Hasil Kajian Terbaru: Potensi Tenaga Surya Indonesia Jauh Melebihi Data Pemerintah
Kajian terbaru menyebutkan potensi tenaga surya di Indonesia bisa mencapai hampir 2.000 gigawatt atau jauh dari data resmi pemerintah sebesar 207 gigawatt. Kapasitas terpasang tenaga listrik nasional hanya 63 gigawatt.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil kajian Institute for Essential Services Reform bersama Global Environment Institute, China, menunjukkan potensi tenaga surya di Indonesia mencapai hampir 20.000 gigawatt. Angka tersebut jauh melampaui data potensi dari pemerintah yang disebutkan sebesar 207 gigawatt. Padahal, kapasitas terpasang tenaga listrik di Indonesia saat ini hanya 63,7 gigawatt.
Hasil kajian tersebut dipaparkan dalam webinar ”Bringing Indonesia to the Gigawatt Club: Unleashing Indonesia’s Solar Potential”, Kamis (18/3/2021), yang disampaikan peneliti Institute for Essential Services Reform (IESR) spesialis fotovoltaik dan teknologi material, Daniel Kurniawan.
Perhitungan potensi tersebut berbasis sistem informasi geografi (GIS) yang dilakukan dalam empat skenario. Skenario pertama adalah pengecualian dasar dengan tidak memasukkan kawasan konservasi, hutan, badan air, lahan basah, bandara dan pelabuhan, serta lahan dengan kemiringan di atas 10 persen. Pada skenario ini, potensi tenaga surya di Indonesia yang diperoleh mencapai 19.835 gigawatt (GW).
Skenario kedua adalah skenario pertama dikurangi lahan pertanian kering dan hutan tanaman yang menghasilkan potensi sebesar 7.700 GW. Adapun skenario ketiga adalah skenario kedua dikurangi wilayah transmigrasi dan permukiman sehingga menjadi 6.310 GW. Skenario keempat adalah skenario kedua yang dikurangi dengan area semak belukar dan menghasilkan potensi sebesar 3.397 GW.
Pemerintah belum memperbarui data potensi PLTS di Indonesia.
”Dengan temuan tersebut, potensi tenaga surya Indonesia sebesar 16 kali sampai 95 kali dari potensi yang diumumkan pemerintah yang sebesar 207 gigawatt. Temuan ini bisa menjadi acuan dalam pemenuhan pasokan listrik dengan mempertimbangkan kebutuhan listrik setempat,” kata Daniel.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan pada Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya, menanggapi kajian tersebut, mengatakan, pihaknya menyambut baik hasil kajian IESR ini. Ia mengakui pemerintah belum memperbarui data potensi PLTS di Indonesia. Namun, dari kajian yang pernah dilakukan, secara teori, potensi tenaga surya di Indonesia mencapai 1.300 GW dan potensi teknisnya sebesar 207 GW.
”Potensi tenaga surya di Indonesia memang besar. Oleh karena itu, tenaga surya akan diprioritaskan pemanfaatannya untuk mencapai target energi terbarukan sebesar 23 persen dalam bauran energi nasional pada 2025,” ujar Chrisnawan.
Sementara itu, Executive Vice President pada Divisi Energi Baru dan Terbarukan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Cita Dewi berpendapat, kajian potensi tenaga surya tersebut bisa menjadi pertimbangan PLN dalam pengerjaan proyek energi terbarukan di wilayah tertentu.
Ia menyatakan PLN tetap berkomitmen untuk menaikkan kapasitas terpasang pembangkit listrik dari energi terbarukan. Tidak hanya tenaga surya, tetapi juga sumber energi terbarukan yang lain, seperti tenaga bayu, hidro, dan biomassa.
PLN sedang mengonversi pembangkit listrik tenaga diesel yang berjumlah lebih dari 5.000 unit dengan kapasitas terpasang 2 GW dengan pembangkit energi terbarukan.
”Saat ini, pembahasan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 masih berlangsung. Memasukkan proyek pembangkit listrik energi terbarukan akan disesuaikan dengan kondisi PLN saat ini dan kebutuhan listrik di masa mendatang,” kata Cita.
Untuk mendorong kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi pembangkit listrik PLN, lanjut Cita, PLN sedang mengonversi pembangkit listrik tenaga diesel yang berjumlah lebih dari 5.000 unit dengan kapasitas terpasang 2 GW dengan pembangkit energi terbarukan. Selain itu, PLN juga menerapkan metode co-firing pada PLTU, yaitu pencampuran biomassa (pelet kayu) dengan batubara dalam kadar tertentu.
Dari sektor pelaku usaha, Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia Andhika Prastawa mengatakan, temuan IESR bersama Global Environment Institute terbilang mengejutkan. Bahkan, dengan skenario yang paling pesimistis, potensi tenaga surya di Indonesia sebesar 3.397 GW atau jauh melampaui data resmi pemerintah yang sebesar 207 GW. Temuan ini diharapkan dapat merangsang investor untuk mengembangkan potensi tersebut secara komersial.
Berdasarkan data pemerintah sampai 2020, bauran energi pembangkit listrik nasional masih didominasi oleh batubara yang sebesar 66,3 persen. Berikutnya, gas bumi dan bahan bakar minyak sebesar 20,47 persen. Sisanya adalah energi terbarukan, seperti hidro dan panas bumi, sebesar 13,23 persen.