Kementerian Kelautan dan Perikanan: Garansi Bank Bukan Modus untuk Korupsi
Kementerian Kelautan dan Perikanan menilai mekanisme jaminan bank menjadi cara negara mendapatkan penerimaan dari ekspor benih lobster. Sebab, ketika ekspor digulirkan, belum ada regulasi spesifik terkait penerimaan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan menilai mekanisme jaminan bank atau bank guarantee merupakan cara negara mendapatkan penerimaan negara dari kebijakan ekspor benih bening lobster. Sewaktu ekspor benih lobster digulirkan mulai Mei 2020, belum ada ketentuan spesifik terkait tarif penerimaan negara bukan pajak untuk ekspor benih.
Ekspor benih bening lobster diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp), di Wilayah Negara Republik Indonesia, yang ditetapkan pada 4 Mei 2020.
Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Yusuf, Selasa (16/3/2021), menjelaskan, ekspor benih lobster dibuka ketika tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk ekspor benih masih dibahas, yakni melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 75/2015, tarif PNBP hanya mencakup jasa pemeriksaan klinis benih crustacea senilai Rp 250 per 1.000 ekor dan sertifikat kesehatan (HC) Rp 5.000 per sertifikat. Menurut Yusuf, tarif PNBP ekspor benih berdasarkan regulasi itu sangat rendah.
Padahal, nilai pasar benih bening lobster jenis pasir di Vietnam mencapai 5-10 dollar AS per ekor. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/2020 berupaya membuat nelayan menjadi sejahtera dengan jaminan harga jual benih bening lobster minimal Rp 5.000 per ekor untuk jenis pasir dan Rp 10.000 per ekor untuk jenis mutiara.
”Padahal, kan, harga benih lobster hasil tangkapan tinggi, nilai jual tinggi, tetapi negara tidak dapat apa-apa. Maka kami mengubah regulasi PNBP itu,” katanya, Selasa (16/3/2021).
Dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 75/2015 diusulkan ada penerimaan tambahan buat negara melalui PNBP ekspor benih bening lobster. PNBP ekspor benih itu nantinya berlaku surut, yakni eksportir diwajibkan membayar terhitung sejak ekspor benih dimulai. Adapun selama PNBP ekspor benih lobster belum ditetapkan, eksportir diwajibkan menyetor jaminan bank atau bank garansi.
”Karena ekspor benih lobster sudah berlangsung dan memungut PNBP belum bisa karena regulasi belum ada, (eksportir) diminta garansi bank. Jadi, bukan modus korupsi dan (garansi bank) itu, kan, atas nama mereka (eksportir), bukan atas nama kita,” kata Yusuf.
Ia menambahkan, seluruh eksportir benih lobster telah berkomitmen untuk patuh pada ketentuan jaminan bank, serta membayar PNBP jika regulasi sudah diterbitkan. Bank garansi menjadi jaminan untuk memastikan negara akan mendapat uang dari ekspor benih lobster.
”Garansi bank ini lebih kepada jaminan untuk memastikan negara bakal dapat uang dari ekspor benih lobster karena aturan PNBP belum keluar. Kami sudah berusaha agar aturan (tarif PNBP) itu berlaku surut yang akan dibayar sejak (benih) diekspor,” katanya.
Menurut Yusuf, selama ini ketentuan jaminan bank itu dipatuhi oleh eksportir benih dengan membayar biaya ke bank. Dana jaminan di bank belum pernah diambil oleh Kementerian Keuangan. ”Pertanyaan besarnya, ini garansi bank uang apa, uang hasil kejahatan bukan, sarana kejahatan juga bukan. Ini dari kacamata hukum bagus juga untuk perdebatan,” kata Yusuf, yang juga Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) periode 2011-2016.
Sebelumnya, pada Senin (15/3/2021), penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang tunai senilai Rp 52,3 miliar dari Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Cabang Gambir, Jakarta, terkait kasus dugaan korupsi penetapan izin ekspor benur. Uang itu diduga berasal dari para eksportir benih lobster yang telah mendapat izin Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengekspor benur pada 2020.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Edhy Prabowo (Menteri Kelautan dan Perikanan ketika itu) diduga memerintahkan Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan membuat surat perintah kepada eksportir untuk menyerahkan jaminan bank.
”Tersangka EP (Edhy Prabowo) memerintahkan Sekjen KKP (Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan), lalu Sekjen KKP ke Kepala BIKPM (Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan), kemudian diperintahkan lagi ke Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta agar setiap eksportir menyerahkan bank garansi yang disetorkan di BNI,” ujar Ali.