Pemerintah Atur Kuota dan Lokasi Tangkapan Benih Lobster
Pemerintah mengatur kuota tangkapan dan lokasi penangkapan benih lobster. Aturan itu diharapkan memberikan kepastian hukum bagi usaha dan meningkatkan pengawasan untuk menekan pelanggaran.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah memastikan akan mengatur kuota dan lokasi penangkapan benih bening lobster di Indonesia. Pemanfaatan benih bening lobster hanya diperuntukkan bagi usaha budidaya serta kepentingan pendidikan dan penelitian.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia, antara lain mencabut izin ekspor benih lobster. Aturan ini merupakan revisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/2020 yang antara lain membuka izin ekspor benih bening lobster.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Zaini, menyatakan, usaha budidaya lobster di Indonesia harus sesuai prinsip ekonomi biru agar tidak terjadi eksploitasi pada benih bening lobster dan lobster muda. Oleh karena itu, penetapan kuota dan lokasi penangkapan benih bening lobster akan diatur berdasarkan rekomendasi dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan). Penangkapan benur di alam juga diwajibkan menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.
"Kami (KKP) tidak semerta-merta mengeluarkan sendiri terhadap kuota ini, tetapi didasarkan pada rekomendasi Komnas Kajiskan. Alat penangkap yang digunakan pun harus bersifat pasif," ungkap Zaini, dalam Bincang Bahari: Jalan yang Benar untuk Benur, secara daring, Selasa (13/7/2021).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17/2021, usaha budidaya lobster di Indonesia terbagi dalam segmen pendederan dan pembesaran. Pendederan tahap 1 meliputi proses budidaya dari ukuran benih lobster (benur) hingga 5 gram, sementara pendederan tahap 2 untuk ukuran di atas 5 gram-30 gram. Adapun tahap pembesaran I mencakup ukuran di atas 30 gram-150 gram, sementara tahap pembesaran II untuk ukuran di atas 150 gram.
Anggota Komnas Kajiskan Ari Purbayanto, mengemukakan, tidak seluruh wilayah pengelolaan perikanan (WPP) RI memiliki potensi benih bening lobster. Potensi tertinggi benih bening lobster, yakni di WPP-RI 572 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda, serta WPP-RI 573, mencakup perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian barat. Di wilayah itu, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) untuk benih lobster sebesar 45 juta ekor.
Adapun Laut Jawa dan Laut Natuna memiliki jumlah tangkapan benih lobster yang dibolehkan (JTB) terdata 40 juta ekor. “Penyebaran (benih lobster) tidak merata sehingga perlu kehati-hatian. Komnas Kajikan sudah menetapkan bahwa hanya 0,5 persen dari JTB yang boleh dimanfaatkan,” ujar Ari.
Komnas Kajikan sudah menetapkan bahwa hanya 0,5 persen dari jumlah tangkapan yang dibolehkan (JTB) itu boleh dimanfaatkan
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Tb Haeru Rahayu, mengemukakan, budidaya lobster di Indonesia dapat dilakukan oleh usaha skala mikro, kecil menengah, hingga besar. Perizinan dilakukan melalui sistem perizinan terpadu (OSS) dan wajib memenuhi enam persyaratan yang telah ditetapkan oleh KKP.
Enam persyaratan itu meliputi persyaratan lokasi, daya dukung lingkungan perairan, sarana dan prasana budidaya, penanganan penyakit, penanganan limbah, serta penebaran kembali (restocking) minimal 2 persen dari hasil panen.
Pihaknya menggandeng asosiasi yang memiliki perhatian pada budidaya lobster baik di dalam maupun luar negeri. Tujuannya, pembinaan budidaya lobster kepada masyarakat bisa lebih masif, termasuk dalam hal teknologi dan pemasaran. Selain itu, pihaknya tengah menjajaki kerja sama dengan pihak asuransi sebagai dukungan jaminan usaha bagi pembudidaya lobster di Indonesia.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Lobster Indonesia (GPLI) Gunawan Suherman, mengapresiasi terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17/2021 yang memberikan kepastian hukum usaha budidaya lobster. Pihaknya akan berupaya mendorong budidaya lobster menjadi gerakan massal melalui sistem budidaya yang baik. "Lebih baik mereka kita arahkan budidaya daripada melakukan hal-hal yang tidak baik," katanya.
Pihaknya bersama pemerintah tengah menyusun standar prosedur operasi budidaya lobster. Selain itu, pihaknya meneken nota kesepahaman dengan Jasindo terkait perlindungan asuransi gagal panen untuk pembudidaya lobster serta Bank NTB syariah untuk pendanaan terhadap 2.000 pembudidaya lobster di NTB.
Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Drama Panca Putra, mengingatkan, benih bening lobster hanya boleh dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya di dalam negeri. Lalu lintas benih lobster untuk kegiatan budidaya juga wajib memenuhi sejumlah persyaratan. Pelanggaran terhadap ketentuan budidaya dan lalu lintas benih akan dikenakan sanksi administratif hingga sanksi pidana.