Untuk meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan nasional dari sekitar 10.500 MW saat ini menjadi 24.000 MW pada 2025, Badan Riset dan Inovasi Nasional menempatkan pengembangan bahan bakar CPO sebagai bahan riset.
Oleh
FX LAKSANA AS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Riset dan Inovasi Nasional menempatkan pengembangan bahan bakar berbahan minyak sawit sebagai salah satu prioritas riset nasional. Ini menjadi bagian dari ikhtiar pemerintah meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan nasional dari sekitar 10.500 megawatt pada saat ini menjadi 24.000 megawatt pada 2025.
Program peningkatan porsi penggunaan energi baru terbarukan tersebut menjadi salah satu tema yang dibahas dalam Rapat Paripurna Dewan Energi Nasional (DEN) yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/4/2021). Hadir, antara lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif serta Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro.
”Agar kita bisa memastikan ketersediaan energi sekaligus mengubah komposisi energi kita menjadi lebih condong ke energi baru terbarukan, inovasi dan kesiapan teknologi sangat dibutuhkan. Untuk itu, BRIN mencanangkan beberapa kegiatan terkait energi baru terbarukan di dalam prioritas riset nasional 2020-2024. Tentu target terakhir di tahun 2024 kita bisa mendapatkan peningkatan energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional,” kata Bambang dalam keterangan pers seusai rapat.
BRIN, menurut Bambang, telah menetapkan lima kegiatan utama dalam prioritas riset nasional. Pertama adalah bahan bakar nabati yang berasal dari kelapa sawit. Idenya adalah menghasilkan bensin, solar, dan avtur dari bahan baku yang 100 persen berasal dari kelapa sawit.
Agar kita bisa memastikan ketersediaan energi sekaligus mengubah komposisi energi kita menjadi lebih condong ke energi baru terbarukan, inovasi dan kesiapan teknologi sangat dibutuhkan. Untuk itu, BRIN sudah mencanangkan beberapa kegiatan terkait energi baru terbarukan di dalam prioritas riset nasional 2020-2024. Tentu target terakhir di tahun 2024, kita bisa mendapatkan peningkatan energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional.
Saat ini ITB telah menghasilkan katalis yang telah diuji coba di kilang Pertamina. ”Sehingga harapannya, tidak lama lagi kita bisa masuk ke skala produksi, baik bensin, diesel, maupun avtur. Dan tujuan akhir kita adalah bisa mengurangi impor BBM,” kata Bambang.
Adapun empat prioritas riset lainnya adalah biogas dari kelapa sawit. Saat ini teknologinya sudah dikembangkan di beberapa tempat. Harapannya, ini dipakai secara luas di tempat-tempat terpencil.
Ada juga pembangkit listrik tenaga panas bumi skala kecil. Pengembangan baterai lithium sekaligus teknologi fast charging dan battery swapping untuk keperluan kendaraan listrik juga menjadi prioritas riset nasional.
”Kita juga tetap menjaga kesiapan pengembangan teknologi nuklir. Sebab, bagaimanapun, kita harus terus memastikan bahwa ke depan, ketika ekonomi indonesia tumbuh, harus ada listrik yang memadai. Dan untuk itu, pada satu sisi kita harus patuh kepada Paris Agreement. Karena itu bagaimanapun, kesiapan teknologi nuklir harus terus dijaga, terutama dari unsur keselamatannya, baik lokasi maupun teknologi yang menjamin keselamatan dari teknologi nuklir tersebut,” kata Bambang.
Kebutuhan energi meningkat
Indonesia perlu mendorong sumber-sumber energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional. Targetnya, porsi penggunaan energi baru terbarukan meningkat dari 10.500 MW pada saat ini menjadi 24.000 MW di 2025 atau 23 persen dari bauran energi nasional. Selanjutnya pada 2030, volumenya ditargetkan naik lagi menjadi 38.000 MW. Tulang punggungnya adalah pembangkit listrik tenaga surya yang dalam perkembangannya makin ekonomis.
Pada kesempatan yang sama, Arifin menyatakan, Indonesia menghadapi situasi meningkatnya kebutuhan energi nasional dalam jangka panjang. Di sisi lain, pasokan sumber daya di dalam negeri terbatas. Saat ini saja Indonesia sudah mengimpor BBM dan elpiji. ”Dalam strategi energi nasional, tahun 2030, kita tidak lagi impor BBM dan diupayakan juga tidak impor elpiji,” kata Arifin.
Oleh karena itu, sejalan dengan target pengurangan emisi sebagaimana diamanatkan dalam Perjanjian Paris, Arifin, Indonesia perlu mendorong sumber-sumber energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional. Targetnya, porsi penggunaan energi baru terbarukan meningkat dari 10.500 MW pada saat ini menjadi 24.000 MW di 2025 atau 23 persen dari bauran energi nasional. Selanjutnya pada 2030, volumenya ditargetkan naik lagi menjadi 38.000 MW. Tulang punggungnya adalah pembangkit listrik tenaga surya yang dalam perkembangannya makin ekonomis.
Adapun arahan dari Presiden, Arifin menambahkan, adalah agar DEN memanfaatkan masa pandemi Covid-19 ini sebagai momentum untuk bisa mulai masuk ke ekonomi hijau, termasuk di dalamnya upaya untuk mengurangi risiko kerusakan lingkungan. Untuk itu, strategi yang disusun harus berorientasi visioner dan implementasinya harus konsisten.