Minta Kelonggaran Saat PPKM, Pengusaha Diingatkan Utamakan Kesehatan
Semakin cepat penularan Covid-19 ditekan, semakin cepat pula industri kembali beroperasi dengan kapasitas dan utilisasi maksimal. Tindakan tegas diperlukan mengingat kluster Covid-19 mulai muncul di kawasan industri.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kamar Dagang dan Industri Indonesia meminta keleluasaan beroperasi selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM meski kasus Covid-19 belum melandai dan kluster penularan di pabrik bermunculan. Di masa kritis ini, para pelaku usaha diminta mengutamakan aspek kesehatan dan keselamatan di atas pertimbangan ekonomi.
”Sekarang ini aspek kesehatan dan keselamatan harus jadi nomor satu. Kami ingin industri bukan hanya bisa berjalan, tetapi bisa sustain (bertahan),” kata Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian Eko SA Cahyanto saat dihubungi, Kamis (22/7/2021).
Menurut dia, meski utilisasi industri mau tidak mau turun dari rata-rata sebelumnya akibat penerapan PPKM, dampaknya akan lebih berat bagi industri jika Covid-19 tidak terkendali. Semakin cepat laju penularan bisa ditekan, semakin cepat pula industri bisa beroperasi kembali dengan kapasitas dan utilisasi maksimal.
”Lagipula, sebelum PPKM darurat diterapkan pun, sebenarnya industri tidak beroperasi 100 persen dari kapasitas terpasangnya,” kata Eko.
Apalagi, saat ini di tengah PPKM darurat, masih ditemukan perusahaan yang melanggar protokol kesehatan. Hingga 17 Juli 2021, pemerintah mencabut 303 Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) perusahaan yang diduga melanggar protokol kesehatan atau tidak rutin melaporkan kondisi.
Eko menolak menyebut jumlah kluster pabrik yang muncul selama PPKM darurat. Menurut dia, meski ada kluster pabrik, jumlahnya tidak signifikan jika dibandingkan dengan total kasus Covid-19 di wilayah bersangkutan. ”Memang ada kluster pabrik, tetapi terkendali,” katanya.
Ia mengatakan, Kementerian Perindustrian saat ini sedang menggodok revisi Surat Edaran Menteri Perindustrian Nomor 2 Tahun 2021 tentang Partisipasi Industri dalam Upaya Percepatan Penanganan dan Pengendalian Covid-19. Aturan itu diubah agar ketika kelak PPKM mulai dilonggarkan bertahap, industri tetap memperketat protokol kesehatan.
Beberapa protokol yang akan diperketat adalah arus-keluar masuk area pabrik, waktu pergantian jadwal kerja (sif), waktu istirahat dan ibadah, waktu makan, dan aktivitas lain yang bisa menimbulkan kerumunan di lingkungan pabrik.
”Kami siapkan instrumen yang lebih ketat. Karena ketika nanti level PPKM turun, orang akan semakin banyak, protokol kesehatan bisa ikut longgar. Maka, bagaimana menjaga agar itu tetap ketat? Ini yang sedang kami siapkan,” katanya.
Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia Dian Septi Trisnanti mengatakan, pada sektor tekstil, garmen, sepatu, dan kulit (TGSL), PPKM nyaris tidak berlaku. Hasil pantauan serikat buruh, di beberapa sentra industri sektor itu, seperti Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi, dan Solo, puluhan pabrik masih beroperasi 100 persen.
Pada beberapa kasus, pekerja tetap memaksa diri untuk bekerja meski sedang mengalami gejala sakit karena takut kehilangan upah. ”Tetap harus bekerja karena kalau tidak akan kehilangan pekerjaan. Jutaan buruh bekerja penuh waktu, bahkan lembur, dalam ruang tertutup, tanpa alat pelindung diri dan fasilitas kesehatan memadai,” kata Dian.
Dian mengatakan, kluster pabrik termasuk kluster penyebaran Covid-19 yang paling agresif. Data dari serikat pekerja di sektor TGSL, dalam dua pekan terakhir ribuan anggota di wilayah Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi, dan Solo terpapar melalui tempat kerja/pabrik.
”Kluster pabrik menyebabkan kluster hunian. Ini terjadi akibat pelanggaran protokol kesehatan oleh pengusaha yang berlangsung terus tanpa sanksi,” kata Dian.
Ia pun meminta agar pemerintah lebih konsisten dan tegas dalam menjatuhkan sanksi kepada perusahaan yang melanggar PPKM darurat. Pemerintah juga diminta memastikan perlindungan hak kesehatan pekerja yang masih harus hadir di pabrik/kantor selama PPKM darurat.
Persoalan ini juga sebelumnya disoroti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Ia mengatakan, beberapa wilayah industri mengalami peningkatan intensitas cahaya pada malam hari. Itu mengindikasikan adanya peningkatan mobilitas masyarakat di wilayah tersebut.
Temuan di lapangan, terjadi pelanggaran di sektor esensial yang mengaktifkan sif (giliran) kerja malam sehingga jumlah karyawan yang masuk tetap 100 persen dalam sehari.
Luhut menegaskan perlunya pengetatan pengawasan dan penindakan terhadap dunia industri mengingat kluster Covid-19 sudah bermunculan dari kawasan industri, seperti terjadi di Karawang. ”Saya minta pengetatan dan tidak memberikan celah untuk pelanggaran yang tidak sesuai aturan yang berlaku,” kata Luhut.
Minta kelonggaran
Sebelum ini, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid berharap agar perusahaan sektor manufaktur di sektor kritikal, esensial, dan penunjangnya serta industri yang berorientasi ekspor tetap boleh beroperasi dengan kapasitas maksimal 100 persen karyawan operasional dan 25 persen karyawan penunjang.
Sementara sektor non-esensial dan industri penunjangnya dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen karyawan operasional dan 10 persen karyawan penunjang. Dengan catatan, mereka mengikuti protokol kesehatan yang ketat dan karyawan telah divaksin minimal dua kali.
Sebagai perbandingan, Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perpanjangan PPKM Berbasis Mikro, mengatur pelaksanaan kegiatan pada sektor swasta non-esensial diwajibkan memberlakukan 100 persen kerja dari rumah (work fromhome/WFH).
Sementara untuk sektor esensial, termasuk industri berorientasi ekspor, dibatasi beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen staf produksi/pabrik dan 10 persen staf penunjang/pelayanan administrasi.
Arsjad beralasan, beberapa perusahaan sudah terlanjur memiliki komitmen produksi serta pengiriman dengan negara dan perusahaan lain. Perusahaan juga harus mempertahankan karyawannya, terutama pada sektor padat karya.
”Kesehatan memang penting, tetapi kami meminta bagaimana agar industri manufaktur bisa tetap beroperasi. Ekonomi dan kesehatan adalah kombinasi yang tidak bisa dipisahkan. Ini untuk menjaga lapangan kerja tetap ada. Jangan sampai juga pasar kita untuk ekspor diambil alih (negara) lain. ” ujar Arsjad.