Pandemi Covid-19 membuat jumlah pekerja di lapangan hulu minyak dan gas bumi terbatas. Target produksi tahun ini diperkirakan tidak tercapai.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 yang berlangsung lebih dari setahun turut menekan upaya peningkatan produksi siap jual atau lifting minyak dan gas bumi di dalam negeri. Pemerintah perlu meninjau ulang strategi di hulu minyak dan gas bumi demi mencapai target produksi 1 juta barel minyak per hari pada 2030.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, realisasi lifting minyak sepanjang semester I-2021 sebesar 667.000 barel per hari, sedangkan lifting gas bumi 5.430 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Adapun target lifting minyak dan gas bumi dalam APBN 2021 masing-masing adalah 705.000 barel per hari dan 5.638 MMSCFD.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menilai, pandemi Covid-19 yang sempat membuat harga minyak anjlok pada 2020 memengaruhi kinerja produksi semester I-2021. Realisasi investasi hulu migas sepanjang semester I-2021 mencapai 4,92 miliar dollar AS atau 39,7 persen dari target APBN 2021.
”Arus kas kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) masih terganggu sehingga sulit berinvestasi dan mengeksekusi kegiatan. Oleh sebab itu, kami tengah meninjau ulang nilai keekonomian proyek agar wajar untuk investasi,” kata Dwi dalam telekonferensi pers, Jumat (16/7/2021).
Dari segi operasional, imbuh Dwi, pandemi Covid-19 membuat jumlah pekerja di lapangan hulu migas berkurang. Dia menyebutkan, jumlah maksimal pekerja yang dapat dikirim ke lapangan hanya mencapai 50 persen dari kebutuhan.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menilai, pandemi Covid-19 yang sempat membuat harga minyak anjlok pada 2020 memengaruhi kinerja produksi semester I-2021.
”Dengan capaian saat ini, SKK Migas memperkirakan realisasi produksi minyak pada akhir 2021 mencapai 680.000 barel per hari dan masih di bawah target APBN,” ucap Dwi.
Beberapa upaya SKK Migas untuk mengejar target produksi adalah mengusulkan pemberian tiga insentif di sektor hulu migas agar segera disetujui pemerintah. Ketiga insentif tersebut adalah pemberian tax holiday untuk pajak penghasilan di semua wilayah kerja migas, pengurangan biaya pemanfaatan kilang LNG Badak di Bontang, Kalimantan Timur, sebesar 0,22 dollar AS per juta british thermal unit (MMBTU), serta dukungan dari kementerian dan instansi terkait terhadap pembahasan insentif pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu migas.
Dari sisi serapan investasi hulu migas, realisasi sepanjang semester I-2021 mencapai 4,92 miliar dollar AS atau 39,7 persen dari target tahun ini yang sebanyak 12,38 miliar dollar AS. Adapun dari sisi penerimaan negara, realisasi pada semester I-2021 sebanyak 6,67 miliar dollar AS. Capaian tersebut hanya sedikit dari target sepanjang 2021 yang dipatok sebesar 7,28 miliar dollar AS.
Tinjau ulang proyek
Pada 2030, selain mematok target produksi minyak 1 juta barel per hari, pemerintah juga mematok target produksi gas bumi sebanyak 12 miliar MMSCFD. Demi mencapai target tersebut, menurut Sekretaris SKK Migas Taslim Yunus, eksplorasi untuk menemukan sumber cadangan baru harus digalakkan.
”Kami sedang meninjau ulang wilayah kerja yang sedang beroperasi serta wilayah-wilayah kerja baru yang masih berada dalam tahap studi,” kata Taslim dalam kesempatan yang sama.
Dari sisi penerimaan negara, realisasi pada semester I-2021 sebanyak 6,67 miliar dollar AS. Capaian tersebut hanya sedikit dari target sepanjang 2021 yang dipatok 7,28 miliar dollar AS.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menyoroti realisasi produksi migas semester I-2021 yang masih di bawah target APBN. Menurut dia, perlu peninjauan ulang terhadap proyek-proyek yang sudah berjalan ataupun yang disiapkan untuk beroperasi.
”Apakah target yang dipasang terlalu tinggi atau memang kinerjanya (produksi migas) yang harus ditingkatkan. Kecenderungan ini dapat berpengaruh pada pencapaian target produksi 2030,” ucap Komaidi.
Sebelumnya, terkait kinerja hulu migas di Indonesia, pelaku industri hulu migas menilai bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja belum mempercepat aliran investasi di sektor tersebut. Secara teknis, pelaku industri ini masih menemui tantangan ketidakpastian dalam mengurus perizinan (Kompas, 15/7/2021).
Vice President Legal, Commercial and Planning Premier Oil Natuna Sea BV Ali Nasir menilai, saat ini UU Cipta Kerja belum mengakselerasi realisasi investasi. ”Kami mengharapkan prosedur izin teknis lebih sederhana. Jangan sampai lebih berat dibandingkan dengan sebelumnya,” katanya dalam webinar yang berjudul ”Peluang dan Tantangan Investasi Migas Pasca Terbitnya Omnibuslaw”, Rabu (14/7/2021).
Ali menambahkan, waktu 8-12 bulan yang bisa dihemat dari pengurusan administrasi perizinan sangat berharga bagi pelaku industri migas. Aspek waktu menjadi penentu monetisasi produksi migas itu sendiri. Nilai keekonomiannya dapat berbeda seiring berjalannya waktu.
Sementara itu, Komite Investasi pada Kementerian Investasi Rizal Calvary Marimbo mengatakan, pemerintah tengah menyusun aturan mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) dalam tata perizinan. Dia berharap regulasi ini dapat memberi kepastian bagi investor dalam hal pengurusan izin di sektor hulu migas.