Pemerintah diharapkan merevisi kebijakan larangan operasional angkutan umum dalam masa mudik Lebaran 2021. Daripada melarang lebih baik membolehkan operasi dengan pengetatan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Pemerintah resmi melarang mudik Lebaran kurun 6-17 Mei 2021 untuk menekan potensi penularan pandemi Coronavirus disease 2019 (Covid-19) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2). Namun, ada pengecualian dalam perjalanan pekerjaan antardaerah di delapan wilayah aglomerasi atau megapolitan. Pengecualian berpotensi diakali oleh pelaku perjalanan juga untuk mudik Lebaran 2021.
Sejumlah lembaga negara telah menerbitkan peraturan atau edaran tentang larangan mudik Lebaran. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selaku Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Covid-19 selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menerbitkan SE 8/2021 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian ke Luar Daerah dan/atau Mudik dan/atau Cuti bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Masa Pandemi Covid-19. Selain itu, Menteri Perhubungan mengeluarkan Peraturan 13/2021 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idulfitri 1442 H/Tahun 2021 dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Namun, dalam Permenhub 13/2021 ada pengecualian dibolehkannya perjalanan antardaerah di delapan wilayah aglomerasi. Megakawasan dimaksud Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi), Bandung Raya (Kota dan Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Cimahi), Jawa Tengah (Ungaran-Demak-Purwodadi), Solo Raya (Solo-Sukoharjo-Boyolali-Klaten-Wonogiri-Karanganyar-Sragen).
Daerah Istimewa Yogyakarta (Yogyakarta-Sleman-Bantul-Kulon Progo-Gunung Kidul), Gerbangkertasusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan), Sumatera Utara (Medan-Binjai-Deliserdang-Karo), dan Sulawesi Selatan (Makassar-Maros-Takalar-Sungguminasa).
“Kampung halaman saya di Lamongan tetapi kerja di Surabaya. Nanti biar bisa bertemu keluarga saat Lebaran akan minta surat perjalanan dinas seperti disyaratkan biar bisa pulang pergi,” kata Suharto, manajer perusahaan swasta, Rabu (14/4/2021). Untuk bisa pulang pergi dari lokasi kerja ke kampung halaman untuk “mudik lokal”, Suharto tidak akan memakai angkutan umum tetapi kendaraan pribadi dengan dilengkapi surat dinas dan hasil negatif tes Covid-19.
Kampung halaman saya di Lamongan tetapi kerja di Surabaya. Nanti biar bisa bertemu keluarga saat Lebaran akan minta surat perjalanan dinas seperti disyaratkan biar bisa pulang pergi (Suharto)
Secara terpisah, Kepala Dinas Perhubungan Jatim Nyono mengatakan, akan tetap menurunkan petugas terpadu untuk pemeriksaan dokumen. “Pemeriksaan di perbatasan kabupaten/kota untuk menekan potensi masyarakat mudik,” ujarnya.
Tidak perlu
Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya Irvan Widyanto mengatakan, masyarakat dari wilayah Gerbangkertasusila tidak perlu memperlihatkan surat dinas untuk perjalanan pekerjaan ke Surabaya. “Bisa memperlihatkan kartu identitas,” katanya.
Pengecualian dalam larangan mudik itu, menurut Ketua Organda Jatim Busairi Mustofa, memperlihatkan ketidaktegasan pemerintah dan kebijakan diskriminatif. Sebabnya, dalam masa larangan, seluruh angkutan umum dilarang beroperasi.
Untuk itu, Organda Jatim mendesak pemerintah mengkaji ulang aturan larangan operasi angkutan umum. “Daripada dilarang, lebih baik beroperasi tetapi pengetatan dalam protokol kesehatan ketika mengangkut penumpang,” ujar Mustofa.
Mustofa mengungkapkan, serangan pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 dan hingga kini belum berakhir telah menurunkan omzet bisnis angkutan umum khususnya bus menjadi tersisa 30-40 persen. Situasi ini memaksa operator mengurangi bahkan memberhentikan pegawai hingga sopir. Buruh transportasi terpaksa “banting setir” bekerja serabutan untuk mendapatkan penghasilan.
“Kami pertahankan pegawai dengan keahlian khusus misalnya sopir sebab sulit mencari yang baru atau keterampilannya setara. Tetap terikat dengan manajemen meski mereka dibayar separuh,” kata Mustofa.
Larangan mudik 6-17 Mei 2021 bisa diakali oleh masyarakat dengan pulang sebelum dan kembali sesudah kurun waktu tersebut. Namun, situasi ini sebatas bisa ditempuh oleh masyarakat yang tidak bekerja pada suatu lembaga. Jika pun ada yang mudik dengan kurun waktu lama, bisa menimbulkan celah usaha bagi pengelola biro perjalanan yang memakai kendaraan pribadi. Mereka bisa beroperasi antardaerah dalam provinsi melalui jaringan jalan dengan penjagaan lemah.
“Kebijakan larangan mudik itu ada celah diakali dan di sisi lain memukul pengusaha angkutan umum sehingga kami harapkan direvisi,” kata Mustofa.