Kapasitas Industri dan Kebutuhan Vaksin Dunia Masih Timpang
WTO mendorong pengembangan industri farmasi melalui transfer teknologi guna meningkatkan produksi vaksin. Kapasitas produksi vaksin Covid-19 dunia sekitar 3,5 miliar dosis, sedangkan kebutuhannya 10 miliar dosis.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Angka kebutuhan dosis vaksin Covid-19 di dunia hampir menyentuh tiga kali lipat dari kapasitas produksinya. Oleh sebab itu, Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO mendorong pengembangan industri farmasi melalui transfer teknologi untuk meningkatkan produksi vaksin.
Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala mengatakan, kapasitas produksi vaksin Covid-19 di dunia sekitar 3,5 miliar dosis, sedangkan kebutuhan saat ini sekitar 10 miliar dosis. ”Kita mesti fokus bekerja sama dengan perusahaan terkait untuk memberikan lisensi dan membuka lebih banyak proses manufaktur (vaksin) di negara dan pasar berkembang,” katanya dalam pertemuan WTO General Council di Geneva, Swiss, Senin (1/3/2021) waktu setempat.
Keterbukaan dan legalitas manufaktur itu dapat terwujud melalui kemitraan dan transfer teknologi. Dia berpendapat, WTO dapat menginisiasi dialog dan pertukaran informasi dengan perwakilan pelaku industri, baik dari negara maju maupun berkembang.
Kebutuhan vaksin di negara-negara miskin turut menjadi sorotan. ”Pekan lalu merupakan pertama kalinya pengapalan vaksin Covid-19 yang menjadi bagian dari program Covid-19 Vaccines Global Access (Covax) ke Ghana. Ini menunjukkan adanya kelangkaan suplai yang serius dan sejumlah negara membayar vaksin Covid-19 dengan nilai lebih tinggi,” kata Okonjo-Iweala.
Kapasitas produksi vaksin Covid-19 di dunia sekitar 3,5 miliar dosis, sedangkan kebutuhan saat ini sekitar 10 miliar dosis.
Sebelumnya, WTO telah memublikasikan dokumen Developing and Delivering Covid-19 Vaccines around The World. Dokumen tentang pengembangan, kesetaraan akses, dan pendistribusian vaksin ke seluruh dunia ini turut memuat daftar isu teknis mengenai rantai nilai vaksin Covid-19.
Ada tujuh tahap dalam rantai perdagangan dan perindustrian vaksin Covid-19, yakni pengembangan, persetujuan dalam negeri terhadap proses manufaktur, produksi dan manufaktur, persetujuan dalam negeri untuk mengimpor, distribusi di skala internasional, perizinan perbatasan, serta distribusi domestik dan pengawasan. Setiap tahap menuntut pertanggungjawaban kualitas dan transparansi.
Pada tahap manufaktur vaksin, dokumen tersebut menyebutkan tentang strategi pemerintah dalam memfasilitasi transfer teknologi terhadap kapasitas produksi domestik beserta kesepakatan lisensinya. Selain itu, langkah-langkah dalam merealisasikan investasi untuk pemrosesan vaksin Covid-19 di negara berkembang dan kurang berkembang (least-developed countries) juga menjadi perhatian.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, mengemukakan, dokumen WTO tersebut dapat menjadi acuan lalu lintas perdagangan vaksin di kancah global. ”Jangan sampai ada negara yang terhambat dalam mengakses vaksin. Ini penting bagi pemulihan bersama di tingkat dunia,” katanya saat dihubungi pada Selasa.
Jangan sampai ada negara yang terhambat dalam mengakses vaksin. Ini penting bagi pemulihan bersama di tingkat dunia.
Saat ini, lanjut Ahmad, situasi produksi dan perdagangan vaksin Covid-19 di skala global menunjukkan kekuatan industri farmasi tiap negara. Negara dengan industri farmasi yang kuat lebih unggul dalam produksi vaksin. Hal ini menjadi refleksi bagi industri farmasi Indonesia untuk memperkuat investasi sehingga sumber daya manusia yang terlibat serta penelitian dan pengembangan yang berjalan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi) Dorodjatun Sanusi menuturkan, ada enam tahap dalam analisis dan evaluasi rantai nilai proses beserta rantai pasokan vaksin Covid-19 di Indonesia. Keenam tahap itu terdiri dari penelitian dan pengembangan serta uji klinis; uji klinis fase ketiga; manufaktur atau produksi; distribusi; penempatan vaksin di rumah sakit, klinik, atau pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas); serta penyuntikkan kepada tenaga kesehatan dan masyarakat.
Tahap ketiga dan keempat turut membutuhkan analisis investasi, kegiatan operasional, dan pembiayaan. Secara khusus, aspek-aspek yang menjadi perhatian pada tahap ketiga atau proses manufaktur ialah perencanaan produksi dan pengendalian inventori, bahan baku awal (starting material), kapasitas dan bentuk sediaan dosis, lokasi fasilitas produksi, serta harga, kualitas, dan suplai.