Kementerian Investasi mengajukan usulan tambahan anggaran untuk tahun 2022 sebesar Rp 608,5 miliar. Tambahan itu dibutuhkan untuk menjalankan beberapa program guna mencapai target realisasi investasi yang ambisius.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen pada 2022, pemerintah terus menggenjot target realisasi investasi hingga mencapai Rp 1.200 triliun. Namun, di tengah upaya mencapai target yang tinggi itu, alokasi pagu anggaran Kementerian Investasi pada RAPBN tahun 2022 justru berkurang dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Berdasarkan Pagu Indikatif Belanja Kementerian/Lembaga Tahun 2022, Kementerian Investasi mendapatkan pagu indikatif sebesar Rp 711,5 miliar. Alokasi itu turun 35 persen dibandingkan dengan pagu anggaran Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tahun 2021 sebesar Rp 1.089 miliar yang kemudian difokuskan menjadi Rp 930 miliar.
Di sisi lain, target realisasi investasi terus dipacu. Tahun 2021 ini, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, realisasi investasi sebenarnya dipatok senilai Rp 858,5 triliun. Namun, Presiden Joko Widodo memasang target lebih tinggi di angka Rp 900 triliun.
Pada tahun 2022, target realisasi investasi direncanakan senilai Rp 968,4 triliun dalam RPJMN 2020-2024. Namun, target realisasi investasi pada 2022 tersebut kembali dipacu agar bisa mencapai Rp 1.100 triliun-Rp 1.200 triliun.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR untuk membahas rencana kerja anggaran tahun 2022, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan, di tengah konsumsi rumah tangga yang stagnan dan cenderung menurun selama pandemi akibat lemahnya daya beli, investasi memang dijadikan andalan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,4-6 persen pada 2022.
”Setelah konsumsi rumah tangga, investasi itu kontributor terbesar kedua terhadap pertumbuhan ekonomi kita. Berhubung sekarang grafik konsumsi sudah stuck, bahkan cenderung turun, makainvestasi ini yang harus kita dongkrak,” kata Bahlil, Selasa (8/6/2021).
Meski demikian, Bahlil mempertanyakan anggaran kementerian yang justru menurun di tengah target yang tinggi. ”Jujur saja, ketika masih berbentuk badan (BKPM), anggaran kami tinggi. Tetapi, begitu sekarang jadi kementerian, anggarannya malah turun. Saya juga bingung,” ujarnya kepada pimpinan dan anggota Komisi VI DPR.
Dalam rapat itu, Kementerian Investasi pun mengajukan usulan tambahan anggaran sebesar Rp 608,5 miliar. Permintaan itu juga sudah disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Tambahan anggaran dibutuhkan untuk menjalankan beberapa program dan kegiatan guna mencapai target realisasi investasi tahun 2022.
Hal itu, antara lain, pembentukan Satuan Tugas Percepatan Investasi, revitalisasi proyek strategis nasional termasuk pengembangan kawasan ekonomi khusus, upaya peningkatan peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business/EoDB), eksekusi realisasi investasi mangkrak, dan kebutuhan operasional di wilayah.
Sistem OSS
Salah satu tugas besar lain yang harus dikerjakan Kementerian Investasi adalah menyiapkan sistem perizinan berusaha berbasis risiko (OSS/online single submission). Seharusnya, target awal, sistem OSS sudah bisa berlaku pada Juni 2021 ini. Namun, Bahlil mengatakan, masih ada kendala regulasi tingkat peraturan menteri yang membuat sistem itu baru bisa diterapkan Juli 2021.
Porsi terbesar pekerjaan rumah yang belum tuntas ada pada Kementerian Perindustrian. Dari 3.767 klasifikasi baku lapangan usaha (KBLI)/aktivitas usaha yang harus dibuat peraturan detailnya, masih ada 2.000 KBLI yang persiapannya belum selesai dan sebanyak 1.369 KBLI ada di ranah Kemenperin.
”Nanti 2 Juli, menurut rencana, OSS sudah mulai kita terapkan, tetapi dengan catatan KBLI yang sekarang masih mandek di kementerian-kementerian itu bisa masuk segera. Karena setiap KBLI harus dikembangkan lagi di aplikasi. Kalau terlambat masuk peraturannya, terlambat juga pengembangan aplikasinya,” kata Bahlil.
Komisi VI DPR mendukung pengajuan usulan tambahan anggaran Kementerian Investasi. Namun, Kementerian Investasi diminta menjelaskan lebih detail alokasi anggaran serta target program dan kegiatan yang hendak disasar dengan penambahan anggaran tersebut.
”Jangan sampai dengan anggaran yang sudah terbatas, penambahan anggaran yang tidak signifikan pula, target yang besar, lalu kita boros di beberapa sektor yang sebenarnya tidak perlu sehingga jadi tidak optimal,” kata anggota Komisi VI DPR, Abdul Hakim Bafagih.
Strategi terintegrasi
Menurut Direktur Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal, di tengah pandemi yang mendisrupsi pasar kerja dan perdagangan global, investasi manufaktur yang bersifat padat karya dan bernilai tambah tinggi perlu dijadikan prioritas.
Namun, agar investasi yang masuk berdampak optimal bagi penguatan daya saing industri dalam negeri, pemerintah diminta mengintegrasikan strategi kebijakan di bidang perdagangan, investasi, dan perindustrian.
Sebab, iklim usaha yang kondusif tidak hanya ditentukan berdasarkan kemudahan izin saat mendirikan usaha, tetapi juga kelancaran dalam menjalankan dan mengembangkan usaha. Menurut dia, kebijakan perdagangan, investasi, dan industri saat ini kerap tidak sejalan.
Contohnya, kebijakan impor yang longgar kerap menggerus penyerapan produk dalam negeri, khususnya yang dihasilkan industri kecil-menengah. Di sisi lain, tanpa upaya penguatan daya saing industri dan peningkatan investasi di sektor manufaktur, berbagai strategi perjanjian dagang juga tidak akan optimal mendorong Indonesia menjadi pemain di pasar global.
”Harus ada perubahan paradigma. Tidak bisa lagi berdiri sendiri-sendiri kalau mau dampak yang optimal. Kalau pemerintah menyadari reformasi struktural itu penting, seharusnya kebijakan investasi juga didukung dengan strategi yang sejalan dari sisi perdagangan dan manufaktur,” kata Faisal. (AGE)