Pencarian dengan sejumlah kueri terkait pariwisata melonjak tahun lalu. Barangkali frasa ”makan di mobil”, ”drive-in cinema”, atau ”obyek wisata terdekat” bisa menginspirasi untuk menyusun strategi pemulihan tahun ini.
Oleh
Mukhamad Kurniawan
·4 menit baca
Sektor pariwisata amat terpuruk tahun lalu. Setelah beberapa tahun mengalami kenaikan kunjungan yang konstan, obyek wisata, bandara, dan hotel mendadak sepi pengunjung. Warga dunia menunda perjalanan dan memilih mengunci diri di rumah seiring meluasnya pandemi Covid-19.
Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) bahkan menyebut 2020 sebagai tahun terburuk dalam sejarah pariwisata. Jumlah kedatangan internasional anjlok 74 persen atau 1 miliar orang lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2019. Asia Pasifik menjadi kawasan paling terdampak, yakni dengan penurunan 84 persen, lebih dalam ketimbang Afrika yang 75 persen, Eropa 70 persen, atau Amerika yang turun 69 persen.
Pandemi juga menekan kinerja sektor transportasi. Tahun lalu, sektor transportasi di Indonesia terkontraksi 15,04 persen, sementara sektor akomodasi dan makan minum tumbuh negatif 10,22 persen. Keduanya menjadi sektor yang paling terdampak pandemi seiring penularan virus yang meluas dan pembatasan pergerakan masyarakat.
Survei Panel Ahli UNWTO soal prospek pariwisata tahun 2021 memang tidak terlalu menggembirakan hasilnya. Sebanyak 45 persen responden memperkirakan prospek yang lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu, 25 persen sama dengan tahun lalu, dan 30 persen lainnya justru memproyeksikan kinerja yang lebih buruk tahun ini. Mayoritas ahli tidak melihat situasi akan kembali seperti sebelum pandemi sebelum tahun 2023.
Akan tetapi, ada peluang di tengah keterpurukan itu. Ada perubahan perilaku perjalanan yang bisa ditangkap sebagai kesempatan untuk menggerakkan sektor ini. Perilaku itu, antara lain, bisa dilihat dari tren pencarian di Google sepanjang tahun 2020.
Mesin pencari itu menangkap keinginan orang untuk keluar rumah dan melihat pemandangan. Mereka mencari cara yang aman dan kreatif untuk bepergian. Di antara penerapan protokol keselamatan yang berbeda antardaerah, banyak pelancong memilih untuk bepergian ke lokasi wisata yang tidak jauh dari rumah dan bisa diakses dengan kendaraan pribadi.
Selain lokasi yang jaraknya terjangkau dengan mengemudi sendiri, atraksi luar ruangan dan tempat rekreasi lokal yang cocok untuk keluarga juga disukai orang Indonesia. Pencarian dengan kata kunci ”Curug Malela”, obyek wisata alam di Bandung Barat, Jawa Barat, misalnya, naik 330 persen. Sementara pencarian dengan kata kunci ”Pulau Natuna” naik 200 persen, ”Bukit Pelangi” naik 85 persen, dan ”obyek wisata di Bandung” melonjak 330 persen.
Wisata aman
Di tengah keinginan berwisata di lokasi yang secara jarak terjangkau dengan kendaraan pribadi, warga Indonesia memprioritaskan kesehatan dan keselamatan saat merencanakan perjalanan. Tahun lalu, pencarian dengan kueri ”wisata aman” naik 50 persen.
Sehat dan aman dari risiko terpapar virus menjadi pertimbangan utama pelancong Indonesia. Hasil survei konsumen bulanan oleh Google tentang niat bepergian menyebutkan, ada tiga faktor yang jadi pertimbangan teratas orang Indonesia dalam merencanakan perjalanannya, yakni kesehatan dan keselamatan, harga dan promosi, serta reputasi perusahaan perjalanan.
Berdasarkan tren pencarian tahun lalu, orang Indonesia cenderung mencari aktivitas rekreatif yang bisa dinikmati di luar ruang bersama keluarga. Mereka juga mencoba aktivitas baru yang muncul di tengah pandemi. Hal itu terlihat, antara lain, dari lonjakan pencarian dengan kata kunci ”makan di mobil” yang naik 35 persen tahun lalu. Penelusuran dengan kueri ”drive-in cinema” juga naik.
Segenap kueri dan kata kunci itu sejatinya peluang yang bisa jadi pertimbangan bagi para pelaku pariwisata Tanah Air untuk merencanakan bisnis dan merancang langkah adaptasi. Hasil riset sejumlah lembaga juga dapat melengkapi ”bekal” mencari celah untuk bangkit dari keterpurukan sektor ini.
Perusahaan konsultan manajemen McKinsey dalam ”Covid-19 Tourism Spend Recovery in Numbers”, 20 Oktober 2020, menyebutkan, pariwisata domestik akan kembali ke tingkat sebelum krisis 1-2 tahun lebih awal ketimbang perjalanan internasional. Pendorongnya antara lain pembatasan perjalanan yang lebih sedikit di dalam negeri, ada alternatif perjalanan non-udara yang lebih banyak, serta peluang lebih besar dari perjalanan bisnis.
Kini para pelaku sektor pariwisata tengah menanti hasil dari penanganan Covid-19 dan vaksinasi yang digelar pemerintah. Mereka berharap pandemi bisa segera tertangani sehingga masyarakat percaya diri untuk keluar rumah tanpa perasaan waswas bakal terpapar virus. Semoga.