Pengadaan Barang dan Jasa Sasar Produk Usaha Mikro, Kecil, dan Koperasi
Usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi memiliki peluang untuk meningkatkan kualitas produk mereka melalui keterlibatan dalam pengadaan barang dan jasa pada kementerian dan lembaga.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Belanja kementerian dan lembaga terhadap produk usaha mikro dan kecil serta koperasi dioptimalkan. Salah satunya melalui pengadaan barang dan jasa.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, potensi paket pengadaan pemerintah bagi pelaku usaha mikro dan kecil serta koperasi pada tahun 2021 senilai Rp 478 triliun.
Kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah diwajibkan mengalokasikan paling sedikit 40 persen pengadaan barang dan jasa bagi usaha mikro dan kecil serta koperasi. Kewajiban itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
”Tahun ini target kami bersama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengoptimalkan pelaksanaan belanja kementerian dan lembaga, meskipun tidak ada sanksi bagi kementerian dan lembaga yang tidak memenuhi ketentuan ini,” kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki saat dihubungi, Senin (8/3/2021).
Teten memaparkan, selama ini muncul keluhan UMKM terkait dengan pelaksanaan belanja pemerintah. Standar persyaratan kualitas, misalnya, masih dianggap terlalu berat bagi pelaku UMKM untuk bisa masuk katalog elektronik Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Pengajuan pengadaan kementerian dan lembaga juga masih harus lebih detail.
”Hal ini supaya pelaku UMKM dari jauh-jauh hari bisa menyiapkan diri agar dapat memasok kebutuhan kementerian dan lembaga,” kata Teten.
Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun berpendapat, pemerintah perlu menginventarisasi kebutuhan pengadaan barang dan jasa yang dapat dipasok UMKM. Cara ini akan memancing UMKM produsen barang, terutama skala industri, untuk memproduksi barang dengan baik.
Persepsi mengenai aspek harga dan kualitas produk perlu disamakan. Sebab, hal itu terkait dengan keberpihakan terhadap UMKM dalam proses pengadaan.
Menurut Ikhsan, ajakan Presiden Joko Widodo agar mencintai produk dalam negeri dan membenci produk asing harus sejalan dengan praktik yang dijalankan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Evaluasi berkala mesti dilakukan untuk merealisasikan potensi nilai paket pengadaan pemerintah bagi pelaku usaha mikro dan kecil serta koperasi.
Ajakan Presiden Joko Widodo agar mencintai produk dalam negeri dan membenci produk asing harus sejalan dengan praktik yang dijalankan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah
Sementara itu, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Maxensius Tri Sambodo, berpendapat, produk UMKM dalam negeri yang terbaik mesti disiapkan untuk menyubstitusi produk yang selama ini masih diimpor. ”Misi menggerakkan ekonomi rakyat tetap harus dibarengi penyiapan kualitas produk UMKM yang setara atau lebih baik dibandingkan dengan produk impor,” katanya.
Menurut dia, pemerintah juga perlu mendorong UMKM bertransformasi dengan cara memproduksi barang dan jasa berbasis ramah lingkungan. UMKM juga bisa diberdayakan melalui asosiasi atau kluster serta didorong berkolaborasi. Semangat kooperasi dibangkitkan agar antar-UMKM tidak saling mematikan.
”Potensi nilai pengadaan yang ratusan triliun itu harus berdampak berganda dalam konteks kesempatan kerja atau ekonomi, lingkungan, nilai tambah, dan juga jejaring kerja sama antara UMKM,” ujar Tri.
Menurut Tri, potensi pengadaan pemerintah dioptimalkan agar dapat dirasakan pelaku UMKM dan koperasi di Indonesia. ”Pengadaan jangan terkonsentrasi pada kelompok-kelompok kecil. Kelompok harus dibesarkan supaya kue ekonomi lebih terbagi secara adil,” katanya.
Optimalisasi realisasi belanja pemerintah terhadap produk UMKM dapat menjadi modal untuk meningkatkan kapasitas dan efisiensi dalam menggarap pasar yang lebih luas. Dengan cara ini, kepercayaan pasar terhadap produk barang dan jasa UMKM akan semakin tumbuh.
Optimalisasi realisasi belanja pemerintah terhadap produk UMKM dapat menjadi modal untuk meningkatkan kapasitas dan efisiensi dalam menggarap pasar yang lebih luas
Praktik tak adil
Teten menyampaikan, pemerintah mengatasi praktik tidak adil dalam perdagangan secara elektronik agar tidak berdampak buruk bagi UMKM Indonesia. Banting harga, terutama produk impor, dikhawatirkan dapat mematikan UMKM Indonesia. Kemenkop UKM sudah membahas persoalan ini dengan Kementerian Perdagangan.
Lebih lanjut Teten mengatakan, Kemendag berencana mengatur diskon di pasar daring. Hal ini penting dilakukan agar harga produk-produk UMKM Indonesia tidak rusak akibat usaha besar dan impor yang berani menjual barang dengan harga rendah.
Kemendag berencana mengatur diskon di pasar daring.
Teten meyakini kebijakan ini tidak akan mengerem laju pertumbuhan penjualan di pasar daring. Pemerintah tetap ingin mendorong penjualan di pasar daring untuk menopang pertumbuhan ekonomi nasional.