Program Perlindungan Sosial Dinilai Redam Lonjakan Kemiskinan
Program perlindungan sosial dinilai mampu menahan pemburukan angka kemiskinan dan menjaga daya tahan di tengah tekanan Covid-19. BPS mencatat jumlah penduduk miskin 27,54 juta jiwa pada Maret 2021.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengklaim program Pemulihan Ekonomi Nasional 2020 berhasil menjadi bantalan untuk menahan lonjakan angka kemiskinan akibat pandemi Covid-19. Meski demikian, jumlah penduduk miskin per Maret 2021 masih lebih tinggi dibandingkan Maret 2020.
Saat menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN 2020 dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis (15/7/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, program perlindungan sosial diberikan melalui program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN).
”Perlindungan sosial secara efektif menahan pemburukan (angka kemiskinan) dan menjaga daya tahan di tengah tekanan Covid-19 yang luar biasa,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 sebanyak 27,54 juta jiwa, turun 10.000 jiwa dibandingkan dengan September 2020 yang sebanyak 27,55 juta jiwa. Penurunan terjadi karena adanya pemulihan di berbagai sektor ekonomi.
Akan tetapi, jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, jumlah penduduk miskin per Maret 2021 masih lebih tinggi. Pada Maret 2020, jumlah penduduk miskin tercatat 26,42 juta jiwa sehingga secara tahunan jumlah penduduk miskin meningkat 1,12 juta jiwa.
Sri Mulyani mengatakan, program PC-PEN menaruh perhatian pada perlindungan sosial bagi kelompok masyarakat yang paling rentan, memberikan dukungan insentif fiskal untuk membantu usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi, serta memberikan dukungan bagi dunia usaha agar mampu bertahan dan bangkit kembali.
Program tersebut pada tahun 2020 dinilai mampu menahan lonjakan angka kemiskinan dan pengangguran serta menjaga momentum pertumbuhan ekonomi ke zona positif. Tingkat pengangguran terbuka dapat ditahan pada level 7,07 persen tahun 2020 meskipun meningkat dibandingkan dengan tahun 2019 yang tercatat 5,23 persen.
”Begitu juga dengan tingkat kemiskinan yang dapat dijaga tidak lebih dari 10,19 persen pada tahun 2020 meskipun angka tersebut meningkat dari capaian di tahun 2019 di mana tingkat kemiskinan dapat ditekan hingga level 9,22 persen,” ujarnya.
Di sisi lain, pandemi juga mengakibatkan rasio gini masyarakat Indonesia meningkat menjadi 0,385 dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 0,380. Rasio gini memiliki rentang 0-1. Jika rasio semakin mendekati angka 1, berarti ketimpangan semakin tinggi.
Meskipun rasio gini meningkat, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2020 tercatat 71,94, lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 yang tercatat 71,92. Peningkatan IPM ini menunjukkan akses penduduk Indonesia terhadap hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, dan pendidikan meningkat.
Sri Mulyani menambahkan, hasil survei dari berbagai lembaga menunjukkan program perlindungan sosial yang diberikan pemerintah dalam PC PEN mampu melindungi kelompok yang paling rentan sehingga secara efektif menahan pemburukan meski awalnya masih kurang tepat sasaran.
”Ketepatan sasaran yang awalnya masih kurang dinilai membaik dengan meningkatnya inklusi keuangan penerima, ada juga dampak dari sisi peningkatan kompetensi melalui berbagai program, seperti Kartu Prakerja, subsidi kuota, dan diskon listrik,” ujarnya.
Data BPS menunjukkan, secara persentase, jumlah penduduk miskin Indonesia sekitar 10,14 persen. Angka itu turun 0,05 persen poin dibandingkan September 2020 yang 10,19 persen. Dari sisi disparitas, persentase populasi penduduk miskin di kota 7,89 persen, sementara di desa 13,10 persen.
Akan tetapi, jumlah penduduk miskin di desa per Maret 2021 justru turun 0,10 persen poin dibandingkan September 2020 yang 13,20 persen. Sementara penduduk miskin kota justru bertambah 0,01 persen poin dari sebelumnya 7,88 persen.
Kepala BPS Margo Yuwono menilai, penurunan angka kemiskinan di desa menunjukkan program dana desa efektif. BPS menggunakan garis kemiskinan Rp 472.525 per kapita per bulan. Angka itu naik 2,96 persen dibandingkan dengan posisi September 2020 yang Rp 458.947 per kapita per bulan.
BPS mengategorikan penduduk miskin jika pengeluarannya di bawah angka tersebut. Apabila pengeluarannya berada di atas garis kemiskinan, penduduk tersebut dikategorikan sebagai bukan penduduk miskin.
Indikator lain yang digunakan untuk melihat perkembangan kemiskinan ialah indeks kedalaman kemiskinan dan indeks kepahan kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan ditunjukkan rerata pengeluaran per kapita yang semakin jauh dari angka garis kemiskinan.
Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef, Mirah Midadan, berpendapat, penduduk miskin di perdesaan yang makin berkurang memiliki pengaruh positif terhadap angka kemiskinan nasional. Berdasarkan persebarannya, penduduk miskin didominasi oleh penduduk miskin yang tinggal di perdesaan.
Sementara itu, penduduk miskin yang tinggal di perkotaan cenderung meningkat. Hal ini memiliki keterkaitan dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) belakangan ini. ”Membicarakan kemiskinan tidak bisa dilepaskan dengan angka pengangguran yang memiliki kontribusi begitu besar,” ujarnya.