Waspadai Kluster Industri, Kegiatan di Pabrik Perlu Dibatasi
Munculnya kluster penularan Covid-19 di lingkungan industri di wilayah zona merah perlu diwaspadai dengan langkah pembatasan tegas.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Munculnya kluster penularan Covid-19 di lingkungan industri di wilayah zona merah perlu diwaspadai dengan langkah pembatasan tegas. Jika tidak diantisipasi, laju penularan yang tinggi di pabrik akan membuat lebih banyak karyawan jatuh sakit, tingkat produktivitas menurun, dan perusahaan merugi.
Saat ini, dalam skema pengetatan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat berbasis mikro (PPKM mikro) yang dibuat pemerintah, industri termasuk dalam kegiatan sektor esensial yang masih boleh beroperasi 100 persen dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan protokol kesehatan yang lebih ketat.
Pembatasan kapasitas dan kegiatan bekerja hanya berlaku bagi perkantoran/tempat kerja, yakni perusahaan di kawasan zona merah harus menerapkan bekerja dari rumah (WFH) 75 persen, sedangkan zona lainnya menerapkan WFH 50 persen.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Tauhid Ahmad, Rabu (23/6/2021), mengatakan, mengingat kluster Covid-19 yang mulai bermunculan di lingkungan industri di beberapa zona merah, pemerintah perlu mengambil langkah lebih tegas untuk mengevaluasi dan membatasi izin operasional dan kegiatan industri.
Beberapa wilayah pusat industri, seperti Bekasi, Karawang, dan Purwakarta, Jawa Barat, serta daerah-daerah zona merah di Jawa Tengah, sekitar dua pekan terakhir ini, mencatat kontribusi signifikan dari kluster industri terhadap laju penularan Covid-19 setempat.
”Ini harus cepat ditangani agar kluster pabrik tidak semakin banyak bermunculan. Di tengah kondisi begini, industri tidak bisa dipaksa full bekerja dengan kapasitas penuh, apalagi di sektor-sektor padat karya,” kata Tauhid.
Lingkungan kerja di pabrik padat karya, ujarnya, sangat rentan mendorong penyebaran Covid-19 lantaran ruang produksi yang berdesakan, tempat makan yang sama, serta protokol kesehatan yang tidak tegas.
Pemerintah diminta mengevaluasi lagi pemberian izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI) ke perusahaan. Pabrik yang terletak di wilayah zona merah harus dibatasi kegiatan produksi sehari-harinya untuk menekan laju penularan.
Mengingat industri manufaktur memegang peran penting terhadap perekonomian nasional, pengetatan cukup dilakukan di wilayah zona merah atau di pabrik tertentu yang mencatat peningkatan kasus. Bentuknya bisa pembatasan jam kerja atau kapasitas bekerja seperti yang diterapkan di perkantoran.
”Jadi, tidak usah dipukul rata, cukup di daerah zona merah dan kritis. Kalau ini dibiarkan terus, perusahaan justru rugi dua kali lipat. Karyawannya sakit, sumber penyakit tidak terkendali, dan target industri tidak tercapai karena produktivitas turun,” ujarnya.
Sejumlah sektor padat karya di zona merah mulai merasakan laju penularan yang tinggi di lingkungan kerja. Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie mengatakan, mulai ada kluster penularan yang signifikan di pabrik-pabrik alas kaki di sekitar episentrum penularan Covid-19 di Jawa Tengah.
Sebagai contoh, pabrik sepatu di Rembang, Pati, Jepara, Brebes, mulai melaporkan penurunan produktivitas sekitar dua pekan terakhir akibat banyak pekerja yang terjangkit Covid-19 dan harus melakukan isolasi mandiri.
”Di daerah Solo dan Karanganyar ada yang sudah diliburkan sekalian karena ada pekerja yang terjangkit Covid-19,” ujar Firman.
Kendati demikian, Firman berharap pemerintah tetap menerbitkan IOMKI agar industri tetap bisa beroperasi normal. Pembatasan besar-besaran kegiatan industri bukan pilihan, karena saat ini sedang banyak permintaan yang masuk, terutama dari pasar ekspor. ”Kami ekspor, kami bekerja berdasarkan kontrak, dan itu harus dipenuhi,” katanya.
Evaluasi IOMKI
Kementerian Perindustrian mencatat, sampai 21 Juni 2021 pemerintah telah memberikan 19.150 IOMKI ke perusahaan industri. Sektor yang paling banyak mendapat izin beroperasi adalah industri kimia, farmasi, dan tekstil sebanyak 7.495 IOMKI, disusul industri logam, mesin, alat transportasi dan elektronika (6.046 IOMKI), dan industri agro (6.170 IOMKI).
Dari total 19.150 IOMKI itu, sebanyak 9.759 perusahaan rutin melaporkan kondisinya setiap minggu pada periode 7-21 Juni 2021. Dari hasil pengawalan ditemukan 2.326 kasus positif Covid-19 di sektor-sektor tersebut, dengan jumlah orang dalam pemantauan (ODP) sebanyak 791 pekerja dan pasien dalam pemantauan (PDP) 191 pekerja.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pemberian IOMKI akan dievaluasi dengan melihat kepatuhan pelaku industri dalam melaporkan perkembangan situasi di perusahaannya masing-masing. ”Kami mencabut izin perusahaan yang tidak melaporkan aktivitas hingga tiga minggu berturut-turut,” katanya.
Namun, kendati kasus melonjak, pemerintah tidak akan menutup total kegiatan industri mengingat perannya yang signifikan pada perekonomian nasional. Namun, perusahaan diimbau untuk lebih memperketat protokol kesehatan. ”Ekspor manufaktur meningkat, investasi juga meningkat. Pencapaian dan keberlangsungan ini perlu kita jaga,” katanya.