Penambahan Produksi Minyak Berpotensi Ringankan Beban Subsidi
Permintaan minyak dunia melonjak seiring dengan pemulihan ekonomi sejumlah negara. Pasokan minyak mentah ditambah untuk mencegah lonjakan kenaikan harga yang lebih tinggi.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak atau OPEC dan negara non-OPEC sepakat untuk meningkatkan produksi minyak bumi. Kesepakatan tersebut berpotensi meringankan beban subsidi bahan bakar minyak atau BBM yang ditanggung Indonesia akibat meroketnya harga minyak dunia.
Mengutip siaran pers di laman resmi OPEC, pertemuan tingkat menteri antara negara OPEC dan non-OPEC (ONOMM) ke-19, Minggu (18/7/2021), di Vienna, Austria, sepakat untuk meningkatkan produksi 400.000 barel per hari mulai Agustus 2021. Peningkatan produksi ini untuk merespons tingginya permintaan minyak dunia seiring dengan pemulihan ekonomi banyak negara yang sempat lesu akibat pandemi Covid-19.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, kesepakatan menaikkan produksi minyak tersebut dapat membuat harga minyak mentah dunia tak setajam sebelum ada kesepakatan. Dampaknya bagi Indonesia yang masih bergantung pada impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) adalah beban subsidi berpotensi menjadi lebih ringan.
”Pasalnya, kenaikan harga minyak akan memperbesar subsidi harga BBM. Selisih (harga jual BBM dengan harga keekonomian) tersebut dibebankan pada anggaran negara dan arus kas PT Pertamina (Persero) sebagai badan usaha,” ucap Komaidi, saat dihubungi, Rabu (21/7/2021).
Peningkatan produksi ini untuk merespons tingginya permintaan minyak dunia seiring pemulihan ekonomi banyak negara yang sempat lesu akibat pandemi Covid-19.
Mengutip laman Bloomberg pada Rabu sore, harga minyak mentah jenis Brent adalah 70,14 dollar AS per barel dan jenis WTI 67,9 dollar AS per barel. Saat pandemi Covid-19 merebak di banyak negara di dunia pada 2020, harga minyak mentah jenis Brent sempat ada di kisaran 25 dollar AS per barel pada April 2020. Bahkan, jenis WTI sempat minus 35 dollar AS per barel.
Kendati harga minyak mentah rendah, harga jual BBM di Indonesia, khususnya yang bersubsidi, tidak turun. Solar bersubsidi (biosolar) dijual seharga Rp 5.150 per liter dan bensin jenis premium dijual Rp 6.450 per liter. Kondisi tersebut dianggap oleh sejumlah kalangan yang membantu Pertamina meraih untung besar sepanjang pandemi.
Pada 2020, realisasi subsidi BBM dan elpiji mencapai Rp 55,4 triliun. Subsidi tersebut menurun dibandingkan dengan realisasi 2019 yang sebanyak Rp 68,3 triliun. Penurunan subsidi pada 2020 dipengaruhi pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama pandemi Covid-19 di Indonesia yang membuat konsumsi BBM nasional merosot.
Menurut Vice President for Industry and Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani, kesepakatan OPEC dan non-OPEC menaikkan produksi minyak disebabkan oleh menyempitnya selisih antara permintaan dan pasokan minyak mentah dunia. ”Konsumsi (minyak mentah) terus meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi, terutama di daerah-daerah yang sudah mencapai kekebalan kelompok. Dampaknya, ada ekspektasi kenaikan harga minyak dunia makin kencang,” tuturnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, Dendi menyebutkan, harga minyak pada penutupan bursa, Senin (19/7/2021), berada di posisi 70 dollar AS per barel. Sebelumnya, harga berada di posisi 73,6 dollar AS per barel. Artinya, pasar merespons keputusan OPEC dan non-OPEC untuk menambah produksi minyak harian.
Penurunan subsidi pada 2020 dipengaruhi pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama pandemi Covid-19 di Indonesia yang membuat konsumsi BBM nasional merosot.
Data yang dihimpun Office of Chief Economist Bank Mandiri menunjukkan, jumlah minyak mentah yang disimpan secara global pada Mei 2021 menurun 1,2 juta barel per hari dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Penurunan itu disebabkan oleh konsumsi minyak mentah yang lebih besar dibandingkan dengan produksi sehingga harus menggunakan simpanan.
Dengan pergerakan konsumsi tersebut, Dendi memperkirakan, harga minyak dunia tetap berada dalam tren naik secara jangka menengah. Namun, kesepakatan penambahan produksi akan mengerem laju kenaikan sehingga tidak terlalu tajam. Harga minyak mentah jenis Brent diperkirakan akan ada pada rentang 65-70 dollar AS per barel.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR dari Partai Gerindra, Kardaya Warnika, berpendapat, harga minyak dunia akan berada dalam tren meningkat yang lebih landai pasca-keputusan OPEC dan non-OPEC untuk menambah produksi minyak. ”Dari perspektif Indonesia sebagai negara importir minyak mentah, tren ini akan menahan beban negara dalam subsidi (BBM),” ujarnya.
Apabila nilai keekonomian masih lebih tinggi dibandingkan dengan biaya produksi, kesepakatan untuk menaikkan produksi minyak mentah dunia tidak berpengaruh signifikan.
Dari sisi produksi, lanjut Kardaya, kesepakatan tersebut dapat menurunkan nilai keekonomian proyek yang dijalankan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) hulu migas di Indonesia. Penurunan itu akan berimbas pada jumlah keuntungan. Apabila nilai keekonomian masih lebih tinggi dibandingkan dengan biaya produksi, kesepakatan untuk menaikkan produksi minyak mentah dunia tidak berpengaruh signifikan.
”Kesepakatan untuk meningkatkan produksi berpotensi menambah pasokan dunia. Namun, kenaikan tersebut perlu dibandingkan dengan penurunan stok AS. Apabila laju penurunan stok AS lebih tinggi, permintaan AS akan kembali meningkat dan harga minyak dunia pun diperkirakan bakal naik kembali,” ucap Kardaya.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto menyatakan, kesepakatan untuk menaikkan produksi minyak tersebut berada dalam rangka menormalkan produksi. ”Tidak apa-apa produksi dinormalkan kembali ketika permintaan naik. Hal ini turut tecermin pada peningkatan harga minyak dunia,” katanya.