Produksi ”Makanan Sehat” Dilakukan Mulai Skala Usaha Rumahan hingga Korporasi
Makanan yang dianggap mengandung kecukupan nutrisi atau ”makanan sehat” kini tengah menjadi tren. Produksi ataupun pemasarannya dilakukan oleh pelaku industri dari berbagai skala usaha.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Produk makanan yang dianggap memenuhi kecukupan nutrisi atau dikenal masyarakat sebagai makanan sehat semakin populer. Saluran penjualan secara dalam dan luar jaringan diminati masyarakat.
External Communications Senior Lead Tokopedia Ekhel Chandra Wijaya, Jumat (7/5/2021), di Jakarta mencontohkan gambaran fenomena itu berdasarkan data transaksi di Tokopedia. Selama triwulan I-2021 dibandingkan setahun sebelumnya khususnya, penjualan granola naik tiga kali lipat, sayuran empat kali lipat, muesli enam kali lipat, dan yoghurt empat kali lipat.
”Sejauh ini kami menduga kenaikan penjualan produk makanan tersebut dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat tentang pentingnya gaya hidup sehat,” ujar Ekhel.
Selain makanan sehat, Ekhel menyampaikan, selama triwulan I-2021, peningkatan penjualan juga terjadi pada produk kesehatan, seperti perlengkapan medis dan multivitamin. Kenaikan penjualan keduanya mencapai lebih dari dua kali lipat.
Pendiri Serasa Salad Bar, Fitriani Rahmah, mengatakan, usahanya itu berdiri tahun 2015 di Bandung. Serasa Salad Bar bekerja sama langsung dengan petani serta beberapa pelaku usaha makanan dan minuman sehat skala mikro dan menengah.
Saat ini, Serasa Salad Bar telah memiliki cabang di Bekasi dan Jakarta. Menu utama tetap salad dan saus pelengkap atau dressing yang diproduksi skala rumahan. Untuk memperluas pangsa pasar, Serasa Salad Bar membuka layanan di platform laman pemasaran, seperti Tokopedia, dan pesan-antar makanan berbasis aplikasi.
Selama triwulan I-2021, Fitriani mengklaim, penjualan melalui platform Tokopedia masih naik 17 kali lipat dibandingkan setahun sebelumnya.
”Prinsip kami sejak awal adalah menyajikan makanan dominan sayur yang dimasak begitu ada pemesanan. Jadi, setiap makanan kami memang selalu segar,” kata Fitriani.
Selama triwulan I-2021, Fitriani mengklaim, penjualan melalui platform Tokopedia masih naik 17 kali lipat dibandingkan setahun sebelumnya. Bersama tim, dia terus menyosialisasikan kampanye makan makanan sehat berbahan sayuran.
”Ada 10 jenis dressing buatan kami yang bisa dibeli daring, lalu dikirim ke luar kota. Peminatnya pun bukan hanya dari kota tempat usaha kami berdiri,” ujarnya.
Pada hari yang sama, mulai kemarin, Unilever Food Solutions dan Burger King meluncurkan menu ”Plant-based Whopper”.Whopper berbasis nabati pertama di Indonesia yang kini dilengkapi dengan patty burger dari The Vegetarian Butcher. Menu itu baru bisa dibeli di gerai Burger King di Jabodetabek. Kabupaten dan kota lain segera menyusul.
Managing Director Unilever Food Solutions Joy Tarigan mengatakan, The Vegetarian Butcher merupakan ragam olahan alternatif daging dari bahan nabati dengan rasa dan tekstur yang serupa dengan daging hewani. Produk tersebut menjadi perwujudan dari strategi perusahaan untuk ikut mendorong tren makanan berbasis nabati, baik di dalam Indonesia maupun global.
Dia mengklaim, kedelai yang digunakan untuk material patty dalam The Vegetarian Butcher berasal dari sumber yang berkelanjutan, dibeli secara fisik dengan sertifikat keberlanjutan, seperti sertifikasi RTRS atau Round Table on Responsible Soy Association.
Joy menyampaikan, pihaknya mengamati pola makan makanan berbasis nabati semakin terlihat di Indonesia selama pandemi Covid-19. Kantor survei Kantar menyebut 90 persen responden Indonesia yang diteliti mengaku mencoba mengonsumsi menu makanan sehat untuk meningkatkan imunitas tubuh. Beberapa pemberitaan di media turut menyebutkan, makanan sehat semakin banyak dipesan melalui layanan pesan-antar daring.
”Kantor kami, baik di lokal maupun global, punya ambisi ikut mengurangi emisi karbon. Sejumlah usaha kami lakukan, seperti meningkatkan penggunaan energi terbarukan di seluruh operasional dan ragam produk nabati,” katanya.
Konsumen harus mengetahui dulu kebutuhan nutrisinya, bukan asal mengikuti tren di pasar.
Kondisi tubuh
Pendiri Komunitas Organik Indonesia (KOI), Christopher Emille Jayanata, saat dihubungi secara terpisah menjelaskan, kebutuhan nutrisi setiap orang berbeda-beda. Berbagai macam bentuk diet yang kini berkembang di masyarakat tidak bisa serta-merta diikuti tanpa mengetahui kondisi tubuh setiap individu. Cara pandang seperti ini seharusnya juga dimiliki warga di tengah gempuran produk makanan dan minuman vegan, vegetarian, ataupun kini muncul produk berkonsep makanan berbasis tanaman (plant-based food).
Dalam konteks nutrisi, sejumlah praktisi kesehatan mengenal konsep whole food atau makanan utuh dan makanan olahan atau processed food. Emille mengaku berpandangan bahwa makanan utuh mengandung nutrisi lebih sehat yang baik buat tubuh. Makanan olahan pun sejatinya juga sehat, tetapi konsumen tetap perlu mencermati zat-zat yang dipakai untuk mengawetkan atau mengolah. Dengan demikian, konsumen tahu cocok tidaknya makanan seperti itu untuk tubuh mereka.
”Kalau sekarang marak makanan berkonsep plant-based, tetapi dikemas menyerupai makanan hewani, itu sudah termasuk processed food. Konsumen tetap perlu cerdas. Dengan kata lain, konsumen harus mengetahui dulu kebutuhan nutrisinya, bukan asal mengikuti tren di pasar,” tutur Emille.