Subsektor pergudangan cenderung bertahan ketika sektor properti secara umum melesu di tengah tekanan pandemi Covid-19. Lonjakan perdagangan secara elektronik (e-dagang) mendorong peningkatan permintaan pergudangan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
Di tengah melesunya sektor properti akibat pandemi Covid-19, subsektor pergudangan justru mampu bertahan. Tahun ini, permintaan industri untuk pergudangan bahkan diprediksi menguat, antara lain sejalan dengan lonjakan layanan e-dagang di Tanah Air.
Bak gayung bersambut, investor mulai melirik pasar dengan mengembangkan bisnis pergudangan modern secara spekulatif untuk peruntukan multipenyewa (speculatively-built) maupun sesuai kebutuhan dan standardisasi penyewa (build-to-suit). Konsultan properti JLL Indonesia mencatat, luas pergudangan di Jabodetabek mencapai 1,9 juta meter persegi atau meningkat signifikan dalam 4-5 tahun terakhir.
Kebutuhan gudang saat ini didominasi penyedia jasa layanan logistik, barang konsumsi (FMCG), serta e-dagang. Pada triwulan I-2021, tercatat dua gudang selesai dibangun di Depok-Bogor dan Bekasi dengan luas total 78.500 meter persegi. Sampai akhir tahun ini diprediksi akan ada tambahan pasokan gudang sebanyak 175.000 meter persegi.
Berkembangnya bisnis e-dagang akan terus mendorong kebutuhan gudang dan penyimpanan. Ekonomi digital Indonesia tergolong terbesar di Asia Tenggara, yakni dengan nilai transaksi diprediksi mencapai 135 miliar dollar AS pada tahun 2025 serta pertumbuhan transaksi rata-rata mencapai 49 persen per tahun. Potensi pasar yang besar akan memicu permintaan sewa gudang.
Sejalan dengan tren pergudangan, kebutuhan gudang pendingin (cold storage) juga terus meningkat. Permintaan gudang pendingin di Jabodetabek pada triwulan I-2021, misalnya, tercatat 25.000 meter persegi. Bertambahnya kebutuhan gudang pendingin turut dipicu oleh melesatnya bisnis makanan dan minuman di era pandemi.
Potensi bisnis gudang pendingin digarap oleh beberapa pengembang dengan mengonversi areal gudang kering. Namun, ketersediaan gudang pendingin masih sangat terbatas, terutama di sentra produksi perikanan yang membutuhkan sarana penyimpanan. Keberadaan gudang pendingin diperlukan tidak hanya untuk menjaga stok dan kestabilan harga ikan, tetapi juga memastikan kualitas ikan terjaga baik.
Perkembangan industri makanan dan minuman dan pemasaran digital akan memicu kebutuhan gudang dan gudang pendingin cukup besar. Namun, sarana gudang pendingin membutuhkan ketersediaan infrastruktur dasar, seperti jaringan listrik yang tidak byarpet. Peran pemerintah diperlukan untuk memastikan akses listrik tersedia guna menopang pemerataan gudang pendingin.
Tren kebutuhan pergudangan diprediksi berlanjut. Selain ketersediaan gudang yang memadai, tantangan berikutnya adalah pengaturan zonasi agar pergudangan tidak berbenturan dengan ruang publik. Pembangunan gudang-gudang yang selama ini dekat kawasan industri kini semakin bergeser ke konsumen dengan menyasar permukiman penduduk. Ekspansi ruang pergudangan untuk e-dagang, misalnya, tumbuh semarak di Tangerang, seperti wilayah Serpong, Karawaci, dan Cikupa.
Di tengah lesunya ekonomi, ada peluang-peluang baru bagi industri untuk berkembang. Kejelian pelaku industri membaca arah pasar dan dukungan regulasi diharapkan membuka jalan bagi pemulihan ekonomi dan kebangkitan properti. Semoga.