LPS Diperlukan Demi Selamatkan Simpanan Anggota Koperasi
Kehadiran Lembaga Penjamin Simpanan untuk koperasi masih menghadapi resistensi sangat tinggi. Padahal, pada HUT Koperasi Indonesia ke-74 tahun, masih saja diwarnai keluhan korban koperasi bodong dan gagal bayar.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kehadiran Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS koperasi untuk menyelamatkan simpanan anggota koperasi yang berjumlah besar diperlukan. Hingga saat ini belum ada kejelasan usulan agar koperasi masuk dalam program penjaminan setelah sempat diwacanakan di dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi dalam webinar “Lembaga Penjamin Simpanan pada Koperasi” di Jakarta, Selasa (13/7/2021), mengatakan, keberadaan LPS koperasi dinilai sejumlah pihak masih memerlukan waktu cukup panjang. Pengalaman penyiapan LPS perbankan saja dibutuhkan waktu selama dua tahun. Selain itu, dibutuhkan modal awal sebagai talangan dari pemerintah yang jumlahnya tidak kecil.
Menurut Ahmad, untuk LPS perbankan diperlukan dana talangan sekitar Rp 7 triliun hingga Rp 8 triliun. Diperkirakan, dana talangan untuk koperasi tidak mencapai sebesar itu. “Wacana LPS koperasi ini akan kami perjuangkan. Namun, ini membutuhkan dukungan parlemen dan memerlukan waktu cukup panjang,” katanya.
Sedikit merunut ke belakang, lanjut Ahmad, pentingnya LPS koperasi tidak dapat dilepaskan dari persoalan yang melilitnya, khususnya koperasi simpan pinjam (KSP). Awal tahun 2020, bermunculan sejumlah koperasi bodong. Badan hukumnya koperasi, tetapi praktiknya jauh dari nilai-nilai dasar koperasi. Mulai dari melakukan penyimpanan maupun penyaluran kepada non-anggota koperasi yang kemudian terdampak sistemik.
Pentingnya LPS koperasi tidak dapat dilepaskan dari persoalan yang melilitnya, khususnya koperasi simpan pinjam.
Situasi-situasi tersebut akhirnya sulit dipertahankan. Sebab, besarnya tekanan akibat pandemi, sebagian anggota koperasi khawatir menyimpan dananya di koperasi. Beberapa koperasi yang semula berjalan baik tata kelolanya, tidak mampu menahan dana dari para anggota.
“Saya sebut saja, ini dialami oleh KSP Sejahtera Bersama. Sampai April 2020, mereka relatif masih dapat mengelola likuiditasnya dengan baik. Tetapi, ketika diterapkan kuncitara mulai terjadi penundaan-penundaan pembayaran pinjaman dan diiringi isu-isu negatif terkait koperasi,” ucap Ahmad.
Urgensi LPS, imbuh Ahmad, dinilai sebagai keniscayaan karena akan memberikan rasa aman, kepastian, dan stabilitas usaha simpan pinjam yang dikembangkan koperasi. Dari 100 koperasi yang terdata saja, akumulasi dana yang dikelola mencapai Rp 100 triliun. Padahal, Indonesia memiliki sekitar 127.000 koperasi dan ada 779 koperasi yang asetnya di atas Rp 100 miliar.
General Manager Koperasi Kredit Obor Mas Leonardus Frediyanto mengatakan, dengan aset Rp 1,1 triliun di 2020, Obor Mas sudah memiliki jumlah simpanan anggota mencapai Rp 835 miliar. Adapun jumlah anggotanya mencapai 102.508 orang. Hingga posisi Juni 2021, jumlah simpanan naik menjadi Rp 905 miliar dengan jumlah anggota 111 ribu orang.
Dari 100 koperasi yang terdata saja, akumulasi dana yang dikelola mencapai Rp 100 triliun. Padahal, Indonesia memiliki sekitar 127.000 koperasi dan ada 779 koperasi yang asetnya di atas Rp 100 miliar.
Dengan jumlah simpanan anggota yang semakin banyak, tentu ada risiko. Untuk itu, kata Frediyanto, dibutuhkan mitigasi risiko dengan cara membentuk LPS. Tujuannya untuk memberikan rasa adil kepada semua anggota KSP. Padahla, koperasi itu dibangun masyarakat dengan semangat gotong royong dan saling percaya antar sesama anggota.
“Dia menabung di bank ada LPS. Mengapa menabung di koperasi tidak ada LPS? Ini berarti, tidak ada keadilan. Kalau disebutkan LPS membutuhkan dana Rp 1 triliun, semua pajak gerakan koperasi di Indonesia yang dikumpulkan dalam satu tahun buku saja bisa mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Obor Mas saja membayar pajak sudah mencapai Rp 1 miliar, ditambah lagi membayar bunga tabungan anggota kurang lebih Rp 200 juta per bulan,” ujar Frediyanto.
Dengan adanya LPS, lanjut Frediyanto, hal ini juga meningkatkan kepercayaan anggota dan masyarakat umum akan pengelolaan KSP. Karena kalau sudah ada LPS, pasti juga ada prosedur standar operasional yang harus dijalankan koperasi peserta LPS. Ada garis peraturan yang harus ditaati.
Ketua Pusat Studi UKM Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran Asep Mulyana mengatakan, LPS ini penting untuk perlindungan bagi anggota koperasi yang menyimpan dananya di koperasi. Kasus KSP Sejahtera Bersama maupun koperasi lainnya tidak akan terjadi kalau sudah ada LPS.
“Dana talangan LPS yang disiapkan sebesar Rp 1 triliun atau Rp 2 triliun dibandingkan risiko sosial yang akan terjadi sangat signifikan. Sebab, rush perbankan maupun koperasi berdampak sistemik,” ujar Asep.