Bentuk dari perusahaan ini kabarnya sudah disepakati, yaitu ada perusahaan payung dengan lini, antara lain, sistem pembayaran (Gopay), logistik (Gosend, Gofood, dan Gobox), serta lini perdagangan (Tokopedia).
Oleh
Andreas Maryoto
·5 menit baca
Pertengahan Desember tahun lalu saat semua orang sudah mengurangi aktivitas bisnisnya, para pimpinan puncak perusahaan teknologi Tokopedia dan Gojek malah sangat sibuk. Tiba-tiba ada inisiatif aksi korporasi yang melibatkan mereka dan investor. Setelah bertemu dalam hitungan hanya sekitar 10 hari mereka langsung bersepakat, merger!
Tanggal 25 Desember pagi, kabar kesepakatan itu mulai dibagikan ke beberapa petinggi perusahaan itu lainnya di sebuah tempat. Ketika bertemu, mereka semua terlihat ceria dan tak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Apalagi, di antara mereka sudah saling kenal. Kabarnya para investor yang mendapat informasi merger dua perusahaan dengan valuasi gabungan 18 miliar dollar AS juga senang.
Kesepakatan yang tercapai hanya dalam hitungan hari dan juga respons para investor menggambarkan jalan lapang ”perkawinan” dua perusahaan teknologi Indonesia ini. Kondisi ini jauh berbeda dengan kabar merger perusahaan tekfin Ovo dan Dana yang tak berujung atau mandek sejak lama. Berbeda pula dengan rencana merger Gojek dengan Grab yang tak jelas karena sejak awal sebenarnya sudah bisa dipastikan tidak akan mulus.
Kesepakatan merger Tokopedia dengan Gojek relatif mulus karena komunikasi di antara pimpinan puncak kedua perusahaan tidak terlalu ada gangguan. Sepintas obrolan mereka tidak perlu melakukan penyesuaian frekuensi terlalu jauh. Kedua entitas bisnis ini berada di lahan yang berbeda sehingga kemungkinan terhalang undang-undang persaingan usaha saat merger akan sangat kecil.
Keduanya merupakan perusahaan yang selalu membanggakan produk Indonesia. Apalagi, Tokopedia tak tergoda untuk menjual produk-produk impor (cross border). Mereka konsisten menjual produk-produk usaha di dalam negeri. Gojek pun demikian. Mereka selalu merasa bahwa Gojek adalah produk Indonesia yang mendunia. Resistensi pasar karena isu nasionalisme dan lain-lain, yang kadang mudah muncul dalam sebuah aksi korporasi, akan berkurang.
Keduanya merupakan perusahaan yang selalu membanggakan produk Indonesia. Apalagi, Tokopedia tak tergoda untuk menjual produk-produk impor (cross border).
Nun jauh di seberang sana di Tokyo, Jepang, ada yang lebih bahagia lagi dengan kesepakatan merger Tokopedia dan Gojek ini, yaitu para petinggi lembaga pendanaan Softbank. Merekalah yang sebenarnya menginisiasi merger. Softbank adalah investor besar di Tokopedia. Sejak kegagalan penawaran saham perdana (IPO) WeWork, perusahaan properti di Amerika Serikat, mereka menjadi kelimpungan. Apalagi, IPO sebelumnya, yaitu Uber, juga tak terlalu sukses.
Softbank dikabarkan mengalami masalah finansial dan mereka butuh dana tunai. Apalagi proyek sindikasi pendanaan tahun ini yang diberi nama Vision Fund 2 tidak terlalu sukses dibanding Vision Fund 1. Mereka kemudian mendorong usaha rintisan yang didanai agar cepat-cepat memasuki penawaran saham ke publik dan fase komersial atau tidak lagi ” bakar-bakar uang” sehingga mereka bisa mendapat dana segar. Pilihan pertama adalah meminta usaha rintisan yang didanainya, yaitu Grab, untuk merger dengan Gojek.
Entah ide dari mana mereka ingin mengawinkan dua perusahaan yang sudah bisa diprediksi sulit digabungkan sejak dari lahir. Berbulan-bulan keinginan itu tak berujung. Softbank sudah pusing dengan rencana merger Gojek dan Grab yang buntu. Keribetan itu juga yang mungkin membuat mereka tidak memilih Grab untuk merger dengan Tokopedia meski keduanya mendapat pendanaan dari Softbank. Mereka tidak mau lagi dipusingkan perundingan yang tak berujung.
Kini, para investor dan petinggi perusahaan teknologi itu tengah memikirkan nama dari perusahaan gabungan itu dan juga pimpinan puncaknya. Bentuk dari perusahaan ini kabarnya sudah disepakati, yaitu ada perusahaan payung dengan lini antara lain sistem pembayaran (Gopay), logistik (Gosend, Gofood, dan Gobox), serta lini perdagangan (Tokopedia) yang masing-masing memiliki CEO. Nama perusahaan payung mungkin sepele namun kadang butuh waktu lama karena ada yang ingin terwakili dalam simbol perusahaan itu.
Bentuk dari perusahaan ini kabarnya sudah disepakati, yaitu ada perusahaan payung dengan lini antara lain sistem pembayaran (Gopay), logistik (Gosend, Gofood, dan Gobox), serta lini perdagangan (Tokopedia) yang masing-masing memiliki CEO.
Pekerjaan lainnya adalah mencari pimpinan puncak perusahaan payung ini. Tentu lebih rumit karena di samping kepentingan mereka ada perhitungan lain yaitu respons pasar terhadap figur CEO. Kalau tepat memilih CEO dengan segala rencana bisnisnya ke depan, figur ini sangat mungkin menaikkan valuasi perusahaan. Bila salah memilih orang, masalah bisa muncul. Calon CEO bisa saja satu dari tiga CEO yang ada di perusahaan itu.
Setelah itu mereka akan menyiapkan pengumuman ke publik. Bila dihitung maka kemungkinan mereka akan mengumumkan merger itu sekitar Maret-April apabila tidak ada masalah. Selama masa itu mereka akan lebih berhati-hati untuk mengeluarkan pendapat ke publik agar semua rencana tepat waktu dan tidak terganggu oleh isu-isu samping.
Beberapa masalah mungkin akan dibereskan segera seperti sistem pembayaran di Tokopedia yang tidak ada Gopay atau sebaliknya yaitu fitur Tokopedia di Gojek. Di sisi lain mereka mungkin harus melakukan kesepakatan bisnis baru dengan Ovo, kompetitor Gopay, yang sudah melekat di pasar Tokopedia.
Jika semuanya lancar, mereka akan lanjut dengan melakukan penawaran saham perdana di bursa efek. Pilihan pertama mereka akan melakukan penawaran saham di Indonesia. Sekali lagi jika semua persiapan lancar, bisa dilakukan pada akhir tahun ini. Setelah itu mereka akan menawarkan saham di bursa Amerika Serikat. Alasannya tentu terkait kapasitas pasar.
Usaha rintisan dengan valuasi besar di Indonesia memang saatnya memasuki fase komersial dan menjual sahamnya ke publik. Selama ini para pendiri dan eksekutif usaha rintisan tengah berpikir keras untuk mengarah ke sana. Setelah rencana IPO WeWork berantakan tahun lalu maka kejelasan masa depan bisnis menjadi tuntutan bagi usaha rintisan.
Investor juga mulai pusing dengan sejumlah usaha rintisan yang didanai karena tak juga kunjung memberi keuntungan atau setidaknya tak lagi membakar uang. Oleh karena itu, sebelum merger ini mereka masing-masing sebenarnya sudah menyiapkan IPO, termasuk telah menunjuk konsultannya. Namun, merger akan menguntungkan mereka karena valuasi akan lebih besar sehingga kemungkinan mendapat dana di pasar lebih besar.
Meski demikian, kesepakatan merger Tokopedia dan Gojek pasti akan menemui kerikil-kerikil dalam proses lanjutannya. Kompetitor tidak akan tinggal diam. Warganet dengan segala polahnya masih tak kapok menebar hoaks. Politik di Indonesia yang kerap berpengaruh pada dunia bisnis juga sering mengganggu kelancaran dalam berbisnis. Dalam sebuah guyonan dengan beberapa pebisnis, semua akan lancar bila mereka tidak lupa ” kulo nuwun”.