Tak Mudah Capai Target Pertumbuhan 7 Persen pada Triwulan II-2021
Membaiknya sejumlah indikator ekonomi membuat pemerintah makin optimistis pertumbuhan ekonomi triwulan II-2021 bisa mencapai 7 persen. Namun, sejumlah kalangan mengingatkan, tetap butuh kerja keras untuk mencapainya.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Membaiknya sejumlah indikator ekonomi membuat pemerintah makin optimistis pertumbuhan ekonomi triwulan II-2021 bisa mencapai 7 persen secara tahunan. Namun, sejumlah kalangan berpendapat tak mudah mencapai target tersebut mengingat ada potensi lonjakan kasus Covid-19 pasca-Lebaran.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers terkait Antisipasi Mobilitas Masyarakat dan Pencegahan Lonjakan Kasus Covid-19 Pasca-Libur Lebaran yang disiarkan secara daring akhir pekan lalu kembali menegaskan rasa optimisnya bahwa pertumbuhan ekonomi triwulan II-2021 bisa tumbuh 7 persen. Hal serupa pernah dia kemukakan saat memaparkan pertumbuhan ekonomi triwulan I-2021 pada 5 Mei 2021.
Menurut Airlangga, pada triwulan II-2021, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan naik seperti kurva huruf V. Pada triwulan I-2021, pertumbuhan ekonomi masih terkontraksi minus 0,74 persen.
”Kami melihat trennya ke arah positif dan confirm bahwa perekonomian kita tumbuh V curve. Dan, kita berharap pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua akan masuk jalur positif dan diperkirakan bisa mencapai 7 persen,” ujarnya.
Airlangga yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional menjelaskan, optimisme itu didasarkan pada sejumlah indikator.
Pertama, Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager Index/PMI) Indonesia per April 2021 mencapai 54,6, tumbuh dibandingkan Maret 2021 yang sebesar 53,2. Dalam pengukuran PMI, nilai di atas 50 menunjukkan sektor usaha berada dalam zona ekspansi, sementara angka di bawah 50 merupakan zona kontraksi.
Kami melihat trennya ke arah positif dan confirm bahwa perekonomian kita tumbuh V curve. Dan, kita berharap pertumbuhan ekonomi kuartal kedua akan masuk jalur positif dan diperkirakan bisa mencapai 7 persen.
Kedua, lanjut Airlangga, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) juga berada dalam level optimistis.
Ketiga, nilai ekspor dan impor berada dalam tren membaik. Begitu pula dengan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). ”Kami melihat pertumbuhan PMTB sudah mendekati positif,” ujarnya.
Airlangga mengatakan, berbagai sektor menunjukkan pertumbuhan, antara lain industri informasi komunikasi, jasa kesehatan, pertanian, dan properti. Hal ini salah satunya oleh sejumlah insentif yang diberikan pemerintah terkait Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pertumbuhan juga terlihat di berbagai wilayah di Indonesia. ”Di Sumatera sudah menuju minus 0,86 persen, Jawa minus 0,83 persen, Kalimantan minus 2,23 persen. Sulawesi sudah positif 1,2 persen. Bahkan di Maluku dan Papua sudah tumbuh 8,97 persen,” lanjut Airlangga.
Kerja keras
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, mengatakan, berbagai indikator memang menunjukkan tren pemulihan ekonomi. Namun, menurut dia, pemerintah sebaiknya tidak terlena dengan kondisi yang ada.
”Triwulan kedua ini masih berlangsung 1,5 bulan lagi. Masih banyak hal yang bisa terjadi. Ini yang harus diwaspadai dan diantisipasi,” ujar Bhima.
Ia mengatakan, pemerintah harus bisa mengendalikan jumlah kasus Covid-19. Jangan sampai pasca-Lebaran malah terjadi lonjakan kasus yang justru mengakibatkan pengetatan aktivitas sosial ekonomi lagi. Apabila terjadi demikian, akan kontraproduktif dengan pemulihan ekonomi.
Selain itu, pemerintah juga harus mengantisipasi gejolak geopolitik di Timur Tengah. Meski bukan mitra dagang utama Indonesia, konflik Israel-Palestina berpotensi mengganggu perdagangan internasional yang juga belum pulih sepenuhnya. Hal ini bisa berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.
Bhima juga berharap pemerintah bisa terus menjaga gairah aktivitas ekonomi, baik produksi maupun konsumsi yang perlahan membaik. Caranya adalah terus memberikan relaksasi dan insentif yang mendorong perekonomian. Wacana pemerintah yang ingin menaikkan tarif PPN sebaiknya ditunda dulu.
”Dengan melihat indikator-indikator serta tantangan yang membayangi, saya memprediksi pertumbuhan ekonomi di triwulan kedua tahun ini berkisar 2-4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” ujar Bhima.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, mengatakan, pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen masih terlalu berat untuk dicapai. Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran 6 persen.
”Indikator perekonomian triwulan pertama dan bulan April memang menunjukkan pemulihan. Tapi untuk mencapai pertumbuhan 7 persen ini perlu kerja sama dan kerja keras semua pihak,” ucap Josua.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, semua pihak harus segera fokus menjaga dan mendorong pertumbuhan ekonomi setelah momentum Lebaran usai.
”Kita menyadari bahwa momentum konsumsi ini akan hilang dalam jangka pendek atau pasca-Lebaran. Karena itu, kita harus bersama-sama berkonsentrasi menjaga momentum pertumbuhan positif yang ada saat ini agar terus bertahan dan bisa meningkat lebih tinggi pasca-Lebaran,” tutur Shinta.
Ia menjelaskan, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengendalikan pandemi yang lebih baik dan vaksinasi yang lebih gencar. Ini agar kepercayaan masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi bisa meningkat.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan yang memicu gairah konsumsi dan produktivitas. Kebijakan itu, antara lain, penurunan suku bunga pinjaman korporasi.
”Ini harus ditingkatkan agar momentum pertumbuhan dan pemulihan ekonomi tetap terjaga hingga ekonomi pulih sepenuhnya,” ujar Shinta.