Dana Belanja Tak Terduga DKI Jakarta untuk Penanganan Covid-19 Menipis
Pemerintah Provinsi dan DPRD DKI Jakarta segera bahas pergeseran anggaran.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dana belanja tidak terduga atau BTT DKI Jakarta untuk penanggulangan Covid-19 2021 kian kritis, dari awalnya Rp 2,133 triliun tersisa Rp 84 miliar. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD memastikan kembali ada pergeseran anggaran sejumlah kegiatan dari satuan kerja perangkat daerah atau SKPD untuk membantu pembiayaan.
Edi Sumantri, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta, dalam rapat kerja dengan Komisi C Bidang Keuangan DPRD, Rabu (23/6/2021), menjelaskan, pada pelaksanaan pembiayaan penanganan Covid-19 semester I-2021, anggaran BTT untuk Covid-19 itu dialihkan langsung ke program atau kegiatan belanja SKPD sebesar Rp 1,946 triliun.
Dari pengalihan anggaran itu tersisa Rp 186,305 miliar. Namun, di luar pengalihan itu ada penggunaan dana BTT untuk sejumlah pembiayaan dinas lingkungan hidup, satpol PP, dan dinas perhubungan. ”Minggu ini atau pekan depan akan kami cairkan. Sisanya tinggal Rp 84 miliar. Angka ini termasuk angka kritis,” ujar Edi.
S Andyka, anggota Komisi C, menjelaskan, anggaran BTT dalam proses pembahasan. Dana sebesar itu bukan refocusing atau pergeseran anggaran dari kegiatan lain untuk mendanai penanganan Covid-19. ”Memang difokuskan untuk BTT,” jelasnya.
Hanya saja, sesuai ketentuan baru PMK Nomor 17 Tahun 2021, anggaran BTT itu bisa langsung dimasukkan anggaran SKPD. Dengan begitu, pengalihan atau penggeseran dari mata anggaran BTT ke dana pelaksanaan anggaran SKPD-SKPD itu untuk percepatan penggunaan pembiayaan penanganan Covid-19.
Dengan kondisi itu, nantinya perlu ada penggeseran sejumlah anggaran kegiatan dari sejumlah SKPD untuk membiayai penanganan Covid-19. ”Untuk pergeseran anggaran ini tetap pihak pemprov harus mengajak kami dari Komisi C ini duduk bersama membahas,” ujar Andyka.
Proyeksi pergeseran anggaran juga bisa dilakukan dari anggaran bantuan sosial tunai (BST) yang sudah dianggarkan sekitar Rp 600 miliar dan belum terpakai. Lalu, dari piutang dana bagi hasil (DBH) yang kemungkinan akan dibayarkan di awal Juli 2021. ”Dengan pergeseran-pergeseran itu, proyeksi penambahan anggaran BTT bisa mencapai Rp 1 triliun,” ucapnya.
Dengan kasus Covid-19 yang terus naik, ujar Andyka, sampai 23 Juni 2021 realisasi penerimaan pendapatan DKI dari pajak baru mencapai Rp 12,5 triliun. Kemudian, dari pembayaran piutang dana bagi hasil tahap tahap pertama ada Rp 2,5 triliun, sedangkan target pendapatan DKI Jakarta dari pajak pada 2021 adalah Rp 43 triliun.
Secara terpisah, Mujiyono, Ketua Komisi A Bidang Pemerintahan DPRD DKI Jakarta, menyatakan, mencermati postur anggaran DKI Jakarta di mana realisasi pendapatan masih rendah, menjadi alasan DKI enggan menerapkan pengetatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), seperti dilakukan tahun lalu.
Dalam kondisi normal, sampai dengan tengah tahun pendapatan asli daerah (PAD) DKI Jakarta seharusnya sudah mencapai 40 persen lebih. Namun, dengan pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, realisasi PAD masih rendah.
”Pengetatan PSBB atau lockdown tidak akan efektif jika dilakukan saat pendapatan daerah sedang surut. Namun. sekarang ini yang perlu dipahami, lockdown itu kewenangannya di pemerintah pusat,” katanya.