Andaliman Diminati Koki Dunia, Tembus Pasar Ekspor
Bumbu rempah dari tanaman endemik kawasan Danau Toba, andaliman, mulai menembus pasar ekspor ke Jerman sebanyak 574 kilogram senilai Rp 431 juta. Ekspor ini jadi penanda bahwa pamor merica dari Batak ini kian melambung.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Bumbu rempah dari tanaman endemik kawasan Danau Toba, andaliman, menembus pasar ekspor. Andaliman diekspor ke Jerman sebanyak 574 kilogram dengan nilai Rp 431 juta. Ekspor andaliman meningkat seiring dengan pamornya yang naik di dunia kuliner dalam negeri ataupun luar negeri.
”Andaliman berpotensi menjadi komoditas pertanian unggulan dari Sumatera Utara. Petani dan pelaku usaha kini dapat menghasilkan andaliman berkualitas yang mampu menembus pasar ekspor,” kata Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Belawan Andi Yusmanto, Senin (15/3/3021).
Andi mengatakan, andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) kini mulai dilirik koki profesional berkelas dunia seiring dengan pamornya yang semakin naik. Bumbu ini memberikan sensasi rasa pedas, menggigit, getir, dan kebas di lidah.
Andaliman berpotensi menjadi komoditas pertanian unggulan dari Sumatera Utara. Petani dan pelaku usaha kini dapat menghasilkan andaliman berkualitas yang mampu menembus pasar ekspor.
Cita rasa yang sangat khas ini membuat andaliman dilirik dalam berbagai jenis masakan. Saat ini, andaliman umumnya digunakan dalam berbagai jenis masakan tradisional khas Batak.
Andi mengatakan, mereka telah melakukan rangkaian tindakan karantina sesuai persyaratan negara tujuan agar andaliman bisa menembus pasar ekspor. Komoditas dari sektor perkebunan itu pun kini sudah memenuhi persyaratan untuk diekspor ke Jerman.
Nilai tinggi
Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil mengatakan, andaliman sangat berpeluang menjadi komoditas ekspor baru yang mempunyai nilai tinggi. Ekspor andaliman pun akan didorong agar bisa mendukung peningkatan nilai ekspor dari Sumut.
Meskipun tertekan pandemi sepanjang 2020, nilai ekspor pertanian dari Sumut masih mampu bertumbuh 12,14 persen secara tahunan. Banyaknya komoditas baru yang menembus pasar ekspor diharapkan bisa mendorong program gerakan peningkatan tiga kali lipat ekspor yang dicanangkan Kementerian Pertanian.
”Meningkatnya nilai ekspor pada akhirnya akan mengangkat harga komoditas sehingga kesejahteraan petani pun semakin baik,” kata Ali.
Menurut dia, ekspor andaliman tidak hanya sekadar penjualan bumbu masak. Lebih jauh, ekspor ini juga menjadi media promosi kekayaan plasma nutfah di Indonesia, khususnya di kawasan Danau Toba. Andaliman merupakan kekayaan genetik Nusantara karena hanya tumbuh di dataran tinggi kawasan Danau Toba.
”Merica Batak ini ke depan bisa diolah lagi, minimal setengah jadi, agar semakin besar nilai tambah yang didapat di dalam negeri. Andaliman bisa menjadi ikon baru Sumut,” katanya.
Pegiat dan pengusaha andaliman, Marandus Sirait, mengatakan, mereka mendukung terbukanya pasar ekspor andaliman. Pasar ekspor itu diharapkan bisa mengatasi persoalan yang selama ini dihadapi petani, yakni fluktuasi harga yang sangat tinggi.
”Setiap Desember hingga Januari, harga andaliman di tingkat petani bisa meroket hingga Rp 200.000 per kilogram. Kalau di situ, petani bisa bersiul,” kata Marandus.
Kenaikan harga terjadi karena tingginya permintaan saat Natal dan Tahun Baru. Namun, pada Februari hingga April, harga bisa anjlok hingga Rp 10.000 per kilogram. Banyak petani yang tidak memanen andalimannya karena harga yang tidak sesuai. Untuk memanen 1 kilogram andaliman dibutuhkan waktu berjam-jam karena tanaman berduri sehingga petani memilih pekerjaan lain.
Saat ini, harga di tingkat petani pun sekitar Rp 35.000 per kilogram. Pasar ekspor andaliman diharapkan bisa menyeimbangkan pasar ketika permintaan di dalam negeri sedang lesu.