Pasar Timur Tengah Terbuka, Indonesia Genjot Ekspor Perikanan
Pasar produk perikanan di Timur Tengah dinilai masih terbuka luas. Peluang pasar antara lain terbuka untuk produk ikan olahan. Pemerintah mendorong peningkatan ekspor perikanan ke kawasan tersebut.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasar Timur Tengah dinilai berpotensi untuk tujuan ekspor produk perikanan Indonesia. Beberapa produk yang memiliki potensi adalah ikan olahan, seperti tuna kaleng dan sarden.
Merujuk data International Trade Center (2020), permintaan rata-rata produk perikanan dari negara-negara Timur Tengah selama periode 2017-2019 tumbuh 4,3 persen per tahun. Pada 2019, nilai impor komoditas perikanan di Timur Tengah mencapai 3,32 miliar dollar AS atau 2,67 persen dari total nilai impor komoditas perikanan dunia.
Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Rina memaparkan, Indonesia mengekspor ikan tuna dalam kemasan kaleng ke sejumlah negara di Timur Tengah. Namun, ekspor itu masih kalah jauh dibandingkan dengan Thailand yang menguasai 71 persen pasar impor Timur Tengah untuk produk tuna, tongkol, cakalang (TTC).
Pemerintah siap menggenjot ekspor ke Timur Tengah sekaligus berkompetisi dengan komoditas perikanan dari negara lain. Pasar Timur Tengah perlu menjadi target pasar yang dipertimbangkan oleh para pelaku usaha perikanan Indonesia, khususnya untuk akses pasar potensial, seperti Oman, Turki, Arab Saudi, Mesir, dan Iran. ”Timur Tengah ini peluang pasar yang perlu kita optimalkan,” ujarnya.
Potensi pasar ikan Timur Tengah yang dapat digarap antara lain adalah ikan patin dan ikan tawar lain. Selain komoditas konsumsi, terbuka peluang ekspor ikan hias yang merupakan salah satu hobi paling populer di dunia. ”Indonesia memiliki keunggulan potensi produksi dan keanekaragaman jenis ikan hias tertinggi di dunia,” kata Rina dalam keterangan pers, Sabtu (31/7/2021).
Sebelumnya, Kepala Indonesian Trade Promption Centre (ITPC) Jeddah di Konsulat Jenderal RI Arab Saudi M Rivai Abbas mengemukakan, Indonesia saat ini menempati peringkat keempat di ASEAN sebagai eksportir produk ke Timur Tengah, di bawah Vietnam dengan pangsa pasar ke Timur Tengah 28 persen, Thailand 22 persen, dan Malaysia 17 persen. Meski demikian, ekspor nonmigas Indonesia selama Januari-Mei 2021 tumbuh 12,8 persen.
”Ada optimisme ekspor produk asal Indonesia ke Timur Tengah, termasuk ekspor perikanan,” kata Rivai dalam seminar daring bertajuk ”Harmonisasi Sistem Jaminan Kesehatan Ikan dalam Rangka Pemenuhan Persyaratan Ekspor Ke Timur Tengah”, Rabu (28/7).
Adapun Arab Saudi masih menempati peringkat ke-21 negara tujuan ekspor Indonesia. Dengan demikian, Arab Saudi belum menjadi pasar utama. Meski demikian, Arab Saudi menjadi pasar terbesar Indonesia untuk ekspor ke Timur Tengah.
Pangsa produk ikan olahan asal Indonesia ke Arab Saudi relatif besar, yakni 29,9 persen, dengan tuna kaleng dan sarden sebagai produk yang diminati pasar. Nilai ekspor perikanan Indonesia ke Arab Saudi pada 2020 mencapai 131,3 miliar dollar AS. Ekspor ikan terbesar berupa ikan olahan senilai 267,24 juta dollar AS atau tumbuh 6 persen pada 2016-2020.
Saat awal pandemi pada 2020, hampir seluruh produk ekspor asal Indonesia turun 20-30 persen. Namun, produk tuna meningkat cukup besar. Komoditas ikan menjadi salah satu produk andalan ekspor Indonesia ke Arab Saudi. Hal ini karena lebih dari 60 persen kebutuhan pangan Arab Saudi diimpor dari luar negeri.
Jemaah haji
Menurut Rivai, jumlah ekspatriat Indonesia di Arab Saudi pada 2021 ditaksir 850.000-1,2 juta orang. Adapun dalam kondisi sebelum pandemi, jumlah jemaah haji dan umrah asal Indonesia tergolong tertinggi, yakni 231.000 orang per tahun dan jemaah umrah 1,2 juta-1,3 juta orang per tahun.
Adapun pasar reguler meliputi penduduk Arab Saudi dengan jumlah mencapai 21 juta orang, total pasar ekspatriat 14 juta orang, sedangkan total pasar haji 2,48 juta, dan jemaah umrah 19 juta.
”Upaya memasarkan produk Indonesia dapat menggunakan pasar haji dan umrah sebagai titik masuk, (ekspor) masuk pertama kali melalui haji dan umrah karena kebutuhan makanan siap saji sangat besar. Lalu, dari situ masuk ke pasar ekspatriat dan kemudian pasar reguler,” kata Rivai.
Pelaksana Fungsi Ekonomi KBRI di Kairo (Mesir) John Admiral mengemukakan, produk Indonesia perlu kompetitif agar menjangkau pasar yang lebih luas di Mesir. Adapun pajak dan biaya administrasi lain kerap membuat produk Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan negara lain. Peluang terbuka untuk ekspor produk ikan beku dan irisan daging (fillet) ikan yang saat ini dikenai bea masuk nol persen.
Ia mengakui, selama pandemi, proses pengiriman dari Jakarta ke Mesir mengalami hambatan sehingga mencapai 21-30 hari. Meski demikian, Mesir berencana menerapkan sistem layanan 1 hari yang akan memangkas prosedur administrasi.