Gojek dan Tokopedia resmi membentuk Grup GoTo yang menggabungkan beragam layanan yang dimiliki keduanya. Kolaborasi ini memperkuat penguasaan pasar dan valuasi.
Oleh
MEDIANA dan JOICE TAURIS SANTI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Strategi merger atau akuisisi dilakukan oleh perusahaan teknologi digital untuk menguatkan ekosistem layanan yang semakin kompleks dan variatif. Pangsa pasar yang lebih besar bisa diraih. Pada saat bersamaan, entitas usaha bisa tetap menjaga efisiensi. Langkah ini pula yang ditempuh Gojek dan Tokopedia.
Gojek dan Tokopedia resmi mengumumkan kolaborasi keduanya melalui pembentukan Grup GoTo pada Senin (17/5/2021). Gojek merupakan platform layanan on-demand dan finansial, sementara Tokopedia merupakan perusahaan teknologi lokapasar (marketplace) di Indonesia.
Pembentukan Grup GoTo dipandang sebagai kolaborasi yang menyatukan kekuatan dua perusahaan teknologi terdepan di Indonesia. Platform konsumen digital ini mengombinasikan layanan e-dagang, pengiriman barang dan makanan, layanan transportasi, serta pembayaran digital dan keuangan. Tercakup di dalamnya jaringan mitra usaha dan mitra pengemudi.
Pada 2020, Grup GoTo diperhitungkan memiliki nilai transaksi bruto (GTV) lebih dari 22 miliar dollar AS dengan lebih dari 1,8 miliar transaksi. Platform ini juga memiliki lebih dari 100 juta pengguna aktif bulanan.
Co-Founder dan CEO Gojek Kevin Aluwi menyampaikan, kesepakatan terjadi dalam waktu relatif singkat. Ini dapat dicapai karena Gojek dan Tokopedia memiliki tujuan yang sama, yakni memberikan pengalaman terbaik bagi konsumen dan mitra.
Disampaikan oleh CEO Tokopedia William Tanuwijaya, misi Tokopedia sejak awal adalah menciptakan dampak sosial dalam skala besar, termasuk memberikan kesempatan yang setara bagi pegiat UMKM lokal. Di samping itu, perusahaan digital ini berkomitmen untuk memberi penggunanya akses yang sama kepada barang dan jasa di seluruh Indonesia melalui layanan e-dagang.
Penawaran saham
Langkah GoTo yang ditunggu selanjutnya adalah melepaskan saham di bursa. Saat ini, diperkirakan valuasi GoTo sebesar 18 miliar dollar AS atau sekitar Rp 261 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.500 per dollar AS. Emiten di bursa yang memiliki kapitalisasi pasar yang kurang lebih sama dengan valuasi GoTo, antara lain adalah Unilever Indonesia Tbk dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp 214,5 triliun. Unilver didirikan pada 1933 dan mengoperasikan delapan pabrik. Emiten lain adalah Astra International dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp 211 triliun. Astra Grup memiliki sekitar 200 anak usaha dan tujuh di antaranya merupakan perusahaan terbuka.
Bursa Efek Indonesia juga sedang mengkaji beberapa peraturan untuk mendukung perusahaan rintisan masuk bursa. Misalnya, dengan mempertimbangkan penggunaan perusahaan cangkang (special purpose acquisition companies/SPAC) untuk masuk bursa. Selain itu, juga mengkaji ketentuan membukukan laba untuk dapat tercatat di papan utama.
Karakteristik dan pengembangan perusahaan rintisan berbeda dengan perusahaan konvensional. Perusahaan rintisan lebih menekankan jumlah pelanggan dan terus meningkatkan nilai perusahaan. Oleh karenanya, bisa jadi sebuah perusahaan rintisan belum mencatatkan keuntungan setelah beberapa tahun beroperasi.
Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, memang seharusnya bursa mempertimbangkan berbagai kemudahan ketika perusahaan rintisan masuk ke bursa. Apalagi perusahaan rintisan dengan valuasi tinggi dan berpengaruh.
“Ini (GoTo) merupakan dua start up terbaik kita,” ujar Hans. Hans juga menambahkan, tidak tertutup kemungkinan GoTo juga akan melakukan dual listing di bursa luar negeri.
Ini (GoTo) merupakan dua start up terbaik kita.
Mengutip data Crunchbase.com, pendanaan yang diterima Gojek mencapai sekitar 5,3 miliar dollar AS dari 12 kali putaran pendanaan. Gojek terlibat 12 penyuntikan dana perusahaan lain dan sembilan di antaranya Gojek menjadi investor pemimpin. Perusahaan yang menerima investasi dari Gojek antara lain Bank Jago, Pasar Polis, dan BlueBird Grup. Gojek juga pernah mengakuisisi sekitar 13 organisasi perusahaan, antara lain WePay, Loket, MidTrans, dan Kartuku.
Sementara itu, Tokopedia menerima pendanaan sekitar 2,5 miliar dollar AS. Dana ini diperoleh dari 11 kali putaran pendanaan.
Grup GoTo memiliki daftar investor blue-chip. Beberapa diantaranya yaitu Alibaba Group, Astra International, BlackRock, Capital Group, DST, Facebook, Google, JD.com, KKR, Northstar, Pacific Century Group, PayPal, Provident, Sequoia Capital, SoftBank Vision Fund 1, Telkomsel, Temasek, Tencent, Visa, dan Warburg Pincus.
Nailul Huda, peneliti pada Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) memandang adanya penguatan ekosistem produk layanan melalui pembentukan GoTo. "Konsumen akan segera terhubung dengan beragam layanan GoTo. Di sisi lain, jumlah mitra, seperti penjual, pengemudi, dan pekerja lainnya juga akan meningkat. Skala ekonomi dan valuasi GoTo juga bisa semakin tinggi," ujar Huda.
Bagi pelaku berskala UMKM, adanya GoTo bisa memperluas jangkauan barang produksi. Ini berlaku bagi UMKM yang sudah terdaftar di kedua platform. Selain itu, merger pun berpotensi memperkecil biaya bagi pelaku UMKM sehingga tidak memberatkan.
Namun, bagi perusahaan teknologi digital yang berskala bisnis lebih kecil, misalnya terbatas pada model bisnis ride-hailing, laman pemasaran, dan dompet digital, kemungkinan akan kesulitan bersaing. Di luar Grup GoTo, pasar layanan digital di Indonesia mengenal adanya layanan dari Shopee dan Grab-Bukalapak-OVO-DANA. Perusahaan-perusahaan tersebut juga telah memiliki ekosistem layanan kompleks sekaligus variatif.
Kami baru bisa menganalisa ada-tidaknya potensi persaingan usaha tidak sehat dari laporan.
"Sementara karakteristik perusahaan teknologi digital adalah the winners take all, maka mereka pasti akan bersaing secara ketat," kata Huda.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kodrat Wibowo, mengatakan, pihaknya menunggu pelaporan merger Gojek-Tokopedia.
"Kami baru bisa menganalisa ada-tidaknya potensi persaingan usaha tidak sehat dari laporan. Dalam konteks merger perusahaan teknologi digital, kami akan menganalisa potensi penguasaan pasar dominan dari segala ragam layanan yang mereka tawarkan. Misalnya, dari aspek pasar layanan e-dagang dan pembayaran digital," ujar Kodrat.
Wakil Ketua KPPU Guntur Syahputra Saragih menambahkan, di tengah pesatnya tren industri digital, KPPU menghadapi tantangan penilaian merger atau akuisisi baru bisa dilakukan pasca aksi korporasi itu dijalankan. Padahal, di berbagai negara, otoritas pengawas persaingan usaha bisa melakukan penilaian sebelum aksi korporasi ditetapkan sehingga dapat dilakukan pencegahan.
Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat semula akan direvisi. Dua tahun lalu, pembahasan revisi memasukkan substansi penilaian merger ataupun akuisisi sebelum aksi korporasi dilakukan. Semangat revisi kala itu ingin ada relevansi dengan tren industri digital. Namun, saat ini, revisi tidak masuk program legislasi nasional.