Jejak Kontaminasi Covid-19 pada Ekspor Perikanan Melonjak
Isu keamanan pangan masih menjadi tantangan ekspor perikanan ke China. Peluang ekspor besar, tetapi Indonesia tersandung lonjakan kasus temuan kontaminasi virus korona tipe baru pada produk dan kemasan ikan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekspor perikanan Indonesia ke China masih terus dibayang-bayangi isu keamanan pangan dengan lonjakan kontaminasi virus korona tipe baru atau SARS-CoV-2 pada produk dan kemasan ikan. Per 9 Agustus 2021, tercatat 37 kasus temuan kontaminasi virus penyebab Covid-19 itu pada produk dan kemasan ikan asal Indonesia yang diekspor ke China.
Kasus kontaminasi virus SARS-CoV-2 itu terdeteksi oleh Otoritas Bea dan Cukai China (GACC) sejak September 2020. Temuan jejak SARS-CoV-2 pada produk dan kemasan ikan itu melonjak seiring kasus Covid-19 di Indonesia yang belum terkendali. Selama September-Desember 2020, GACC menemukan enam kasus kontaminasi virus korona tipe baru pada kemasan dan produk perikanan dari Indonesia yang dikirim oleh empat perusahaan.
Adapun, selama periode Januari hingga 9 Agustus 2021, tercatat temuan 37 kasus virus korona tipe baru pada kemasan serta produk perikanan hasil tangkap dan budidaya dari Indonesia yang dikirim 23 perusahaan. Kasus ditemukan berulang pada beberapa perusahaan eksportir dari Jakarta dan Medan serta munculnya temuan kasus pada perusahaan di Makassar dan Bali.
Dari 37 kasus itu, sebanyak temuan 34 kasus kontaminasi virus pada kemasan produk perikanan, 2 kasus pada produk perikanan, dan 1 jejak kontaminasi virus pada dinding kontainer.
”(Kasus jejak kontaminasi) terus meluas. Meledaknya kasus (temuan) seiring dengan meledaknya kasus Covid-19 nasional. Kita belum menerapkan protokol secara menyeluruh dalam rantai proses hulu-hilir,” ujar Kepala Pusat Pengendalian Mutu Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Widodo Sumiyanto, Rabu (11/8/2021).
Sejak Desember 2020, China memperketat syarat pembelian produk perikanan RI, antara lain, mencantumkan nama kapal penangkap ikan dan lokasi tangkapan, serta nama lokasi budidaya oleh unit pengolahan ikan. Anak buah kapal, pekerja budidaya, dan pekerja pabrik olahan beserta produk perikanan yang dikirim ke China wajib diuji Covid-19. Uji Covid-19 yang saat ini disyaratkan berupa PCR. Persyaratan tambahan itu tidak diterapkan oleh negara-negara tujuan ekspor lainnya.
Widodo menduga kasus temuan itu dipicu minimnya protokol kesehatan dan uji Covid pada pekerja yang terkait dengan rantai pasok hulu-hilir. Dari hasil audit, pengujian Covid-19 terhadap karyawan oleh beberapa perusahaan masih minim. Pengawasan dan penerapan protokol Covid-19 secara ketat diperlukan dari hulu hingga hilir, meliputi nelayan, pembudidaya, pengepul, pengemasan, industri pengolahan ikan, hingga logistik.
Lonjakan kasus jejak Covid-19 pada produk dan kemasan ikan asal Indonesia dikhawatirkan menghambat peluang peningkatan ekspor ke China. China sebagai negara tujuan utama ekspor perikanan merupakan peluang pasar yang besar. Ini mengingat komoditas ikan diserap oleh ”Negeri Tirai Bambu” itu hampir di seluruh segmen pasar.
Widodo menambahkan, pihaknya telah menerapkan sanksi berupa larangan ekspor terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak bisa memenuhi standar uji produk perikanan di China. Dari total 664 unit pengolahan ikan yang boleh ekspor ke China, saat ini tersisa 461 perusahaan. Pihaknya telah melakukan pelarangan ekspor sementara ke China terhadap 190 perusahaan, sedangkan 13 perusahaan juga dilarang ekspor sementara oleh otoritas China.
Dari total 664 unit pengolahan ikan yang boleh ekspor ke China, saat ini tersisa 461 perusahaan. Pihaknya telah melakukan pelarangan ekspor sementara ke China terhadap 190 perusahaan, sedangkan 13 perusahaan juga dilarang ekspor sementara oleh otoritas China.
”Kunci utama adalah pengendalian karyawan yang terkontaminasi Covid-19 pada rantai proses hulu-hilir. Pada akhirnya, unit usaha yang peduli dan berkomitmen dengan jaminan mutu yang akan maju dan menggarap peluang pasar,” kata Widodo.
Secara terpisah, Asisten Deputi (Asdep) Peningkatan Daya Saing Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Dedy Miharja mengemukakan, temuan kasus jejak kontaminasi virus SARS-CoV-2 perlu dihadapi dengan serius. China merupakan mitra strategis karena banyak komoditas perikanan Indonesia yang terserap. China menempati peringkat pertama negara tujuan ekspor perikanan dari sisi volume serta peringkat kedua dari sisi nilai ekspor perikanan.
Pihaknya telah meminta KKP memprioritaskan vaksinaksi untuk pekerja usaha budidaya perikanan, nelayan, dan pekerja unit pengolahan ikan. Adapun persyaratan wajib tes PCR dapat dilakukan pada pekerja yang terkait langsung dengan proses produksi untuk ekspor ke China, agar tidak membebani perusahaan.
”Kita tidak boleh menyerah dengan persyaratan hulu-hilir, kita berupaya memenuhi. Kita hadapi dan diskusikan. Peluang pasar harus digarap dengan dukungan insentif pemerintah,” ujar Dedy.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan per semester I-2021, negara tujuan ekspor perikanan ialah Amerika Serikat, dengan nilai ekspor 1,1 miliar dollar AS atau 44,4 persen terhadap nilai total ekspor. Selain itu, China 382,9 juta dollar AS (14,8 persen), Jepang 278,9 juta dollar AS (10,8 persen), ASEAN 270,1 juta dollar AS (10,4 persen), dan Uni Eropa 132 juta (5,1 persen).