Pertamina Siap Kembangkan Ekosistem Industri Kendaraan Listrik
Infrastruktur pendukung industri kendaraan listrik di Indonesia terus didorong. Di satu sisi, berbagai insentif juga dibutuhkan untuk mempercepat pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) berkomitmen mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Perusahaan akan bergerak pada produksi katoda, baterai kendaraan listrik, dan pendaur ulang baterai. Tahun ini, Pertamina bersama sejumlah BUMN lain akan membentuk perusahaan patungan untuk mendukung pengembangan industri kendaraan listrik.
Menurut Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, dalam pengembanan ekosistem industri kendaraan listrik di Indonesia, Pertamina akan berperan banyak di bagian tengah (mid stream). Urusan hulu, yang menyangkut bahan baku baterai kendaraan listrik, akan ditangani PT Aneka Tambang (Persero) Tbk dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum. Pertamina juga menggandeng PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk urusan daur ulang baterai kendaraan listrik.
”Tahun ini, kami berencana membangun perusahaan patungan bersama tiga BUMN lain, yaitu Indonesia Battery Corporation. Kami juga tengah menjalin kerja sama dengan dua perusahaan global, termasuk penjajakan dengan sejumlah perusahaan di luar negeri,” ujar Nicke dalam siaran pers, Sabtu (13/2/2020).
Pertamina, lanjut Nicke, melihat potensi pengembangan baterai kendaraan listrik di Indonesia terbesar ada di kendaraan roda dua ketimbang roda empat. Selain pengembangan baterai kendaraan listrik, Pertamina juga meminati bisnis pembuatan baterai (energy storage system/ESS) untuk menyimpan daya listrik yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Peluang bisnis di sektor ini terbilang besar untuk mendukung keandalan pasokan listrik dari PLTS.
”ESS ini akan menjadi pasar yang besar di masa mendatang. Pertamina akan masuk ke sana,” kata Nicke.
Pertamina melihat potensi pengembangan baterai kendaraan listrik di Indonesia terbesar ada di kendaraan roda dua ketimbang roda empat.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa berpendapat, untuk mempercepat pengembangan kendaraan listrik di Indonesia, pemerintah harus mampu menciptakan pasar atau permintaan kendaraan listrik itu sendiri. Salah satu caranya adalah mewajibkan pejabat di lingkungan pemerintahan, baik di pusat maupun daerah, serta pejabat di lingkungan BUMN. Transportasi umum yang semula berbahan bakar minyak pun sebaiknya dialihkan ke kendaraan listrik.
”Selain itu, pemerintah perlu menerapkan disinsentif bagi kendaraan berbahan bakar minyak dengan pemungutan pajak yang lebih tinggi daripada pajak kendaraan listrik. Harga kendaraan listrik sebaiknya lebih murah ketimbang kendaraan berbahan bakar minyak untuk menarik minat masyarakat,” ujar Fabby.
Hal lain yang perlu dikembangkan, lanjutnya, adalah memperbanyak stasiun pengisian daya baterai kendaraan listrik. Apabila ketersediaan stasiun tersebut tinggi, masyarakat akan merasa nyaman dan aman memiliki kendaraan listrik. Ketersediaan infrastruktur ini dipercaya dapat menumbuhkan minat masyarakat memiliki kendaraan listrik.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam keterangan tertulis, menyampaikan, relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dapat meningkatkan daya beli sehingga konsumsi kendaraan bermotor di kelompok masyarakat berpenghasilan menengah atas akan meningkat. Hal ini akan memberi stimulus bagi perekonomian.
”Insentif kendaraan bermotor ini diharapkan dapat meningkatkan utilisasi industri otomotif dan mendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan I-2021,” kata Airlangga.
Pemerintah perlu menerapkan disinsentif bagi kendaraan berbahan bakar minyak dengan pemungutan pajak yang lebih tinggi dibandingkan pajak kendaraan listrik.
Tarif PPnBM akan turun bertahap dalam sembilan bulan dengan masing-masing tahap selama tiga bulan, mulai 1 Maret 2021. Tahap pertama, PPnBM akan turun 100 persen dari tarif yang diberikan, tahap kedua menjadi 50 persen dari tarif, dan tahap ketiga turun 25 persen dari tarif. Pemberian insentif akan dievaluasi per tiga bulan.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto menyampaikan respons positif pelaku usaha industri otomotif atas kebijakan relaksasi PPnBM tersebut. Penjualan atau produksi otomotif diyakini dapat segera meningkat.
Berdasarkan data Gaikindo, penjualan mobil secara nasional, baik wholesale (dari pabrik ke diler) maupun ritel, pada 2020 anjlok dibandingkan dengan 2019. Penjualan mobil dari pabrik ke diler turun 48,35 persen menjadi 532.027 unit, sedangkan ritel turun 44,55 persen menjadi 578.327 unit.
”Proyeksi tahun 2021, penjualan mobil bisa meningkat menjadi sekitar 750.000 unit,” kata Jongkie.