Perekonomian akan stabil jika pandemi Covid-19 dapat dikendalikan. Pelonggaran PPKM darurat di tengah tingginya kasus penularan justru kian membahayakan perekonomian.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lonjakan kasus Covid-19 dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat membuat utilitas dan produktivitas sejumlah sektor industri manufaktur menurun. Kendati dilematis, pembatasan tetap diperlukan untuk mengendalikan laju penularan Covid-19 serta menstabilkan pemulihan ekonomi jangka panjang.
Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI-BI) mencatat bahwa kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan III-2021 berpotensi melambat dengan perkiraan angka sebesar 49,89 persen. Kondisi tersebut lebih rendah dari capaian sebelumnya, yakni 51,45 persen pada triwulan II-2021 dan 50,01 persen pada triwulan I-2021.
BI memperkirakan volume produksi industri pada triwulan III-2021 akan terkontraksi dengan indeks sebesar 47,17 persen sebagai akibat dari PPKM darurat. Sebagai perbandingan, pada triwulan II-2021, volume produksi meningkat dan ada di level ekspansi 54,2 persen.
Perlambatan pada triwulan III-2021 juga diprediksi terjadi pada indikator volume pesanan barang input, yang diperkirakan menyentuh 53,52 persen meski masih dalam fase ekspansi. Indikator lain, seperti volume persediaan barang jadi dan jumlah tenaga kerja, juga diperkirakan menurun pada triwulan III-2021 karena dampak PPKM darurat.
Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI-BI) mencatat bahwa kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan III-2021 berpotensi melambat dengan perkiraan angka sebesar 49,89 persen.
Mengacu pada Indeks Manajer Pembelian (PMI Manufaktur) oleh IHS Markit, kinerja industri pengolahan mulai melambat pada Juni 2021 di level 53,5. Meski masih berada di zona ekspansif, posisinya menurun dibandingkan kondisi pada tiga bulan sebelumnya yang terus-menerus menyentuh rekor tertinggi di level 53,2 (Maret), 54,6 (April), dan 55,3 (Mei).
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal, Selasa (20/7/2021), mengatakan, PPKM darurat memang akan berdampak pada melambatnya performa industri pengolahan. Produksi yang tertekan dapat menjadi kendala untuk memenuhi permintaan global. Padahal, beberapa sektor bergantung pada ekspor.
”Ada sektor-sektor tertentu yang akan terkontraksi lebih dalam, seperti tekstil, alas kaki, dan elektronika. Beberapa dari mereka mengandalkan ekspor, tetapi negara pesaing juga kuat-kuat, seperti Vietnam, Bangladesh, China, yang kondisi Covid-19-nya tidak seburuk kita dan lebih siap untuk memproduksi lebih masif,” kata Faisal.
Meski berdampak pada kontraksi industri, pelonggaran aktivitas industri bukan solusi. Sebab, pemulihan ekonomi dan industri baru akan stabil jika Covid-19 dapat dikendalikan. Saat ini saja, di tengah PPKM darurat, masih banyak ditemukan kasus Covid-19 di lingkungan pabrik. Beberapa kawasan industri, seperti Karawang, tercatat menjadi kluster pabrik.
”Meski PPKM darurat juga ternyata tidak sepenuhnya efektif dalam menekan laju penularan Covid-19, kalau dilepas dan dilonggarkan kembali dampaknya justru akan lebih berbahaya bagi perekonomian,” ujar Faisal.
Saat ini saja, di tengah PPKM darurat, masih banyak ditemukan kasus Covid-19 di lingkungan pabrik. Beberapa kawasan industri, seperti Karawang, tercatat menjadi kluster pabrik.
Menurut Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Eko SA Cahyanto, meski diperkirakan menurun pada triwulan III-2021, industri manufaktur diyakini dapat bertahan mengingat performa industri yang sangat ekspansif sepanjang triwulan I dan II-2021.
Eko mengatakan, saat ini prioritas pemerintah adalah mengutamakan keselamatan dan kesehatan di lingkungan industri. ”Oleh karena itu, kami terus ingatkan industri untuk melaksanakan protokol kesehatan (prokes) dengan ketat supaya industri bisa bertahan dan berdaya saing. Selama menjalankan prokes sesuai pedoman, industri tetap boleh beroperasi,” tuturnya.
Sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2021 tentang PPKM Darurat di Jawa dan Bali, pelaksanaan kegiatan pada sektor esensial, seperti industri yang berorientasi ekspor, tetap diperbolehkan. Namun, kapasitasnya dibatasi maksimal 50 persen untuk pegawai yang bekerja di fasilitas produksi atau pabrik.
Sementara kapasitas untuk pelayanan administrasi atau operasional perkantoran dibatasi maksimal 10 persen. Perusahaan terkait harus dapat menunjukkan bukti dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB) selama 12 bulan terakhir, dokumen rencana ekspor, serta wajib memiliki izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI) dari Kemenperin.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid meminta agar penerapan PPKM darurat tetap memperbolehkan industri manufaktur beroperasi lebih leluasa dengan sejumlah syarat ketat.
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid meminta agar penerapan PPKM darurat tetap memperbolehkan industri manufaktur beroperasi lebih leluasa dengan sejumlah syarat ketat.
Kadin berharap agar perusahaan sektor manufaktur di sektor kritikal, esensial, dan penunjangnya serta industri yang berorientasi ekspor tetap boleh beroperasi dengan kapasitas maksimal 100 persen karyawan operasional dan 25 persen karyawan penunjang.
Adapun sektor non-esensial dan industri penunjangnya dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen karyawan operasional dan 10 persen karyawan penunjang. ”Dengan catatan, mereka mengikuti prokes ketat dan karyawan telah divaksin minimal dua kali,” ujarnya.
Menurut Arsjad, hal itu diperlukan karena beberapa perusahaan sudah telanjur memiliki komitmen produksi dan pengiriman dengan negara dan perusahaan lain. ”Perusahaan juga memiliki kepentingan untuk mempertahankan karyawan pada industri padat karya, seperti di sektor tekstil, garmen, dan sepatu,” katanya.