Bulog Belum Optimalkan Serapan Beras Petani di Jawa Timur
Petani hampir tak merasakan kehadiran Bulog di tengah masa panen raya ini. Sebagai penyangga ketahanan pangan, Bulog seharusnya bisa lebih optimal lagi menyerap beras petani di Jatim yang menjadi lumbung pangan nasional.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS - Serapan beras petani selama musim panen raya tahun ini dinilai kurang optimal. Realisasi pengadaan beras lokal oleh Perusahaan Umum Bulog masih rendah. Disisi lain banyak mitra penggilingan padi mengeluh kesulitan memenuhi kualifikasi yang ditentukan.
Berdasarkan data Perum Bulog Kanwil Jatim, stok beras per Kamis (15/4/2021) sebanyak 236.000 ton. Stok beras itu meningkat dibandingkan sebelumnya Rabu (24/3) sebesar 230.000 ton. Mayoritas stok berasal dari pengadaan beras petani dan hanya sebagian kecil yakni sekitar 30.000 ton yang berasal dari impor.
Peningkatan stok beras diperoleh dari hasil penyerapan beras petani di masa panen raya tahun ini yang berlangsung mulai awal Maret lalu dan diperkirakan berakhir pada awal Mei. Mengacu pada data stok beras tersebut, terjadi peningkatan sebesar 6.000 ton selama tiga pekan. Sebelum itu, Bulog Jatim telah menyerap sebesar 15.000 ton beras petani.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Madiun Suharno menilai serapan beras petani yang dilakukan oleh Bulog Jatim tersebut kurang optimal. Volume serapan itu terlalu kecil apabila dibandingkan dengan luas panen pada masa panen raya yang meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim, luas panen sampai April sebesar 974.189 hektar atau ha dengan produksi beras 3.053.004 ton. Dengan kemampuan produksi beras tersebut, Jatim mengalami surplus sebesar 902.401 ton hingga Mei.
Pada Juni ada tambahan luas panen sebanyak 295.118 ha dengan kemampuan produksi sebesar 1 juta ton setara beras. Dengan adanya tambahan tersebut, total surplus produksi beras di Jatim selama semester pertama 2021 diprediksi menembus hampir 2 juta ton atau tepatnya 1.911.180 ton.
Bulog belum hadir
“Petani hampir tak merasakan kehadiran Bulog di tengah masa panen raya ini. Sebagai institusi penyangga ketahanan pangan, Bulog seharusnya bisa lebih optimal lagi menyerap beras petani terutama di Jatim yang menjadi lumbung pangan terbesar nasional,” ujar Suharno, Senin (19/4/2021).
Disisi lain Bulog Jatim menilai upaya penyerapan beras petani yang mereka lakukan sudah optimal. Pemimpin Perum Bulog Kanwil Jatim Khozin mengatakan pihaknya baru memulai penyerapan beras petani pada awal Maret dengan volume rata-rata sekitar 1.300 ton per hari.
Volume serapan beras petani itu kemudian ditingkatkan menjadi 2.700 ton per hari pada akhir bulan dan mencapai puncak tertingginya pada awal April dengan volume sebesar 3.000 ton per hari. Peningkatan serapan beras petani terjadi seiring terjadinya puncak masa panen raya.
“Untuk optimalisasi serapan, seluruh Satuan Tugas Pangan diterjunkan ke sentra-sentra produksi padi di Jatim mulai Ngawi hingga Banyuwangi,” ujar Khozin.
Namun, volume serapan beras petani saat ini cenderung menurun menjadi tinggal 2.000 ton per hari. Volume serapan beras pada pekan-pekan berikutnya bahkan dimungkinkan turun lagi tinggal 1.000 ton per hari. Hal itu terjadi karena luas hamparan panen padi berkurang seiring mulai berakhirnya masa panen raya di sejumlah daerah sentra produksi.
Untuk optimalisasi serapan, seluruh Satuan Tugas Pangan diterjunkan ke sentra-sentra produksi padi di Jatim mulai Ngawi hingga Banyuwangi(Khozin)
Bulog Jatim berkomitmen terus-menerus menyerap beras petani meskipun stok yang ada saat ini 236.000 ton, cukup untuk memenuhi kebutuhan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) atau iron stock selama setahun. Syaratnya, penyerapan beras itu harus memenuhi standar nasional yang ditetapkan pemerintah untuk menjaga mutu dan kualitas produk.
Khozin mengaku telah mengetahui keluhan perusahaan penggilingan padi yang selama ini menjadi mitra Bulog. Keluhan itu tidak lain, sulitnya memasok beras karena semakin ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi oleh penggilingan padi. Salah satunya, persyaratan mengenai tingkat keasamanan atau PH minimal 7 persen.
Persyaratan tersebut wajib dipenuhi dan Bulog saat ini sudah memiliki alat untuk mengukur tingkat keasaman beras. Hal itu untuk mengantisipasi pengoplosan beras lama dengan beras baru. Beras yang disimpan lama, rata-rata memiliki PH yang lebih rendah yakni sekitar 5 persen.
Adapun syarat lain yang harus dipenuhi mitra Bulog adalah kadar air maksimal 14 persen, butir patah atau broken maksimal 20 persen, dan kandungan menir maksimal 2 persen. Bulog juga mensyaratkan derajat sosoh minimal 95 persen. Persyaratan itu ditetapkan untuk menjaga mutu dan kualitas beras karena barang akan disimpan dalam waktu lama.
Menurut Khozin rata-rata penggilingan padi tradisional berasnya memiliki derajat sosoh 80 persen. Hal itu terjadi karena mesin penggilingan mereka belum memiliki teknologi pengolahan gabah pascapanen seperti penggilingan modern. Mereka inilah yang kesulitan memenuhi standar beras yang ditetapkan oleh Bulog.
Sebelumnya, Direktur Bisnis Perum Bulog Febby Novita dalam kunjungan kerjanya di Jatim, Rabu (7/4/2021) mengatakan pihaknya baru mendatangkan mesin rice to rice untuk meningkatkan kualitas beras serapan dari petani. Satu-satunya mesin pengolah beras secara modern di Jatim itu ditempatkan di Bulog Cabang Surabaya Utara yang berlokasi di Desa Banjar Kemantren, Sidoarjo.