Penyaluran dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan untuk 157.500 unit rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah tahun ini dinilai belum mencukupi kebutuhan. Skema pembiayaan perlu dipermudah.
Oleh
bm lukita grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan penyaluran fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan atau FLPP tahun 2021 sebesar Rp 19,1 triliun. Dana kredit perumahan rakyat bersubsidi berupa FLPP itu untuk pembiayaan 157.500 unit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kendati begitu, alokasi itu dinilai masih tidak memadai untuk pemenuhan kebutuhan rumah rakyat.
Bantuan pembiayaan perumahan FLPP disalurkan oleh Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (BLU PPDPP) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bekerja sama dengan 37 bank pelaksana sebagai penyalur. Target alokasi dana itu naik 70 persen dibandingkan dengan realisasi tahun 2020 sebesar Rp 11,23 triliun untuk 109.253 unit.
Penyaluran FLPP tahun ini dimulai pada 4 Februari 2021 melalui PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk senilai Rp 4,6 miliar untuk 42 unit rumah. Dengan demikian, total realisasi penyaluran FLPP sejak tahun 2010 hingga 4 Februari 2021 berjumlah 764.897 unit rumah atau senilai Rp 55,6 triliun.
Direktur Utama PPDPP Kementerian PUPR Arief Sabaruddin, Sabtu (6/2/2021), mengatakan, alokasi dana FLPP sebesar Rp 19,1 triliun bersumber dari daftar isian pelaksana anggara (DIPA) senilai Rp 16,66 triliun dan pengembalian pokok dana bergulir senilai Rp 2,44 triliun. Pemerintah memastikan FLPP akan disalurkan bersamaan dengan subsidi bantuan uang muka (SBUM).
Adapun alokasi SBUM tahun ini sebesar Rp 630 miliar untuk 157.500 rumah. Pemerintah juga mengalokasikan dana bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT) sebesar Rp 1,59 triliun untuk 39.996 unit rumah.
Pemerintah memastikan FLPP akan disalurkan bersamaan dengan subsidi bantuan uang muka.
Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Nomor RU 0403–DP/15 tertanggal 22 Januari 2021 tentang Pelaksanaan Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bersubsidi dan SBUM 2021, debitor KPR bersubsidi akan mendapatkan SBUM. Pembayaran SBUM dapat dilakukan untuk akad KPR mulai 4 Januari 2021.
Arief mengingatkan bank pelaksana untuk meninjau pemberlakuan perjanjian kerja sama (PKS) tahun 2021 dengan pemerintah dalam melaksanakan penyaluran FLPP. Tahun 2021, pemerintah telah melaksanakan PKS dengan 38 bank pelaksana, meliputi 9 bank nasional dan 29 bank pembangunan daerah.
”Namun, dengan penggabungan Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRIsyariah menjadi Bank Syariah Indonesia per 1 Februari 2021, bank pelaksana FLPP akan menjadi 37 bank pelaksana,” ujarnya.
Arief menambahkan, ketentuan batas harga rumah untuk KPR bersubsidi masih sama dengan tahun 2020. Tidak adanya kenaikan batas harga rumah itu diyakini masih bisa diakomodasi oleh para pengembang.
”Selama rumah yang dibangun tidak banyak aksesori, yang penting sudah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, terutama dalam hal konstruksi. Rumah dibangun sesuai kebutuhan, bukan keinginan,” katanya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali mengemukakan, alokasi anggaran KPR bersubsidi masih terlalu rendah jika dibandingkan tingginya kebutuhan rumah tinggal. Pada masa pandemi tahun lalu, pengembang mampu membangun rumah bersubsidi melampaui 200.000 unit.
”Dana FLPP diperkirakan hanya cukup hingga pertengahan tahun ini. Pemerintah perlu menyiapkan skema pendanaan lain untuk bisa mencukupi kebutuhan rumah tinggal bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah,” katanya.
Dana FLPP diperkirakan hanya cukup hingga pertengahan tahun ini. Pemerintah perlu menyiapkan skema pendanaan lain untuk bisa mencukupi kebutuhan rumah tinggal bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah.
Daniel optimistis, dengan harapan ekonomi mulai membaik pada tahun ini, permintaan rumah tinggal untuk masyarakat berpenghasilan rendah akan meningkat dan diprediksi mencapai 250.000 unit. Oleh karena itu, pemerintah perlu mempercepat skema pencairan BP2BT agar penyerapannya meningkat. Tahun lalu, penyerapan BP2BT hanya terealisasi 1.357 rumah karena proses pencairan yang panjang.
Di sisi lain, ia menilai masih banyak masyarakat berpenghasilan tidak tetap serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang belum terjangkau KPR bersubsidi. Padahal, masyarakat ini memiliki potensi besar untuk kebutuhan rumah.
Dari data BLU PPDPP, kelompok penerima FLPP berdasarkan jenis pekerjaan dari tahun 2010 hingga 28 Desember 2020 didominasi oleh swasta. Rinciannya, swasta sebanyak 72,55 persen, pegawai negeri sipil 2,08 persen, wiraswasta 8,30 persen, TNI/Polri 3,95 persen, serta lainnya 3,12 persen.