Alokasi dan Serapan Anggaran Penanganan Covid-19 di Daerah Mulai Meningkat
Di masa pandemi, model pemerintah daerah membelanjakan anggaran masih sama dengan saat kondisi normal alias melandai di awal hingga pertengahan tahun dan baru menanjak pada akhir tahun.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Alokasi serta serapan anggaran untuk penanganan Covid-19 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD Tahun Anggaran 2021 meningkat dalam sepekan terakhir. Kerja ekstra masih perlu dilakukan pemerintah pusat dan daerah mengingat serapan anggaran secara agregat masih di bawah 25 persen.
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto mengatakan, kenaikan itu terlihat setelah ada asistensi dan monitoring kepada seluruh provinsi. Asistensi dilakukan mengingat pada masa pandemi, model pemerintah daerah membelanjakan anggaran masih sama dengan saat kondisi normal alias serapan anggaran yang menanjak di akhir tahun.
Berdasarkan data yang diterima Kompas, total penyesuaian APBD Tahun Anggaran 2021 untuk penanganan pandemi Covid-19 secara agregat provinsi/kabupaten/kota pada 9 Juli 2021 mencapai Rp 37,07 triliun. Pada 17 Juli 2021, nilai anggaran meningkat menjadi Rp 37,29 triliun.
Total anggaran tersebut dialokasikan untuk lima program, yakni penanganan Covid-19 di daerah, dukungan vaksinasi, dukungan pada kelurahan dalam penanganan Covid-19, insentif tenaga kesehatan daerah, serta belanja kegiatan lainnya dan kegiatan prioritas.
Asistensi dilakukan mengingat pada masa pandemi, model pemerintah daerah membelanjakan anggaran masih sama dengan saat kondisi normal alias serapan anggaran yang menanjak di akhir tahun.
“Anggaran tersebut merupakan earmarking (pengalokasian) 8 persen dari DBH/DAU (Dana Bagi Hasil/Dana Alokasi Umum). Ini langkah yang sudah sangat bagus dilakukan oleh pemerintah provinsi. Upaya percepatan sudah dilakukan.” kata Ardian, Rabu (21/7/2021).
Ia menambahkan, lonjakan tidak hanya terjadi pada alokasi anggaran, namun juga pada realisasi serapan anggaran. Pada 9 Juli 2021, realisasi anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 secara agregat provinsi/kabupaten/kota sebesar Rp 4,57 triliun (12,35 persen). Realisasi meningkat pada 17 Juli 2021 menjadi Rp 6,56 triliun (17,61 persen).
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan teguran keras melalui surat resmi kepada 19 kepala daerah yang belum merealisasikan anggaran Covid-19, mulai belanja peralatan penanganan Covid-19 hingga insentif bagi tenaga kesehatan.
Ke-19 provinsi tersebut adalah Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Realisasi anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 secara agregat provinsi/kabupaten/kota sebesar Rp 4,57 triliun (12,35 persen). Realisasi meningkat pada 17 Juli 2021 menjadi Rp 6,56 triliun (17,61 persen).
”Bisa saja kepala daerah memang tak mengetahui persoalan realisasi anggaran penanganan Covid-19. Kami beberapa kali ke daerah, banyak yang tidak tahu posisi saldonya seperti apa. Justru Badan Keuangan suatu daerah lebih memahami persoalan anggaran tersebut,” ujar Tito, Sabtu (17/7).
Kementerian Keuangan menambah alokasi anggaran insentif tenaga kerja dari Rp 17,3 triliun menjadi Rp 18,4 triliun. Hal itu sejalan dengan rencana pemerintah untuk merekrut 3.000 dokter baru dan 20.000 perawat dalam penanganan pandemi Covid-19.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menyebut terdapat sejumlah hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah terkait dengan belum efektifnya realisasi anggaran insentif tenaga kesehatan hingga saat ini.
Faisal mengatakan, gelombang kedua pandemi Covid-19 membuat pemerintah kesulitan dalam memastikan efektivitas anggaran insentif untuk tenaga kesehatan. “Jadi, bukan hanya dana intinya yang dipikirkan, tapi anggaran pendukung juga mesti memadai karena bisa jadi anggaran insentif terpotong untuk memenuhi kebutuhan anggaran pendukung. Untuk daerah-daerah pedalaman, ongkos transportasinya bisa jadi lebih mahal," ujarnya.
Kementerian Keuangan menambah alokasi anggaran insentif tenaga kerja dari Rp 17,3 triliun menjadi Rp 18,4 triliun.
Di samping itu, pemerintah perlu memperhatikan adanya kemungkinan terjadi realokasi anggaran kesehatan oleh pemerintah daerah untuk pendanaan pembangunan. Hal tersebut dinilai memungkinkan mengingat cukup sulitnya pemerintah daerah mendapatkan dana untuk pembangunan karena anggaran tersedot untuk kesehatan.
“Pemerintah juga perlu memperhatikan masalah klasik, seperti kebocoran anggaran yang dinilai rawan terjadi dalam kondisi ekonomi seperti saat ini,” kata Faisal.