Tunggakan Klaim Penanganan Covid-19 Sudah Bisa Dicairkan
Kementerian Keuangan sudah menganggarkan Rp 10,6 triliun yang telah 100 persen terpakai hingga 30 Juni 2021. Untuk semester II-2021, pemerintah memperkirakan jumlah anggaran untuk klaim rumah sakit Rp 11,97 triliun.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memastikan pencairan tunggakan klaim biaya penanganan Covid-19 pada tahun anggaran 2020 sebesar Rp 2,69 triliun ke rumah sakit segera dicairkan pekan ini. Tunggakan tersebut muncul akibat mekanisme audit yang memakan waktu lama.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Senin (5/7/2021), mengatakan, tunggakan klaim pada 2020 tersebut sudah dapat dicairkan Kementerian Kesehatan mulai awal pekan ini.
”Pembayaran dilakukan sejalan dengan proses audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) masih berlangsung. Jadi, tunggakan tidak bisa dilunasi secara langsung,” ujar Isa.
Secara total, sepanjang 2020, pemerintah menanggung biaya penanganan pasien Covid-19 di rumah sakit yang jumlahnya lebih dari Rp 23 triliun. Hingga berita ini diturunkan, pemerintah sudah membayar tagihan klaim pasien Covid-19 pada 2020 yang jumlahnya Rp 20,63 triliun.
Hingga berita ini diturunkan, pemerintah sudah membayar tagihan klaim pasien Covid-19 pada 2020 yang jumlahnya Rp 20,63 triliun.
Secara rinci, Kementerian Keuangan telah membayarkan klaim senilai Rp 14,53 triliun untuk 200.545 pasien pada 1.575 rumah sakit rujukan. Di luar itu, tunggakan tahun 2020 yang telah dibayarkan pada 2021 sebesar Rp 6,1 triliun, terdiri dari Rp 5,6 triliun ketelanjuran pembayaran menggunakan alokasi klaim 2021 (akan dilakukan audit BPKP) dan Rp 526 miliar dari buka blokir tunggakan 2020.
Sementara sisanya, tunggakan biaya penanganan Covid-19 tahun 2020 yang nilainya Rp 2,69 triliun dalam beberapa waktu terakhir sudah ada dalam proses penetapan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA).
”Sisa tunggakan tersebut mulai bisa dicairkan hari ini (5/7/2021) atau besok (6/7/201) oleh Kementerian Kesehatan,” kata Isa.
Sementara untuk paruh pertama tahun ini, Isa menjelaskan, Kementerian Keuangan sudah menganggarkan Rp 10,6 triliun yang telah 100 persen terpakai hingga 30 Juni 2021. Adapun untuk semester II-2021, pemerintah memperkirakan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk klaim rumah sakit Rp 11,97 triliun.
”Untuk pencairan anggaran klaim rumah sakit penanganan Covid-19 di paruh kedua tahun ini, prosesnya sudah berlangsung dan akan bisa segera dicairkan,” ucap Isa.
Adapun untuk semester II-2021, pemerintah memperkirakan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk klaim rumah sakit Rp 11,97 triliun.
Anggota Komisi XI dari Partai Amanat Nasional, Saleh Partaonan Daulay, menekankan pelunasan tunggakan klaim rumah sakit harus menjadi prioritas pemerintah. Pasalnya, rumah sakit menjadi ujung tombak penanganan Covid-19 sehingga kinerja dan operasional rumah sakit harus diperkuat agar tidak kolaps.
”Dalam memberikan layanan, rumah sakit membutuhkan anggaran karena obat-obatan yang digunakan memakai dana operasional rumah sakit. Ini tidak murah dan jika tidak diganti akan mengganggu aliran kas mereka,” ucap Saleh.
Insentif tenaga kesehatan
Kementerian Keuangan mencatat, pembayaran insentif tenaga kesehatan pusat sudah mencapai Rp 2,65 triliun per 30 Juni 2021. Alokasi ini setara dengan 69,8 persen dari pagu 2021 yang sebesar Rp 3,79 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pembayaran insentif tersebut disalurkan untuk 323.486 tenaga kesehatan yang bekerja di 6.198 fasilitas kesehatan. Sementara untuk pembayaran santunan kematian mencapai Rp 49,8 miliar. Jumlah ini setara dengan 99,6 persen dari pagu yang diberikan sebesar Rp 50 triliun.
”Pembayaran santunan kematian diberikan untuk 166 tenaga kesehatan yang wafat,” kata Sri Mulyani.
Realisasi pemberian insentif bagi tenaga kesehatan daerah masih sangat minim. Hal ini terlihat dari alokasi Rp 8,15 triliun melalui dana alokasi umum atau dana bagi hasil baru terealisasi Rp 650 miliar.
Realisasi pemberian insentif bagi tenaga kesehatan daerah masih sangat minim. Hal ini terlihat dari alokasi Rp 8,15 triliun melalui dana alokasi umum atau dana bagi hasil baru terealisasi Rp 650 miliar. Jumlah tersebut terdiri dari alokasi untuk provinsi Rp 120 miliar dan untuk kota kabupaten/kota sebesar Rp 530 miliar.
Dalam wawancara khusus Kompas pada Kamis (1/7/2021), Sri Mulyani mengungkapkan masalah lambannya pencairan insentif di daerah disebabkan penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang memerlukan waktu.
”Kami punya semua datanya, daerah mana yang sudah ditransfer uang, tetapi belum dibelanjakan. Kami rapatkan hal itu untuk memperbaiki mekanisme dan mempercepat penyaluran, terutama yang ada di zona merah. Apabila belum cepat juga, Juli ini kami akan lakukan intercept langsung,” ujarnya.