Peternakan di luar negeri rata-rata mengelola minimal sekitar 1 juta ekor ayam. Peternak rakyat mengelola ayam jauh di bawah jumlah tersebut sehingga ada pihak pengepul yang cenderung mengendalikan harga.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO menyatakan perubahan regulasi Indonesia belum sesuai dengan tuntutan Brasil pada November 2020, kedua negara tengah dalam proses banding. Indonesia harus mengantisipasinya lewat pembenahan struktur harga daging ayam dari tingkat peternak hingga ke konsumen dalam satu tahun ke depan.
Rangkuman kasus DS484 tentang tuntutan Brasil pada Indonesia mengenai importasi produk dan daging ayam yang diterbitkan di laman resmi WTO menunjukkan, Indonesia memberitahukan keputusan mengajukan banding ke Badan Banding (Appellate Body) kepada Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) pada 17 Desember 2020. Lima hari kemudian, Brasil memberitahukan keputusan untuk banding pada DSB.
Organisasi Pangan Dunia (FAO) mendata, harga daging ayam Brasil dan Amerika Serikat (AS) per Mei 2021 masing-masing mencapai 1,528 dollar AS per kilogram (kg) dan 1,171 dollar AS per kg atau senilai Rp 22.007 per kg dan Rp 16.865 per kg berdasarkan referensi kurs Bank Indonesia. Jika dibandingkan dengan rata-rata nasional harga daging ayam di tingkat konsumen, berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis, angka pada Mei 2021 bergerak di rentang Rp 36.000 per kg–Rp 39.000 per kg.
Secara spesifik, Brasil ingin mendapat akses pasar ke Indonesia. Dalam kasus tuntutan tersebut, Brasil turut didukung oleh AS, Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan, China, Chile, Selandia Baru, Norwegia, Vietnam, Paraguay, China Taipei, India, Australia, Argentina, Federasi Rusia, Kanada, Thailand, Oman, dan Qatar sebagai pihak ketiga.
Peternak rakyat Indonesia mesti berhimpun dan membentuk kelompok dengan jumlah ayam ternak lebih besar agar semakin efisien dalam pengelolaannya dan permodalannya.
Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University Muladno menilai, peternak rakyat Indonesia mesti berhimpun dan membentuk kelompok dengan jumlah ayam ternak lebih besar agar semakin efisien dalam pengelolaannya dan permodalannya. Langkah ini dapat memperbaiki struktur harga daging ayam dari peternak hingga konsumen.
”Peternakan di luar negeri rata-rata mengelola minimal sekitar 1 juta ekor ayam. Peternak rakyat mengelola ayam jauh di bawah jumlah tersebut sehingga ada pihak pengepul. Dampaknya, pengepul yang menikmati dan mengendalikan harga, bukan peternak,” tuturnya saat dihubungi, Minggu (20/6/2021).
Agar peternak dapat berhimpun dan mengelola ayam sebanyak 1 juta ekor, imbuh Muladno, pemerintah pusat dan daerah mesti memfasilitasi. Menurut dia, alokasi anggaran, pendapatan, dan belanja daerah maupun negara harus ada yang ditujukan untuk membangun infrastruktur kandang yang memenuhi standar kesehatan hewan bagi himpunan peternak rakyat tersebut.
Selain anggaran, syarat lainnya ialah regulasi yang mendorong penggabungan peternak rakyat serta teknologi dan inovasi dari perguruan tinggi. Dia menilai, waktu yang dibutuhkan untuk menikmati dampak dari penggabungan peternak pada pembenahan struktur harga ayam dalam negeri sulit dicapai dalam setahun. ”Hal ini bergantung dari realisasi dari anggaran dan regulasi tersebut,” katanya.
Alokasi anggaran, pendapatan, dan belanja daerah ataupun negara harus ada yang ditujukan untuk membangun infrastruktur kandang yang memenuhi standar kesehatan hewan bagi himpunan peternak rakyat.
Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Makmun Junaidi mendorong peternak rakyat kecil berhimpun menjadi koperasi yang skala usahanya lebih besar. Dengan adanya koperasi, peternak memiliki kekuatan modal, sumber daya manusia, dan pemasaran yang lebih luas. Koperasi ini juga diarahkan untuk menggarap pengolahan ayam pedaging.
Selain itu, dia mengatakan, Kementerian Pertanian telah meminta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk memberikan akses pada pemerintah daerah dalam membangun atau merehabilitasi rumah potong hewan umum dengan dana alokasi khusus. ”Bappenas sudah membuka aksesnya pada 2022. Akses ini diharapkan dapat dinikmati oleh daerah-daerah produsen perunggasan,” katanya.
Di sisi lain, Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah, Parjuni, khawatir adanya pasokan ayam pedaging berlebih pada akhir Juni atau awal Juli nanti. Pasokan berlebih ini dapat memukul harga peternak di bawah ongkos produksi.
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen menyebutkan, harga acuan ayam pedaging di tingkat peternak sebesar Rp 19.000–Rp 21.000 per kg. Harga acuan daging ayam ras di tingkat konsumen sebesar Rp 35.000 per kg.