Wacana Impor Beras Hilang, Harga Gabah di Sumsel Tetap Terjungkal
Walau wacana impor beras sudah tidak lagi kencang, harga gabah di tingkat petani di Sumatera Selatan tetap saja anjlok. Bahkan, harga gabah kali ini merupakan yang terendah dalam 3 tahun terakhir.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
SEKAYU, KOMPAS — Walau wacana impor beras sudah tidak lagi kencang, harga gabah di tingkat petani di Sumatera Selatan tetap saja anjlok. Bahkan, harga gabah kali ini merupakan yang terendah dalam 3 tahun terakhir. Skema penyerapan gabah terus dilakukan, mulai dari menggandeng Perum Bulog hingga pemanfaatan kredit usaha rakyat.
Merosotnya harga gabah terjadi di Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Di sana, gabah kering panen milik petani hanya dihargai Rp 3.000 sampai Rp 3.200 per kilogram (kg) gabah kering panen (GKP). Setidaknya ada 27 desa di kecamatan ini yang mengalami kondisi serupa.
Kepala Desa Sri Karang Rejo Kecamatan Lalan Zakiya Hamdan saat menghadiri panen raya di desanya, Sabtu (10/4/2021), mengatakan, situasi pelik ini sudah mulai terjadi di desanya sejak awal tahun 2021, tepatnya ketika wacana impor beras dari pemerintah merebak. Isu itu menjadi alasan bagi para tengkulak untuk mempermainkan harga.
Para tengkulak langsung turun ke sawah untuk menawarkan harga. Dengan mengandalkan isu impor beras, mereka menekan harga gabah serendah-rendahnya. Apalagi, pasokan gabah pascapanen cukup melimpah. Harga yang diterima petani tahun ini sangat jauh dari yang biasa mereka terima di tahun sebelumnya, yakni mencapai Rp 4.000-Rp 4.200 per kg. ”Harga ini merupakan yang terendah dalam 3 tahun terakhir,” ucap Zakiya.
Walau menyakitkan, tidak sedikit petani yang tetap menerima tawaran tersebut. Kebanyakan dari mereka adalah petani yang memang membutuhkan dana cepat atau sudah terjerat utang dengan para tengkulak.
Harga ini merupakan yang terendah dalam 3 tahun terakhir.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, ujar Zakiya, bukan tidak mungkin petani sawah akan mengalihfungsikan lahan ke komoditas perkebunan, seperti karet, kelapa, dan kelapa sawit. ”Harga komoditas itu masih lebih baik dibandingkan dengan harga gabah saat ini,” katanya. Hal ini sudah terlihat di desa sukarejo. Dari sekitar 750 hektar lahan pertanian sawah di desanya sekitar 150 hektar di antaranya sudah berubah fungsi menjadi perkebunan, baik karet maupun kelapa sawit.
Padahal, Kecamatan Lalan menjadi salah satu sentra produksi padi di Musi Banyuasin karena setiap tahun lahan pertaniannya bisa mencapai 8 hektar per sekali panen. Di desa ini pun sudah menerapkan sistem pertanian IP 200 (dua kali tanam dalam setahun).
Karena itu, ujar Zakiya, butuh kebijakan dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini. Misalnya dengan menyerap gabah milik petani sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP).
Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex menuturkan, produksi GKG di Musi Banyuasin mengalami peningkatan cukup signifikan. Pada 2020, produksi gabah petani mencapai 301.000 ton meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni 150.000 ton.
Dibarengi harga gabah
Peningkatan produktivitas ini harus dibarengi dengan harga gabah yang sesuai sehingga petani bisa hidup sejahtera. Oleh karena itu, ujar Dodi, dia telah berkoordinasi dengan Bulog untuk dapat menyerap gabah petani dengan harga sesuai HPP.
Kepala Seksi Serealia Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sumatera Selatan Siti Aminah menuturkan, rendahnya harga gabah tidak hanya terjadi di Kecamatan Lalan saja, tetapi hampir di seluruh kawasan di Sumsel. Karena itu, beberapa langkah sudah dirancang untuk mengantipasi masalah ini.
Kebijakan itu seperti memberikan fasilitas kredit usaha rakyat (KUR) kepada para petani yang memiliki usaha penggilingan. Dengan syarat, petani tersebut harus menyerap gabah milik petani dengan harga yang sama atau setidaknya mendekati dengan HPP. Cara lain adalah mengajak Bulog dan BUMD datang ke sejumlah daerah yang mengadakan panen raya agar dapat segera behubungan dengan gabungan kelompok tani guna menyerap hasil pertanian mereka.
Kepala Bidang Pengadaan Perum Bulog Divisi Regional Sumsel Babel Ninik Laswati menuturkan, untuk mengoptimalkan penyerapan gabah pihaknya sudah mengerahkan sejumlah satuan kerja yang bertugas untuk membangun jaringan di sejumlah sentra produksi tanaman pangan utamanya padi. ”Selain menyerap gabah petani mereka juga harus mengedukasi petani agar menghasilkan gabah sesuai standar yang ditetapkan,” ucapnya.
Ninik mengutarakan, banyak hasil petani yang tidak lulus seleksi lantaran kualitas gabah atau berasnya yang tidak sesuai standar. ”Bulog tentu tidak bisa menyerap beras atau gabah yang tidak sesuai standar yang ditetapkan,” ucapnya. Dalam menerima beras atau gabah, Bulog mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Penetapan HPP untuk Gabah atau Beras.
Ninik mengatakan, karena panen raya datang lebih awal, penyerapan GKG setara beras menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu. Sepanjang periode Januari-April, tingkat penyerapan mencapai 27.000 ton, lebih besar dari angka penyerapan di periode yang sama tahun 2019 yang 11.400 ton. Sampai dengan Juni 2021, ujar Ninik, Bulog menargetkan penyerapan hingga 50.000 ton.