Skema pembiayan dan harga pemasangan PLTS atap kerap menjadi pertanyaan bagi calon konsumen, khususnya di kalangan rumah tangga. Koperasi bisa hadir mengambil peran dalam hal pembiayaan murah.
Oleh
STEFANUS OSA/M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koperasi berpeluang besar menggarap pengembangan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS atap lewat skema pembiayaan. Skema pembiayaan yang bersifat gotong royong yang ditawarkan koperasi dapat menjadi opsi strategis.
Berdasarkan survei, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Services Reform (IESR) Marlistya Citraningrum mengatakan, lebih dari 50 persen calon konsumen menanyakan penghematan yang bisa diperoleh, harga yang harus dibayar, dan skema pembiayaan sebelum memasang PLTS atap.
”Dalam hal ini, koperasi dapat menjangkau pasar yang lebih luas dan beragam, misalnya dengan menyediakan skema pembiayaan,” ujarnya pada lokakarya berjudul ”Koperasi sebagai Agen Perubahan dalam Pembiayaan Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim” yang diselenggarakan secara daring, Kamis (24/6/2021).
Potensi yang masih bisa digarap di Jateng untuk kelompok bisnis/komersial mencapai 9,8 persen (16.000 unit) dan UMKM 10,8 persen (450.000 unit).
IESR telah melakukan survei pasar di Jabodetabek, Surabaya, tujuh kota di Jawa Tengah, dan tiga kota di Bali. Untuk Jateng dan Bali, survei dilakukan bagi kelompok bisnis/komersial dan UMKM. Potensi yang masih bisa digarap di Jateng untuk kelompok bisnis/komersial mencapai 9,8 persen (16.000 unit) dan UMKM 10,8 persen (450.000 unit). Sementara di Bali potensi kelompok bisnis/komersial mencapai 21,1 persen dan UMKM 14,7 persen.
Pembiayaan masih menjadi masalah bagi calon pengguna dari kelompok UMKM. Marlistya memaparkan, sebanyak 43,8 persen responden UMKM di Jateng memilih membeli perangkat PLTS atap dengan kredit dan dengan biaya pemasangan. Tenor yang diminati lebih dari 24 bulan.
Salah satu koperasi yang telah menawarkan kredit energi sejak 2015 adalah Koperasi Amoghasiddhi. Untuk pembiayaan pemasangan PLTS atap di skala rumah tangga, pendiri Koperasi Amoghasiddhi Ida Ayu Maharatni mencontohkan, koperasinya dapat menawarkan PLTS yang bersifat on-grid dengan daya puncak 2 kilowatt peak seharga Rp 37 juta melalui kerja sama dengan vendor. Dengan uang muka 30 persen, cicilannya berkisar Rp 700.000-an per bulan selama 5 tahun.
Tak hanya kredit bagi pemasangan PLTS atap, Koperasi Amoghasiddhi juga menawarkan skema pembiayaan untuk kendaraan listrik. ”Kami ingin berkontribusi mengurangi emisi karbon,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Hingga saat ini, proporsi debitor kredit energi sebesar 2,41 persen dari keseluruhan peminjam. Dari total piutang yang beredar dari Koperasi Amoghasiddhi, sektor energi memiliki proporsi 1,89 persen. Sepanjang 2017-2021, pendapatan koperasi dari kredit energi sebesar 3,14 persen atau sekitar Rp 103,7 juta.
Tak hanya kredit bagi pemasangan PLTS atap, Koperasi Amoghasiddhi juga menawarkan skema pembiayaan untuk kendaraan listrik.
Skema pembiayaan untuk energi bersih merupakan salah satu bentuk aktivitas ekonomi yang mendukung upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Aktivitas lainnya berupa usaha berbasis komoditas pertanian, perkebunan, dan perikanan yang menerapkan prinsip-prinsip kelestarian.
Dalam rangka mendukung pembiayaan aktivitas tersebut, Chairperson Yayasan Inisiatif Dagang Hijau Fitrian Ardiansyah menyebutkan, saat ini telah mengumpulkan dana hingga sekitar 500 juta dollar AS. ”Kami dapat menjembatani agregator petani dengan pembiayaan dan offtaker. Koperasi dapat berperan sebagai agregator,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Dia mencontohkan skema pembiayaan untuk peremajaan perkebunan yang memakan waktu hingga 5 tahun. Di tahun pertama, pihaknya dapat membantu 100 persen pembiayaan lalu berkurang secara bertahap dan digantikan dengan kombinasi kredit perbankan.