Meski Pandemi Covid-19, Pemodal Tetap Suntik ”Start Up”
Kesepakatan pendanaan dari perusahaan modal ventura ke perusahaan rintisan bidang teknologi tetap tercipta di tengah ketidakpastian akibat pandemi. Suntikan modal ke sejumlah ”start up” di Tanah Air tetap marak.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekosistem usaha rintisan bidang teknologi atau start up di Indonesia dinilai tetap tangguh meski ada dampak ekonomi karena pandemi Covid-19. Suntikan investasi dari perusahaan modal ventura ke sejumlah start up tetap marak.
CEO Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) Marlin R Siahaan menggambarkan, rata-rata nilai pendanaan ke usaha rintisan bidang teknologi telah naik dari ratusan ribu dollar AS hingga 1-2 juta dollar AS per perusahaan menjadi lebih dari 4 juta dollar AS per perusahaan. Perusahaan modal ventura korporat juga aktif berinvestasi.
Di tengah ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19, perusahaan rintisan bidang teknologi yang berkecimpung di bidang produk konsumen tetap diminati oleh perusahaan modal ventura. Sementara perusahaan rintisan yang bergerak di sektor pariwisata dan transportasi kurang diminati.
Dengan latar bisnis perusahaan utama yang telah bertahun-tahun, kelompok perusahaan modal ventura korporat biasanya menawarkan investasi kepada usaha rintisan incaran. Marlin mencontohkan pengalaman TMI. Selama pandemi Covid-19, sembilan perusahaan rintisan bidang teknologi portofolio TMI terkoneksi dengan ekosistem bisnis Telkomsel. Kredivo, misalnya, didukung Telkomsel dalam urusan teknologi performa pengembalian kredit nasabah.
Sembilan perusahaan rintisan bidang teknologi portofolio TMI, kata Marlin, Kamis (22/7/2021), hingga kini masih tumbuh meski terdampak pandemi Covid-19. TMI juga memiliki lima perusahaan rintisan yang belum lama ini disuntik pendanaan. Kriteria perusahaan rintisan incaran TMI adalah sudah masuk fase tumbuh kembang dan berasal dari lima bidang industri yang mendukung korporasi, seperti media dan hiburan, perdagangan dan periklanan, serta analisis data.
Tren yang terjadi selama pandemi Covid-19 menyerupai krisis ekonomi global tahun 2008.
Head of Investments TMI Nazier Ariffin menambahkan, tren yang terjadi selama pandemi Covid-19 menyerupai krisis ekonomi global tahun 2008. Pada saat itu, perusahaan rintisan bidang teknologi yang berhubungan langsung dengan produk konsumen bermunculan. Tren yang sama terjadi sekarang.
Sementara itu, Vertex Ventures SEA beserta Kinesys Grup menyuntikkan investasi seri A kepada Dailybox, perusahaan rintisan yang bergerak di makanan dan minuman, baik luring maupun daring, Kamis (22/7/2021). Selama pandemi Covid-19, sebanyak 80 persen omzet penjualan Dailybox berasal dari layanan pesan antar makanan secara daring.
Senior Executive Director Vertex Ventures SEA Gary Khoeng, dalam pernyataan pers, menilai, Dailybox secara konsisten menunjukkan performa baik. Pihaknya menganggap Dailybox tetap mengedepankan keunggulan layanan operasional dan mutu produk di tengah ketidakpastian ekonomi karena pandemi Covid-19.
Jumlah naik
Berdasarkan laporan Golden Gate Ventures, Southeast Asia Startup Ecosystem 2.0, yang dirilis baru-baru ini, investasi modal ventura secara global menurun karena pandemi Covid-19. Ekosistem usaha rintisan bidang teknologi Asia Tenggara tidak kebal terhadap dampak pandemi, tetapi situasinya relatif baik.
Sepanjang tahun 2020, perusahaan modal ventura masih menyuntikkan investasi ke Asia Tenggara sekitar 8,2 miliar dollar AS, relatif sama dengan tahun sebelumnya. Lebih dari setengah dari total pendanaan itu diterima oleh perusahaan rintisan bidang teknologi bervaluasi satu miliar dollar AS (unicorn) dan bervaluasi sepuluh miliar dollar AS (decacorn), seperti Traveloka, Grab, dan Gojek.
Sekitar 70 persen suntikan investasi mengalir ke perusahaan rintisan bidang teknologi di Indonesia. Jika digabung dengan suntikan investasi ke usaha rintisan dari Singapura, kedua negara ini menyumbang 64 persen dari total transaksi sepanjang tahun 2020.
Pada 2010 hanya ada 10 instansi. Pada 2020, jumlah perusahaan modal ventura korporat naik menjadi 58 instansi.
Terkait perusahaan modal ventura korporat, laporan Southeast Asia Startup Ecosystem 2.0, menyebutkan, pada 2010 hanya ada 10 instansi. Pada 2020, jumlah perusahaan modal ventura korporat naik menjadi 58 instansi. Mereka berlatar belakang, antara lain, korporasi telekomunikasi dan perusahaan keluarga. Sepanjang 2020 mereka berkontribusi sekitar 8,7 persen dari semua transaksi perusahaan modal ventura di Asia Tenggara.
CEO BRI Ventures Nicko Widjaja menjelaskan, sekitar satu dekade lalu, perusahaan modal ventura yang pertama kali berinvestasi di usaha rintisan bidang teknologi Indonesia berasal dari Jepang. Pada saat itu, suku bunga yang mereka tawarkan hampir nol persen. Pada tahun yang sama, perusahaan modal ventura dari Indonesia hanya empat instansi.
Akan tetapi, 2-3 tahun terakhir, perusahaan modal ventura marak berdiri di Indonesia. Bekerja di sana menjadi bagian pekerjaan yang diidamkan pencari kerja yang sebelumnya lebih memilih bekerja di firma konsultan atau korporasi pada umumnya. Hal ini, menurut Nicko, masih terjadi sampai sekarang.
Partner Golden Gate Ventures Michael Lints, penulis utama laporan itu seperti dikutip oleh Tech Crunch (15/6/2021), mengatakan, Golden Gate Ventures memperkirakan total 468 perusahaan rintisan bidang teknologi melakukan strategi exit selama kurun 2020-2022. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan proyeksi yang ada di laporan edisi tahun 2019. Penyebabnya, jumlah investor yang berinvestasi di fase lanjut usaha rintisan bidang teknologi lebih banyak, termasuk investor publik dan perusahaan cangkang yang didirikan khusus untuk menggalang dana melalui penawaran umum saham perdana atau SPAC.
Strategi exit merupakan strategi yang dipakai oleh perusahaan rintisan bidang teknologi untuk memaksimalkan keuntungan atau meminimalkan kerugian. Wujud implementasi strategi exit bisa merger, akuisisi, dan penawahan umum saham perdana (IPO).
Meski demikian, dia mengamati, di Asia Tenggara, masih tersedia peluang lebih banyak mencari putaran pendanaan. Hal ini menandakan ekosistem usaha rintisan bidang teknologi di Asia Tenggara semakin matang.
Ketika pandemi Covid-19 berlangsung sejak 2020, jumlah kesepakatan menyuntikkan investasi ke usaha rintisan bidang teknologi yang sedang fase awal pertumbuhan (pre-seeds dan seeds) menurun. Sebaliknya, kata Lints, usaha rintisan yang telah masuk fase berkembang lebih cepat memperoleh pendanaan baru untuk membuat mereka membesar.