Rp 390,16 triliun pada tahun sebelumnya.
Pada semester pertama 2021, ekspor pertanian mencapai Rp 282,86 triliun, naik 14,05 persen dari nilai ekspor pertanian pada periode sama tahun 2020 yang tercatat sebesar Rp 202,05 triliun. Dampaknya terhadap kesejahteraan petani diyakini terlihat pada peningkatan nilai tukar petani (NTP). Pada Juni 2020 NTP berada di angka 99,6. Angka ini naik menjadi 103,25 pada Desember 2020, dan 103,59 pada Juni 2021.
Ekspor komoditas pertanian, lanjut Presiden, bisa dilakukan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi. ”Dikalkulasi dengan benar, (bila) stok yang ada cukup, kebutuhan dalam negeri didahulukan. Kalau sisa, silakan diekspor,” kata Presiden Joko Widodo dari Istana Kepresidenan Bogor.
Untuk mendorong ekspor komoditas pertanian, Presiden juga meminta semua gubernur, bupati, dan wali kota menggali potensi wilayah masing-masing. ”Segera garap komoditas pertanian yang berpotensi dikembangkan,” ujar Presiden.
Hal ini memerlukan penguatan akses permodalan untuk petani. Selain itu, diperlukan inovasi teknologi dan pendampingan. Di sisi lain, hilirisasi hasil pertanian perlu diperhatikan.
Ekspor sebaiknya tidak dilakukan dalam bentuk mentah. Porang, misalnya, diharapkan tidak diekspor dalam bentuk umbi mentah, tetapi setidaknya sudah dicacah. Lebih baik lagi dalam bentuk produk jadi, seperti tepung atau beras porang.
Pengembangan komoditas pertanian juga perlu dihubungkan dengan rantai pasok nasional dan global. Dengan demikian, kinerja ekspor lebih mudah didongkrak. Sentra-sentra pertanian berorientasi ekspor dapat terus berkembang.
Dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, baru 293 kabupaten/kota yang memiliki sentra komoditas unggulan ekspor, baik sawit, karet, maupun kopi. Masih ada beberapa komoditas lain yang diminati di pasar global, seperti sarang burung walet, porang, dan minyak atsiri.
Pengembangan komoditas pertanian juga perlu dihubungkan dengan rantai pasok nasional dan global. Dengan demikian, kinerja ekspor lebih mudah didongkrak
Selain pasar global, promosi di dalam negeri juga harus terus diperkuat. Dengan demikian, masyarakat mencintai produk pangan Indonesia dan sehat.
Dalam pelepasan ekspor komoditas pertanian sebanyak 627,4 juta ton secara serentak di 17 pelabuhan dan bandara Sabtu kemarin, nilai ekspor mencapai Rp 7,29 triliun.
Pintu-pintu ekspor ini antara lain ekspor dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya yang bernilai Rp 1,3 triliun dan Pelabuhan Pelindo I Pekanbaru senilai Rp 1 triliun. Berikutnya ekspor dari Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta senilai Rp 435,1 miliar dan dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang senilai Rp 457 miliar.
Komoditas yang diekspor melalui 17 pi ntu ekspor ini merupakan hasil perkebunan, tanaman pangan, hortikultura, ataupun peternakan. Komoditas pertanian ini dikirim ke 61 negara tujuan, antara lain China, Amerika Serikat, India, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, Inggris, Jerman, Rusia, Uni Emirat Arab, dan Pakistan.
Untuk mendorong ekspor hasil pertanian, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menargetkan ekspor produk pertanian naik tiga kali lipat pada 2024. Strateginya antara lain menggerakkan kepala daerah menyelenggarakan ekspor.
Strategi lain, ujar Syahrul, adalah meningkatkan volume ekspor melalui kerja sama inovasi antara pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan. Para agripreneur diperkuat, demikian pula kerja sama dengan mitra dagang di luar negeri melalui kerja duta-duta besar Indonesia di sejumlah negara.
Baca juga : Pemerintah Upayakan Perluasan Ekspor Produk UMKM
Baca juga : Hati-Hati Kisah Klasik Ekspor
Tantangan dan peluang
Sementara itu, Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru seusai mengikuti acara pelepasan ekspor tersebut mengatakan, capaian ekspor produk pertanian di Sumsel terbilang rendah dibandingkan dengan 16 provinsi lain yang menjadi pintu ekspor Indonesia.
Tantangan utamanya, kapasitas Pelabuhan Boom Baru Palembang yang rendah dan pendangkalan Sungai Musi di area pelabuhan. Pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat yang akan dimulai November 2021 diharapkan dapat memperbaiki capaian ekspor ke depan.
”Kapasitas penyimpanan kontainer terbilang kecil karena luas lahan yang memang terbatas lantaran berlokasi di dalam kota Palembang,” ujar Herman. Padahal, lanjutnya, Sumsel memiliki potensi produk pertanian yang besar dan beragam, mulai dari karet, kelapa sawit, kelapa, hingga beras.
Di Bitung, Sulawesi Utara, pelepasan ekspor digelar secara seremonial di Terminal Peti Kemas Bitung. Gubernur Sulut Olly Dondokambey dan pejabat instansi terkait meninjau dan menyegel peti kemas berisi komoditas yang akan dikirim.
”Kita fokus mengembangkan produk turunan dari kelapa, misalnya santan, yang kita ekspor ke Vietnam hari ini. Ini komoditas baru karena biasanya, kan, cuma kopra saja. Ini nilai tambah yang besar bagi Sulut,” kata Olly.
Sulut adalah daerah dengan lahan perkebunan kelapa terluas kedua di Indonesia dengan total lahan 275.524 hektar. Menurut Olly, masih banyak produk turunan yang bisa dikembangkan dari kelapa. Ampas kelapa pun masih bisa dijadikan makanan ternak yang dapat diekspor.
Setahun terakhir, Sulut juga mengekspor beberapa komoditas turunan kelapa yang terbilang baru, seperti air kelapa. Namun, beberapa produk tetap dominan, seperti minyak kelapa mentah. Dari semua minyak kelapa mentah yang diekspor selama Januari-Juli 2020 dan 2021, 95,85 persen di antaranya menembus pasar internasional pada 2021.
Dalam rangkaian kegiatan pelepasan ekspor produk pertanian ini, dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah, dilepas ekspor senilai Rp 400,58 miliar untuk periode 9-14 Agustus 2021. Sabtu kemarin, sebanyak 20 komoditas ekspor pertanian Jateng, di antaranya sarang burung walet, porang, biji kopi, pala, kapulaga, dan okra, dilepas ke 36 negara.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menuturkan, ekspor senilai Rp 400,58 miliar dari Jateng menunjukkan potensi tinggi produk pertanian di provinsi itu.
”Daun pakis bisa ekspor. Lalu, bunga melati, pala, dan kopi. Selain itu, ada sarang burung walet yang harganya stabil lima tahun terakhir. Begitu pun porang yang saat ini jadi komoditas sangat bagus,” ujarnya.
(NIK//DIT/VIO/NSA/ITA)