Tak hanya kebutuhan pokok dan logistik, terputusnya akses mobilitas masyarakat akibat bencana, juga bisa menghambat pasokan obat-obatan dan vaksin, serta tenaga medis penanganan Covid-19 di daerah-daerah bencana.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
Delapan puluh tahun lalu, Donald Coleman Bailey (1901-1985), seorang insinyur sipil yang bekerja di jawatan Departemen Pertahanan Inggris, menghadirkan ide brilian. Bailey membuat purwarupa jembatan rangka baja prafabrikasi yang bersifat portabel yang pada akhirnya dikembangkan oleh satuan teknisi militer Inggris pada 1940-1941 selama Perang Dunia II.
Jembatan yang kemudian disebut sebagai jembatan bailey ini membantu militer Inggris dan sekutunya menginvasi atau merebut kembali daerah-daerah kekuasaan musuh. Jembatan-jembatan penghubung antardaerah yang sengaja dihancurkan atau diputus dipulihkan kembali dengan jembatan bailey.
Seiring berjalannya waktu, jembatan ini digunakan sebagai penguhubung antardaerah untuk menggeliatkan mobilitas masyarakat dan ekonomi. Saat bencana alam meluluhlantakkan jembatan permanen yang ada, jembatan bailey digunakan sebagai jembatan darurat. Sebuah jembatan penjaga nadi konektivitas.
Indonesia yang kerap dilanda bencana juga menggunakan jembatan bailey untuk menghubungkan daerah-daerah yang jembatannya terputus akibat banjir atau gempa bumi. Jembatan ini pernah dibangun untuk memulihkan infrastruktur konektivitas pascatsunami Aceh (2004) dan semburan lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur.
Pada awal tahun ini jembatan bailey juga dibangun di Kalimantan. Hujan deras yang mengguyur Kalimantan Selatan beberapa waktu terakhir menyebabkan Sungai Salim, anak Sungai Martapura, meluap. Jembatan Salim atau Astambul roboh tergerus banjir sehingga memutus arus lalu lintas trans-Kalimantan.
Banjir akibat luapan Sungai Tabunio, anak Sungai Pelaihari, Kalimantan Selatan, juga menggerus oprit Jembatan Tabunio II. Selain perkuatan oprit jembatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga memasang jembatan bailey sebagai solusi sementara untuk memulihkan konektivitas.
Saat bencana alam meluluhlantakkan jembatan permanen yang ada, jembatan bailey digunakan sebagai jembatan darurat. Sebuah jembatan penjaga nadi konektivitas.
Penanganan cepat keterputusan jaringan transportasi di daerah yang terkena bencana jelas memiliki urgensi. Hal itu untuk memastikan upaya pencarian, pertolongan, evakuasi, penyaluran logistik kemanusiaan, dan lainnya berjalan lancar.
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyebutkan, jaringan transportasi jalan memiliki peran penting dalam distribusi logistik kemanusiaan. Hal ini tidak lepas dari luasnya jangkauan transportasi jalan. Alhasil, konektivitas jalan dan jembatan mesti dijaga. Pada masa darurat, sekurang-kurangnya konektivitas simpul-simpul transportasi menuju titik lokasi tidak terganggu terlalu berat.
Pemulihan konektivitas transportasi jalan berperan mempercepat distribusi barang dari simpul transportasi seperti pelabuhan, bandara, stasiun, atau terminal ke tujuan penerima. Transportasi jalan juga mempercepat pemerataan distribusi barang dari rumah ke rumah.
Tentu tak hanya bencana banjir saja yang terjadi pada awal tahun ini. Selain banjir, bencana tanah longsor menerjang Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, dan gempa berkekuatan magnitudo 6,2 yang mengguncang Majene, Sulawesi Barat. Pemulihan infrastruktur menjadi kunci di daerah-daerah bencana.
Bank Dunia mencatat, Indonesia menempati peringkat ke-12 dari 35 negara di dunia dengan risiko bencana. Pada 2014-2018, Indonesia bisa menghabiskan dana 90 juta dollar AS-500 juta dollar AS per tahun untuk tanggap bencana dan pemulihan. Sementara rata-rata dana yang dihabiskan pemerintah daerah di Indonesia sekitar 250 juta dollar AS.
Rangkaian bencana alam pada awal tahun ini melengkapi juga bencana kesehatan di Indonesia. Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak Maret 2020 hingga awal tahun ini telah menyebabkan 1 juta lebih orang positif Covid-19 dan 29.000-an orang meninggal akibat penyakit yang disebabkan virus korona baru.
Upaya tanggap darurat dan pemulihan mesti dijalankan tanpa meninggalkan protokol kesehatan. Hal ini menimbang potensi penularan Covid-19 yang masih membayangi.
Terputusnya akses mobilitas masyarakat akibat bencana juga bisa menghambat pasokan obat-obatan dan vaksin, serta tenaga medis penanganan Covid-19 di daerah-daerah bencana.
Terputusnya akses mobilitas masyarakat akibat bencana, juga bisa menghambat pasokan obat-obatan dan vaksin, serta tenaga medis penanganan Covid-19 di daerah-daerah bencana. Dalam konteks ini, jembatan bailey juga mampu menjadi tumpuan menjaga pasokan kebutuhan pokok kesehatan.
Kewaspadaan ganda, baik terhadap bencana alam maupun bencana nonalam pandemi Covid-19, harus selalu menyertai kita semua pada masa-masa berat ini. Bencana tidak menoleransi kelalaian, jadi mari kita memantapkan kewaspadaan.