Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mendorong peningkatan aktivitas usaha di Pelabuhan Perikanan Samudra Bungus, Padang, Sumatera Barat. Pengolahan tuna adalah salah satu industri yang potensial.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mendorong peningkatan aktivitas usaha di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus, Padang, Sumatera Barat. Pengolahan tuna menjadi salah satu industri yang berpotensi dikembangkan di Sumbar.
Di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus, terdapat satu unit pengolahan ikan dengan produk antara lain tuna steak, tuna loin, tuna saku, belly tuna, dan tetelan yang ditujukan untuk pasar ekspor. Kapasitas produksinya mencapai 20 ton bahan baku per hari.
”Industri ini harus kita dorong supaya lebih bagus. Sarana prasarana kita perbaiki. Alat tangkap juga kita perbaiki, alat tangkap ramah lingkungan,” kata Menteri Trenggono ketika berkunjung ke PPS Bungus, Rabu (2/6/2021).
Trenggono berharap produktivitas perusahaan ditingkatkan agar nilai ekonomi yang dihasilkan lebih besar. Usaha-usaha baru juga didorong tumbuh karena potensi perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 572, Samudra Hindia bagian barat Sumatera dan Selat Sunda, termasuk Sumbar, masih sangat besar, terutama tuna.
Trenggono juga meminta jajarannya membangun ekosistem pelabuhan menjadi lebih hidup. Salah satu fasilitas yang perlu disiapkan adalah kamar dingin (coldstorage) untuk menampung ikan hasil tangkapan nelayan agar kualitasnya terjaga.
”Nilai tukar nelayan mesti ditingkatkan agar kesejahteraan mereka menjadi lebih baik,” katanya. Oleh sebab itu, peningkatan aktivitas usaha di PPS Bungus mesti terus dilakukan.
Sejak ada pabrik di PPS Bungus, kapal-kapal besar sudah mulai datang. Beberapa waktu lalu, sampai 20 kapal dari Jakarta.
Berdasarkan data KKP, volume produksi perikanan di PPS Bungus pada 2020 mencapai 4.776.149 kilogram dengan nilai sebesar Rp 111,02 miliar. Sementara itu, nilai ekspor tuna selama periode 2016-2019 sebesar Rp 32,3 miliar.
Secara terpisah, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar Yosmeri mengatakan, pemerintah daerah terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia nelayan penangkap tuna di provinsi ini. Selain itu, alih teknologi nelayan juga dilakukan agar hasil dan kualitas tangkapan semakin baik.
Beberapa tahun sebelumnya, kata Yosmeri, jumlah nelayan yang bersedia melaut dalam jangka waktu lama masih minim dan fasilitas untuk penyimpanan ikan tuna masih belum memadai. Padahal, untuk penangkapan tuna butuh waktu sekitar 2 pekan hingga 3 bulan dan kapal mesti dilengkapi mesin pendingin.
”Beberapa tahun belakangan, nelayan sudah bisa bertahan di laut minimal 15 hari agar hasil tangkapan tuna lebih banyak. Kapal-kapal juga sudah mulai dimodifikasi sesuai kebutuhan kapal ikan tuna. Kami juga memberikan pelatihan penanganan pascatangkap agar kualitas ikan tuna terjaga,” kata Yosmeri.
Peningkatan produksi ikan tuna juga didorong DKP Sumbar dengan mempermudah perizinan bagi kapal besar dari luar provinsi. Salah satu kendala di Sumbar, kata Yosmeri, adalah tidak adanya kapal-kapal besar penangkap tuna.
Kemudahan izin dan tersedianya pabrik pengolah ikan tuna nenjadikan kapal-kapal besar itu tertarik membongkar hasil tangkapannya di PPS Bungus. ”Sejak ada pabrik di PPS Bungus, kapal-kapal besar sudah mulai datang. Beberapa waktu lalu sampai 20 kapal dari Jakarta,” ujarnya.