JAKARTA, KOMPAS — Modus penipuan terkait layanan keuangan digital terus berkembang. Belakangan, marak praktik penipuan dengan mencatut nama-nama perusahaan teknologi finansial (financial technology/fintech) ternama atau menggunakan surat izin palsu. Masyarakat diminta lebih berhati-hati saat menerima tawaran-tawaran investasi dengan imbal hasil yang menggiurkan.
”Ini sangat mengganggu integritas dan kredibilitas perusahaan yang dicatut namanya. Terlebih lagi ini menimbulkan kerugian besar di masyarakat,” kata Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Pandu Sjahrir, Kamis (15/7/2021), secara virtual.
Wakil Ketua Umum I Aftech Karaniya Dharmasaputra menambahkan, pelaku menjerat korban dengan membuat akun media sosial dan grup aplikasi percakapan dengan memasang logo perusahaan ternama atau mencantumkan surat izin palsu seakan-akan merupakan perusahaan yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mereka kemudian mengiming-imingi calon korban dengan keuntungan investasi yang menggiurkan. Jika ada orang yang terjerat, uang yang bersangkutan akan hilang.
Ia menjelaskan, penipuan ini terjadi di berbagai jenis aplikasi teknologi finansial (tekfin) mulai dari tekfin pinjaman antarpihak atau pinjaman online (pinjol), investasi pasar modal, hingga koperasi. Para korban yang terjerat biasanya mengalami kerugian mulai dari Rp 500.000 hingga Rp 5.000.000.
”Korban bukan menyasar investor kelas atas dengan investasi ratusan juta rupiah atau miliaran rupiah. Kelompok ini tentu lebih cerdas dan berhati-hati. Namun, pelaku mengincar kalangan menengah ke bawah. Mereka ini kelompok yang paling rentan dengan penipuan seperti ini,” ujar Karaniya.
Ia menilai, akar permasalahan dari suburnya penipuan seperti ini adalah masih rendahnya edukasi dan tingkat literasi masyarakat akan produk keuangan tekfin. Ini menjadi pekerjaan rumah seluruh pemangku kepentingan, tak hanya regulator, tetapi juga pelaku tekfin sendiri.
Agar terhindar dari penipuan, calon konsumen harus mengingat konsep 2 L sebelum memutuskan bertransaksi ataupun berinvestasi. ”2L ini adalah legalitas dan logis,” ujar Karaniya.
Pastikan legalitas perusahaan atau entitas itu resmi terdaftar di OJK, salah satunya dengan cara mengecek di situs www.cek fintech.id. Dalam situs itu terdapat data perusahaan resmi tekfin terdaftar dan akun resmi media sosial tekfin terdaftar. Apabila tidak ada nama entitas terkait di situs itu, bisa dipastikan itu penipuan.
Selain itu pastikan juga nilai yang ditawarkan itu masuk akal atau logis. Penawaran yang menjanjikan keuntungan terlalu besar memang menggiurkan, tetapi sebenarnya tidak masuk akal. Ini adalah cara-cara penipu untuk menjerumuskan masyarakat.
Blokir
Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam Lumban Tobing menjelaskan, baru-baru ini pihaknya telah menghentikan 11 kegiatan usaha yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin serta melakukan duplikasi atau mengatasnamakan entitas yang berizin sehingga berpotensi merugikan masyarakat.
Sebanyak 11 entitas itu terdiri dari 5 perusahaan aset kripto tanpa izin, 2 kegiatan money game, 2 perusahaan forex dan robot forex, dan 2 kegiatan lainnya.
Selama Januari-14 Juli 2021, OJK sudah memblokir 172 entitas pinjol ilegal. Adapun akumulasi sejak 2018, terdapat 3.365 pinjol ilegal yang telah diblokir. OJK mencatat kerugian masyarakat akibat investasi ilegal mencapai Rp 114,9 triliun yang terhitung sejak 2011 hingga 2020.
Tongam juga meminta masyarakat mewaspadai penawaran investasi ilegal melalui media sosial Telegram. Modus penawaran investasi ilegal di grup Telegram mengiming-imingi investasi dengan imbal hasil tinggi dengan menduplikasi situs web entitas yang memiliki izin untuk menipu masyarakat.
”Kami sampaikan bahwa seluruh penawaran investasi melalui media sosial Telegram adalah ilegal sehingga masyarakat diminta waspada,” katanya.
Selanjutnya SWI mengimbau masyarakat agar sebelum melakukan investasi perlu memastikan legalitas perusahaan yang menawarkan investasi atau izin menawarkan produk dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan.
Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan, modus yang dilakukan penipu di bidang tekfin dan keuangan terus berkembang. Perlu edukasi terus-menerus kepada masyarakat agar bisa terhindar dari penipuan.
Baca juga : Pandemi dan ”Pinjol” Ilegal