Pengelola Lokapasar Blokir Akun Penjual Obat Tak Sesuai Ketentuan
Sejumlah pengelola lokapasar memblokir dan menurunkan produk dan atau akun mitra penjual obat terapi Covid-19 yang dinilai melanggar ketentuan pemerintah. Lonjakan permintaan dimanfaatkan dengan menaikkan harga.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pengelola lokapasar merespons Keputusan Menteri Kesehatan tentang Harga Eceran Tertinggi Obat dalam Masa Pandemi Covid-19 dengan menurunkan dan memblokir akun mitra penjual yang terdeteksi melanggar ketentuan pemerintah itu. Pemilik platform juga berupaya meningkatkan verifikasi berlapis setiap proses alur penjualan dan pembelian obat-obatan.
Sebelumnya, akhir pekan lalu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) obat terapi Covid-19 melalui Keputusan Menkes Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat dalam Masa Pandemi Covid-19. Ada 11 obat yang ditetapkan HET sesuai keputusan itu, yakni Favipiravir 200 mg (Rp 22.500 per tablet), Remdesivir 100 mg (Rp 510.000 per vial), Oseltamivir 75 mg (Rp 26.000 per kapsul), dan Intravenous Immunoglobulin 5% 50 ml (Rp 3.262.300 per vial).
Selain itu, Intravenous Immunoglobulin 10% 25 ml (Rp 3.965.000 per vial), Intravenous Immunoglobulin l07o 50 ml (Rp 6.174.900 per vial), Ivermectin 12 mg (Rp 7.500 per tablet). Kemudian, Tocilizrrmab 400 mg/20 ml (Rp 5.710.600 per vial), Tocilizumab 80 mg/4 ml (Rp 1.162.200 per vial), Azithromycin 500 mg (Rp 1.700 per tablet), dan Azithromycin 500 mg (Rp 95.400 per vial).
Kepala Kebijakan Publik Shopee Indonesia Radityo Triatmojo, Selasa (6/7/2021), di Jakarta, menyatakan, tim internal Shopee telah menurunkan lebih dari 500 produk kesehatan yang tidak sesuai dengan regulasi. Ratusan produk yang dimaksud meliputi dua kategori.
Kategori pertama, obat yang dijual dengan harga melebihi HET sesuai Keputusan Menkes HK.01.07/MENKES/4826/2021. Kategori kedua, Shopee menurunkan produk obat-obatan yang dilarang untuk diperjualbelikan secara bebas tanpa resep dokter.
Shopee menurunkan lebih dari 500 produk kesehatan yang tidak sesuai dengan regulasi. Produk itu meliputi obat yang dijual dengan harga melebihi HET serta obat-obatan yang dilarang diperjualbelikan bebas tanpa resep dokter.
Shopee juga memantau dan mengawasi peredaran perdagangan produk kesehatan, khususnya berkaitan dengan penanganan Covid-19, beserta harga jual di platformnya. Sebagai contoh tabung oksigen dan masker.
”Kami sudah sediakan tombol Laporkan Produk Ini di aplikasi Shopee Indonesia. Jadi, konsumen yang menemukan obat-obatan tidak sesuai dengan Keputusan Menkes HK.01.07/MENKES/4826/2021, produk yang dijual bebas tanpa resep dokter, atau kebutuhan penanganan Covid-19 yang harganya sangat tinggi, bisa segera pencet tombol itu,” ujarnya.
Assistant Vice President Marketplace Strategy and Merchant Policy Bukalapak Baskara Aditama juga menyebut sudah ada pemblokiran akun mitra penjual yang menjual obat-obatan tidak sesuai regulasi pemerintah. Pemblokiran juga diberlakukan kepada mitra yang menjual alat kesehatan, seperti tabung oksigen dan masker, dengan harga tidak wajar. Pengguna dapat ikut mengawasi dengan cara melaporkan temuannya melalui fitur BukaBantuan.
Sementara itu, Fransisca K Nugraha, Executive Vice President of Consumer Goods Blibli.com, menyampaikan, Blibli.com memperketat pengawasan produk obat-obatan setelah Kementerian Kesehatan mengeluarkan keputusan itu. Siapa pun mitra yang terdeteksi melanggar akan langsung ditindak dengan cara menurunkan konten produknya. Setiap mitra yang berjualan obat-obatan wajib mempunyai izin resmi, apalagi bagi mereka yang menjual produk dengan resep dokter.
”Kami menerapkan proses verifikasi berlapis dan bertanggung jawab di setiap alur proses pembelian obat-obatan resep dokter, dengan mewajibkan pembeli untuk menyertakan resep dokter resmi,” kata Fransisca.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, selama pandemi Covid-19, YLKI telah menerima sejumlah pengaduan tentang ketidakwajaran harga jual obat-obatan ataupun alat kesehatan pendukung penanganan Covid-19. Temuan ketidakwajaran harga jual produk itu terjadi di toko obat (apotek) luring ataupun platform perdagangan secara elektronik atau e-dagang.
”Kejadian ini mirip saat awal pandemi Covid-19. Harga melambung tinggi tidak wajar. Masyarakat sempat mengalami kelangkaan produk obat-obatan serta alat kesehatan,” ujarnya.
Perbedaannya, pada saat itu, dia mengamati pemerintah bersama penyedia platform e-dagang bertindak tegas menurunkan dan blokir akun mitra penjual. Harga jual kemudian berangsur-angsur turun dan kembali normal.
Sementara sekarang, situasi pandemi Covid-19 dinilai lebih berbahaya karena munculnya aneka varian virus penyebab Covid-19. Saat bersamaan, pengendalian harga jual tidak wajar obat-obatan terapi Covid-19 dan produk kesehatan lainnya kurang optimal.
”Angka kasus positif dan kematian warga karena Covid-19 terus naik. Pemerintah seharusnya semakin tegas menindak toko obat, apotek, ataupun platform e-dagang yang mengakomodasi penjualan obat-obatan terapi dan produk kesehatan penanganan Covid-19 dengan harga tidak wajar. Misalnya, blokir akunnya,” kata Tulus.
Fenomena itu juga tidak bisa serta-merta karena kesalahan masyarakat. Masyarakat telah menerima sejumlah provokasi serta ketidakjelasan informasi penanganan Covid-19.
Masyarakat telah menerima sejumlah provokasi serta ketidakjelasan informasi penanganan Covid-19.
Menurut Tulus, tugas pemerintah sekarang adalah hadir dan menegaskan kepada masyarakat bahwa stok obat-obatan terapi dan produk kesehatan pendukung penanganan Covid-19 cukup. Informasi kecukupan stok harus disampaikan ke masyarakat secara transparan.
”Kalau perlu, pemerintah terjun melakukan operasi pasar ke toko obat ataupun apotek luring agar masyarakat bisa tenang,” katanya.
Kompas mencoba menelusuri Remdesivir 100 mg di mesin pencari Google. Salah satu temuan kontennya adalah produk itu masih dipromosikan di salah satu platform lokapasar, tetapi begitu diklik, laman memunculkan keterangan ”Tujuan tidak ditemukan. Kita balik ke beranda, yuk”.
Sementara hasil penelusuran Ivermectin 12 mg yang seharusnya dijual Rp 7.500 per tablet, tetapi info di salah satu lokapasar dijual Rp 80.000 dua tablet meski sudah dihapus. Hasil mesin pencarian Google masih menunjukkan obat Ivermectin 12 mg masih bertebaran dengan gambar per kotak disertai harga ratusan ribu di sejumlah lokapasar. Namun, begitu diklik, informasi itu tidak ada.