Pemerintah meminta masyarakat tidak mudik pada 6-17 Mei 2021 demi menekan penularan Covid-19.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melarang pengoperasian sarana transportasi darat, laut, udara, dan perkeretaapian pada masa larangan mudik Idul Fitri 1442 Hijriah, yakni pada 6-17 Mei 2021. Namun, layanan transportasi pada periode tersebut tetap disediakan meskipun sangat terbatas. Penyediaan ini mengacu pada kebutuhan masyarakat yang masih boleh bergerak sesuai ketentuan.
Kementerian Perhubungan menindaklanjuti kebijakan larangan mudik Lebaran 2021 dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2021. Pada intinya, peraturan tersebut mengendalikan transportasi pada masa mudik Idul Fitri 1442 H agar semua pihak dapat mencegah penyebaran Covid-19. Secara prinsip, transportasi penumpang dilarang beroperasi pada 6-17 Mei 2021, sedangkan transportasi logistik atau barang berjalan seperti biasa.
”Meski demikian, masih ada pergerakan masyarakat yang diperbolehkan dengan memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang merujuk Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati pada dialog produktif Forum Merdeka Barat 9 ”Mudik Ditunda, Pandemi Mereda”, Jumat (9/4/2021).
Adita menuturkan, pemerintah tetap akan menyediakan transportasi meskipun sangat terbatas disesuaikan kebutuhan pergerakan masyarakat. Periode 6-17 Mei 2021 disadari mencakup hari kerja efektif sehingga masih ada kemungkinan aparatur sipil negara dan pegawai kantor menempuh perjalanan dinas yang diketahui dan disetujui pimpinan.
Di rentang masa larangan mudik itu masih mungkin ada kebutuhan perjalanan masyarakat yang memiliki kepentingan pribadi tetapi sangat mendesak, seperti terkait kelahiran dan kedukaan. Perjalanan atas alasan itu mesti atas sepengetahuan dan persetujuan pemerintah setempat, setidaknya dari lurah atau kepala desa, yang dinyatakan melalui surat. ”Kami mengharapkan masyarakat memahami esensi pelarangan bahwa kita sama-sama ingin menjaga momentum kondisi pandemi saat ini agar tidak memburuk,” ujar Adita.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Bakti Bawono Adisasmito mengatakan, keputusan meniadakan mudik berdasarkan pengalaman sebelumnya, yakni peningkatan mobilitas pada libur panjang selalu diikuti lonjakan kasus Covid-19.
Keputusan meniadakan mudik berdasarkan pengalaman sebelumnya, yakni peningkatan mobilitas pada libur panjang selalu diikuti lonjakan kasus Covid-19.
Apabila masyarakat memaksa mudik, hal itu akan meningkatkan mobilitas yang dapat meningkatkan potensi penularan atau kasus Covid-19.
”Peningkatan kasus ini bukan sekadar (kasus) positif. Bagi beberapa individu tertentu, apalagi yang (memiliki) komorbid dan usia lanjut, efek kenaikan kasus penularan itu artinya nyawa. Hal itu adalah konsekuensi publik yang harus kita tanggung,” ujar Wiku.
Oleh karena itu, lanjut Wiku, pemerintah meminta masyarakat agar jangan mudik. Masyarakat harus mengingat bahwa larangan mudik Lebaran 2021 dalam rangka mencegah penularan Covid-19. Apalagi selama ini setiap libur panjang selalu diikuti kenaikan kasus positif dan jumlah kematian yang meningkat.
Semua pihak mesti belajar dari pengalaman libur panjang tahun lalu. ”Pada saat libur Idul Fitri terjadi kenaikan kasus 68-93 persen, yang artinya ada kenaikan 400 sampai hampir 600 kasus per hari. Libur Kemerdekaan RI juga begitu, naiknya bahkan sampai 119 persen atau terjadi tambahan sekitar 1.100 kasus per hari. Selama libur-libur panjang, semua (kasus positif dan kematian) naik, tak ada yang turun,” papar Wiku.
Ekonom transportasi dan energi Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Alloysius Joko Purwanto, berpendapat, pemerintah harus ketat menerapkan pengecekan agar tujuan melarang mudik untuk menghindari lonjakan kasus Covid-19 dapat tercapai. Lonjakan mobilitas lokal juga mesti diperhatikan untuk mencegah penularan virus korona baru antarkeluarga. ”Menurut saya, harus ada petunjuk pelaksanaan protokol kesehatan di tingkat lingkungan, semisal di tingkat RW atau RT,” katanya.
Secara ekonomi, menurut Joko, kebijakan larangan mudik akan berdampak berat bagi perusahaan bus dan perjalanan antarkota/antarprovinsi. Upaya menolong perusahaan-perusahaan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan subsidi atau skema-skema untuk meringankan biaya atau pajak agar mereka dapat mengompensasi sebagian kerugian. ”Selain itu, dengan memberikan kemudahan untuk mereka agar bisa beralih ke sektor logistik atau angkutan barang,” ujarnya.
Kebijakan larangan mudik akan berdampak berat bagi perusahaan bus dan perjalanan antarkota/antarprovinsi.
Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi, pengawasan pengendalian transportasi darat pada masa larangan mudik Lebaran 2021 akan dilakukan dengan membuat sekitar 333 pos pengecekan di beberapa daerah.
”Selain dari Polri, nanti juga ada perkuatan dari unsur TNI, satpol PP kabupaten/kota, atau unsur dinas perhubungan kabupaten/kota. Kami juga akan melibatkan personel dari balai pengelola transportasi darat,” katanya.