Di Tengah Pandemi, Pemda Mesti Peka Krisis dan Peka Urgensi
Kepekaan terhadap krisis di kalangan kepala daerah dibutuhkan agar birokrasi pemda bekerja responsif terhadap situasi darurat, seperti di masa pandemi ini. Realisasi anggaran, salah satunya, sangat ditunggu masyarakat.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepekaan terhadap krisis dan kepekaan terhadap keharusan penting yang mendesak dari pemerintah daerah dinilai perlu diperkuat dalam kondisi pandemi Covid-19. Kepekaan tersebut dibutuhkan agar birokrasi pemerintah daerah atau pemda memiliki cara kerja responsif mengingat situasi darurat seperti saat ini.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal ketika diminta pandangannya, Rabu (21/7/2021), terkait dengan langkah yang mesti dilakukan untuk mempercepat realisasi anggaran dan bantuan sosial. Realisasi anggaran tersebut sangat ditunggu masyarakat.
Menurut Faisal, pemda-pemda memang perlu diarahkan dan didorong lebih kuat terkait sense of crisis (peka krisis) dan sense of urgency (peka urgensi), peka terhadap keharusan penting yang mendesak, terutama dengan peningkatan kasus Covid-19. ”Kalau tidak (diperkuat kepekaannya), cara kerja mereka umumnya masih business as usual (berjalan seperti biasa), kurang responsif,” kata Faisal.
Kalau tidak (diperkuat kepekaannya), (maka) cara kerja mereka umumnya masih business as usual (berjalan seperti biasa), kurang responsif.
Sebelumnya, awal pekan ini, saat memberikan pengarahan kepada kepala daerah seluruh Indonesia, Presiden Joko Widodo menuturkan bahwa kepemimpinan lapangan yang kuat dibutuhkan untuk menghadapi pandemi Covid-19 sekarang ini. Hal yang diperlukan adalah kepemimpinan yang paham lapangan, dapat bergerak cepat, serta responsif.
”Kepemimpinan lapangan tersebut harus kuat di semua level pemerintahan, dari atas sampai tingkat kelurahan atau desa,” kata Presiden Jokowi saat memberikan pengarahan melalui konferensi video dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (19/7/2021).
Kepemimpinan lapangan tersebut harus kuat di semua level pemerintahan, dari atas sampai tingkat kelurahan atau desa.
Pada kesempatan tersebut, Presiden merinci sejumlah tindakan lapangan yang dibutuhkan saat ini. Salah satu tindakan lapangan dimaksud ialah percepatan bantuan sosial dan belanja daerah. Persoalan realisasi anggaran pun dikemukakan Kepala Negara kepada para kepala daerah.
Berkaitan dengan anggaran UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) untuk semua daerah sebesar Rp 13,3 triliun, misalnya, Presiden Jokowi menerima data bahwa yang dipakai baru Rp 2,3 triliun. ”Padahal, kita sekarang ini butuh sekali. Rakyat butuh sekali. Rakyat menunggu sehingga saya minta (anggaran) ini segera dikeluarkan,” katanya.
Anggaran perlindungan sosial sebesar Rp 12,1 triliun pun realisasinya baru Rp 2,3 triliun. ”Belum ada 25 persen semuanya. Padahal, rakyat menunggu ini. Kemudian juga dana desa, ini Rp 72 triliun total, yang dipakai untuk BLT desa itu Rp 28 triliun. Tetapi, realisasi, yang dipakai baru Rp 5,6 triliun, (ini) juga kurang dari 25 persen. Ini yang saya minta semuanya dipercepat. Sekali lagi, dengan kondisi seperti ini, percepatan anggaran sangat dinanti oleh masyarakat,” ujar Presiden Jokowi.
Faisal mengatakan bahwa tidak semua pemda memiliki cara kerja yang biasa-biasa saja dan kurang responsif. ”Tapi, umumnya memang masih perlu untuk didorong. Dan, kalau perlu ada bentuk reward and punishment (penghargaan/hadiah dan hukuman/sanksi) khusus dari pemerintah pusat mengingat kondisi saat ini memang darurat,” katanya.
Menurut Faisal, hal yang mesti diperhatikan adalah menyangkut aspek perencanaan anggaran. Perhatian jangan ditujukan cuma untuk anggaran bantuan sosial (bansos). Pemerintah juga mesti memperhatikan kecukupan dana penunjang untuk penyaluran bansos tersebut. ”(Hal ini) karena dalam banyak kasus di daerah-daerah perdesaan, untuk menyalurkan bansos butuh anggaran distribusi besar karena akses ke daerah yang susah,” ujar Faisal.
Sebelumnya, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Media Wahyudi Askar, menuturkan, masyarakat menunggu terlalu lama karena realisasi belanja daerah yang lambat. ”Kita tidak bisa lagi bergantung pada skema birokrasi yang sangat ortodoks,” kata Media pada diskusi publik Indef bertajuk ”PPKM Darurat, Ekonomi Melambat” yang digelar secara daring, Jumat (16/7/2021) akhir pekan lalu.
Masyarakat harus dibantu. Dan, pemerintah harus bergerak dengan cepat.
Media Wahyudi menuturkan, pandemi Covid-19 sudah merupakan bencana nasional dengan banyak sekali warga yang meninggal dunia. ”Artinya, semua masyarakat harus dibantu. Dan, pemerintah harus bergerak dengan cepat,” ujarnya.
Media juga menuturkan, kesenjangan antara alokasi dan realisasi yang terjadi mulai dari penanganan Covid-19 secara umum, dukungan operasional vaksinasi, hingga insentif tenaga kesehatan di daerah. ”Insentif tenaga kesehatan di daerah, misalnya, perlu dipercepat. Ini tidak hanya untuk pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah,” katanya.
Menurut Media, ada banyak kebingungan di daerah terkait dengan persoalan alokasi dan realisasi. Hal ini mencakup tingkat serapan anggaran dan signifikansi dampaknya.