Setelah Hentikan Ekspor Benih, Strategi Budidaya Lobster Mesti Jitu
Pemerintah menghentikan ekspor benih bening lobster dan mendorong budidaya lobster dalam negeri. Namun, langkah itu perlu diikuti strategi pengembangan budidaya lobster yang jitu.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pemerintah menutup kembali ekspor benih bening lobster perlu diikuti dengan strategi dan peta jalan yang jelas terkait pengembangan budidaya lobster di Tanah Air. Budidaya lobster perlu digarap terintegrasi hulu-hilir guna menyejahterakan nelayan hingga pembudidaya lobster dan menekan penyelundupan.
Ekspor benih lobster diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) pada 4 Mei 2020. Pemerintah tengah menyusun rancangan peraturan terkait revisi PermenKP No 12/2020, antara lain, dengan melarang kembali ekspor benih bening lobster. Pada periode sebelumnya, yakni kurun tahun 2014-2019, penangkapan dan pengeluaran benih lobster dari Indonesia termasuk tindak terlarang menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016.
Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan Trian Yunanda menyatakan, rancangan peraturan itu akan melanjutkan penghentian penangkapan benih bening lobster untuk ekspor. Penangkapan benih lobster hanya dibolehkan untuk usaha budidaya di dalam negeri. Dengan peruntukan khusus budidaya, tidak ada lagi penetapan harga patokan terendah benih bening lobster.
”Ini angin segar agar pembudidaya tidak ada lagi keluhan terkait ekspor benih bening lobster yang menyebabkan kendala dalam penyediaan benih untuk budidaya,” kata Trian dalam konsultasi publik terkait Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp), Senin (19/4/2021).
Beberapa perubahan yang diatur dalam revisi PermenKP No 12/2020, antara lain, tentang larangan penangkapan lobster muda dengan ukuran sampai 150 gram. Nelayan hanya diperbolehkan menangkap benih bening lobster dan lobster ukuran dewasa. Kategori ukuran dewasa untuk jenis lobster pasir adalah ukuran karapas lebih dari 6 sentimeter atau berat di atas 150 gram, sedangkan lobster mutiara berukuran karapas di atas 8 sentimeter atau berat di atas 200 gram.
Penangkapan benih bening lobster juga hanya dapat dilakukan oleh nelayan kecil dengan kapal berukuran maksimum 5 gros ton, alat tangkap bersifat pasif dan ramah lingkungan, tergabung dalam kelompok nelayan, serta wajib mendaftarkan usaha lewat lembaga pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (OSS). Pemerintah akan menetapkan kuota tangkapan benih.
Rancangan peraturan itu juga mengatur segmentasi usaha budidaya lobster yang terbagi atas tiga tahap, yakni pendederan benih bening lobster hingga ukuran 5 gram, pendederan lobster ukuran di atas 5 gram sampai 50 gram, dan pembesaran lobster dengan ukuran di atas 50 gram.
Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Drama Panca Putra menambahkan, perizinan merupakan salah satu instrumen pengawasan. Pihaknya selama ini kerap menemukan kegiatan budidaya belum dilengkapi izin. Lokasi penangkapan dan budidaya benih bening lobster harus jelas. Sanksi terhadap pelanggaran aturan budidaya dan larangan ekspor akan mengedepankan sanksi administratif berupa teguran, denda, serta pembekuan dan pencabutan izin sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Cipta Kerja.
Peneliti Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM)-KKP, Ketut Sugama, berpandangan, revisi peraturan bertujuan mengharmonisasi dan mengakselerasi agar pelaku usaha didukung dan dipermudah sehingga usahanya lancar dan menggerakkan ekonomi. Namun, hingga kini pemerintah belum memiliki strategi besar dalam pengembangan industri lobster.
Indonesia bisa becermin dari Vietnam dalam hal teknologi, standar pakan, dan sumber daya manusia. Sistem budidaya lobster dinilai perlu melibatkan masyarakat atau pembudidaya kecil sehingga menciptakan mata rantai ekonomi yang kuat. ”Negara maju kalau swastanya maju,” katanya.
Direktur Produksi dan Usaha Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Arik Hari Wibowo mengakui, terdapat sejumlah tantangan dalam pengembangan budidaya lobster di Tanah Air. Indonesia sudah lama tertinggal dalam budidaya dan pemasaran lobster dengan negara pesaing, yakni Vietnam, meskipun Vietnam mengandalkan pasokan benih lobster dari Indonesia.
Kendala itu, antara lain, budidaya lobster masih bergantung pada pakan curah dan kurangnya pakan alternatif, cara budidaya didominasi skala tradisional, serta akses permodalan belum optimal. Teknologi dan kompetensi sumber daya manusia perlu ditingkatkan untuk mengejar ketertinggalan budidaya lobster.
Sistem budidaya lobster perlu melibatkan masyarakat atau pembudidaya kecil sehingga menciptakan mata rantai ekonomi yang kuat.
”Sistem usaha budidaya lobster belum terintegrasi hulu-hilir. Ini menjadi pekerjaan rumah memadukan usaha lobster hulu ke hilir,” kata Arik.
Staf pengajar IPB University, Irzal Effendi, menilai, perubahan PermenKP No 12/2020 perlu didukung landasan akademis yang kuat dan melibatkan pemangku kepentingan. Ia berpandangan, kebijakan ekspor benih bening lobster dalam waktu beberapa bulan mendatangkan nilai ekspor besar, tetapi lemah dalam tata kelola.
Sementara itu, budidaya lobster Indonesia masih dini dan belum kompetitif. Budidaya lobster harus ditopang dengan harga yang sesuai agar menutup biaya produksi sehingga perlu penguatan produksi hingga logistik. Diperlukan efisiensi pemilihan lokasi, manajemen pakan, penyediaan benih, pola budidaya, pengelolaan kualitas air, serta pengembangan sistem dan manajemen.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengemukakan, komoditas lobster, kepiting, dan rajungan harus dikelola dengan pemanfaatan bijaksana, baik secara ekonomi maupun memperhitungkan faktor lingkungan dan keberlanjutan. ”Kami akan membuat aturan dalam pengelolaan kepiting, rajungan, dan lobster yang pemanfaatannya diharapkan bisa dilakukan untuk pembudidayaan berkelanjutan,” katanya.
Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Muryadi mengemukakan, pelarangan ekspor benih bening lobster merupakan keputusan final Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Pihaknya berupaya menjaring masukan dari pemangku kepentingan terkait revisi aturan tersebut. ”Secara substansi, Menteri Trenggono menstop atau tidak akan mengizinkan ekspor benih bening lobster. Keputusan itu sudah tegas dan final,” katanya.