Ribuan Peternak Ayam di Jawa Barat Terancam Bangkrut
Turunnya permintaan pasar menyebabkan harga ayam pedaging di tingkat peternak di Jawa Barat anjlok. Pemerintah didorong menyerap ayam dari peternak untuk memenuhi bantuan pangan kepada masyarakat selama pandemi Covid-19.
Oleh
MELATI MEWANGI/TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Turunnya permintaan pasar menyebabkan harga ayam pedaging di tingkat peternak di Jawa Barat anjlok ke Rp 6.000-Rp 8.000 per kilogram. Pemerintah didorong menyerap ayam dari peternak untuk memenuhi bantuan pangan kepada masyarakat selama pandemi Covid-19. Tanpa itu, peternak terancam bangkrut.
Dengan membeli ayam langsung dari peternak, pemerintah ikut membantu peternak agar tidak bangkrut. Upaya ini juga dapat menyelamatkan sektor usaha turunan lainnya, seperti penyedia pakan, rumah potong, dan jasa distribusi.
”Pemerintah perlu membeli ayam-ayam dari peternak untuk dimasukkan dalam bantuan pangan yang disalurkan ke warga terdampak Covid-19. Jika tidak, akan banyak peternak gulung tikar,” ujar Ketua Umum Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Herry Dermawan di Kota Bandung, Jabar, Kamis (16/4/2020).
Herry mengatakan, penurunan harga ayam di tingkat peternak terjadi sejak Februari. Saat itu, harga ayam turun menjadi Rp 17.000 per kg dari sebelumnya Rp 20.000 per kg.
Imbauan pembatasan yang digaungkan sejak pertengahan Maret membuat permintaan pasar merosot. Akibatnya, harga ayam anjlok menjadi Rp 6.000 per kg. ”Penjualan di pasar menurun drastis. Jika sebelumnya pedagang bisa menjual 100 ekor per hari, kini hanya 10 ekor per hari,” ujarnya.
Turunnya permintaan membuat ayam di sentra peternakan, seperti Kabupaten Ciamis, tidak terserap. Alhasil, peternak merugi karena harga jual ayam jauh lebih kecil dari biaya pokok produksi yang mencapai Rp 18.000 per kg.
Herry mengatakan, peternak ayam di Ciamis mencapai 12.000 peternak. Saat ini, sekitar 70 persen di antaranya sudah tidak lagi mengoperasikan kandangnya secara optimal.
Dengan membeli ayam langsung dari peternak, pemerintah ikut membantu peternak agar tidak bangkrut.
Untuk menekan kerugian, peternak tidak lagi memberi pakan sejak dua pekan terakhir. Mereka pun terancam bangkrut.
”Jika ayamnya tidak diurusi, ruginya hanya Rp 3.000 per kg. Namun, kalau dipelihara bisa rugi Rp 10.000 per kg untuk biaya pakan dan pekerja,” ujarnya.
Herry berharap pemerintah mengakomodasi potensi pangan di suatu daerah dalam menyalurkan bantuan pangan selama pandemi Covid-19. Dana dari realokasi APBD dapat digunakan untuk membeli ayam dari peternak.
Kesulitan juga dialami peternak ayam di Kabupaten Purwakarta. Wanda Fransiska (61), pemilik peternakan ayam di Purwakarta dan Sumedang, mengatakan, harga ayam di tingkat peternak sempat anjlok menjadi Rp 4.000 per kg pada awal Maret.
Padahal, harga ayam di bulan sebelumnya masih Rp 20.000 per kg. ”Para peternak seperti menangis darah. Sekarang harga (ayam) jatuh sekali,” ucapnya.
Ayam dari peternakan milik Wanda didistribusikan ke sejumlah pasar tradisional di Purwakarta, Karawang, dan Sumedang. Biasanya ia memasok 2.000-3.000 ekor ayam per hari, tetapi kini hanya setengahnya.
Wanda menduga, berkurangnya permintaan itu karena banyak warung makan dan restoran tutup sementara waktu. Selain itu, pembeli enggan berbelanja langsung ke pasar untuk meghindari kontak dengan banyak orang.
Menurunnya permintaan pasar membuat Wanda terpaksa menjual ayamnya dengan harga murah. Sebab, jika tidak dijual, biaya perawatan kian membengkak.
Menurut Sekretaris Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta Ade M Amin, anjloknya harga ayam di tingkat peternak karena melimpahnya populasi ayam. Pada 2017, tercatat populasi ayam mencapai 6.670.232 ekor. Populasinya kian bertambah di tahun berikutnya menjadi 6.796.966 ekor dan pada 2019 menjadi 7.054.957 ekor.
”Terlebih dalam situasi sekarang daya beli turun. Rumah makan banyak yang mengurangi aktivitas karena sepi pembeli,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi Jabar mengalokasikan anggaran Rp 16,2 triliun untuk menanggulangi dampak sosial dan ekonomi akibat Covid-19. Sejumlah Rp 3,2 triliun di antaranya ditujukan untuk bantuan pangan dan tunai. Bantuan diberikan Rp 500.000 per keluarga. Rinciannya, sepertiga di antaranya berupa uang tunai, sementara sisanya berbentuk sembako.