Hari Teh Internasional yang diperingati setiap 21 Mei menjadi momentum untuk kembali menghargai beragam teh lokal. Beragam teh Nusantara mesti tetap menjadi tuan rumah di negara sendiri.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
Jajaran ragam teh yang dipetik dan tumbuh di Nusantara berbaris pada rak pusat perbelanjaan ataupun etalase kaca layar gawai. Agar tak kalah memikat dari teh impor, pemain dalam negeri bergeliat dan bersiasat, khususnya dalam memanfaatkan perubahan pilihan makanan-minuman masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menyebutkan, selama pekan pertama kuncitara di masa pandemi Covid-19, penjualan teh untuk dinikmati dalam hunian melonjak 75 persen di sejumlah negara konsumen. Peningkatan penjualan teh tersebut mengompensasi penurunan konsumsi di luar rumah, seperti di restoran atau kafe.
Menanggapi perubahan konsumsi minum teh tersebut, Direktur Marketing Holding Perkebunan Nusantara atau PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Dwi Sutoro mengatakan, perusahaan tengah bersiap meluncurkan produk terbaru. Peluncuran ini juga dilatarbelakangi oleh permintaan konsumen terhadap minuman yang memiliki khasiat kesehatan selama pandemi.
”Kami akan meluncurkan varian teh oolong yang kaya antioksidan,” katanya saat wawancara khusus secara daring, Jumat (21/5/2021).
Di tengah sorotan konsumen pada minuman yang menunjang kesehatan, Ketua Umum Dewan Teh Indonesia Rachmad Gunadi menilai, paduan teh dengan rempah-rempah berpeluang naik panggung. Menurut dia, sejumlah rempah-rempah dapat berkhasiat pada pembentukan daya tahan tubuh.
Paduan teh dengan rempah-rempah berpeluang naik panggung. Sejumlah rempah-rempah dapat berkhasiat pada pembentukan daya tahan tubuh.
Untuk menyambut tren konsumsi tersebut, Direktur Komersial PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI Frans Marganda Tambunan mengunggulkan teh hijau Liki. Liki merupakan jenama teh yang dikelola PT Mitra Kerinci, anak usaha RNI. Teh hijau Liki berada di kelas premium dengan nama variasi produk Teh Hijau Original, Teh Hijau Melati, dan Teh Minang Hijau.
”Teh Minang Hijau berisi teh hijau loose tea dengan grade I atau Pekoe Super yang mengandung antioksidan. Teh ini juga memiliki rasa sepat yang khas,” ujar Frans.
Di sisi lain, pendiri PT Koleksi Teh Indonesia Wahyu Raja Galuh menilai, salah satu tantangan dalam menjaga pasar domestik ialah kebiasaan mayoritas masyarakat Indonesia mengonsumsi teh kelas bawah (low grade). Pada kelas ini, teh yang diracik menyertakan rantingnya, sedangkan teh premium hanya pucuk daunnya. Akibatnya, teh premium sulit diterima bagi pasar secara umum karena harganya cenderung lebih mahal. Adapun di pasar menengah ke atas, jenama teh premium impor lebih tersohor dibandingkan dengan produk lokal.
Menurut pendiri Haveltea Indonesia, Widyoseno Estitoyo, Hari Teh Internasional yang diperingati setiap 21 Mei menjadi momentum untuk kembali menghargai ragam teh lokal. Dia juga menyayangkan teh impor yang banyak beredar di pasar domestik. Badan Pusat Statistik mencatat, impor teh sepanjang triwulan I-2021 mencapai 2.945,7 ton. Impor tersebut berasal dari Vietnam, Kenya, Thailand, Jepang, dan China.
Padahal, menurut Widyoseno, teh dari perkebunan dalam negeri tak kalah kualitasnya, bahkan menawarkan corak rasa yang bermacam-macam. Dia mengilustrasikan, teh yang ditanam di Bali memiliki rasa berbeda dengan yang tumbuh di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
Teh premium sulit diterima bagi pasar secara umum karena harganya cenderung lebih mahal. Adapun di pasar menengah ke atas, jenama teh premium impor lebih tersohor dibandingkan dengan produk lokal.
Diversifikasi bisnis yang sarat pemanfaatan lahan perkebunan dapat meningkatkan daya saing. Saat ini, lahan perkebunan teh yang dikelola Holding Perkebunan Nusantara sekitar 30.200 hektar. Dalam rencana jangka panjang perusahaan, lahan tersebut diperkirakan seluas 30.130 hektar pada 2024.
Sutoro mengatakan, penyusutan tipis tersebut direncanakan untuk membangun penunjang agrowisata perkebunan teh, misalnya pembangunan grahaloka atau penginapan. Optimalisasi agrowisata akan menyasar perkebunan teh di dataran yang tingginya kurang dari 1.000 meter di atas permukaan laut, seperti kawasan Gunung Mas Puncak di Jawa Barat.
Selain itu, Holding Perkebunan Nusantara berencana mengembangkan potensi citra teh dengan memanfaatkan indikator geografis hingga tingkat lokasi perkebunan. Langkah ini bertujuan menonjolkan keunikan varian produk dan rasa teh dari tiap-tiap lokasi.
”Secara umum, kami memiliki 20 grade teh. Sebanyak 70-80 persen diminati pasar dan berada di tingkat premium-medium. Oleh sebab itu, kami membalik pola kerja perseroan. Semula, kami menawarkan produk yang ada di perkebunan. Sekarang, kami meminta perkebunan untuk menyesuaikan produksi dengan kualitas dan kelas yang diminati pasar,” tutur Sutoro.
Agar dapat berdaya saing di pasar domestik, Wahyu mengatakan, PT Koleksi Teh Indonesia tengah menyelesaikan sertifikasi halal untuk produk teh yang dihasilkan dengan jenama The Canning Tea. Menurut dia, sertifikasi halal tersebut dapat memberikan keunggulan, khususnya di pasar ritel dalam negeri.
Rupa-rupa teh Tanah Air yang memiliki ciri khas masing-masing ingin tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Mereka menanti hasrat penasaran para peminum teh yang berujung pada seduhan dan tegukan sehingga bermacam corak rasa dapat menyapa lidah dan hati penikmatnya.