BLT Dana Desa Segera Disalurkan, Perbaiki Akurasi Data Penerima
Pemerintah menegaskan masih ada penyaluran bantuan langsung tunai dana desa tahun ini. Sementara alokasi dana desa 2021 sebesar Rp 72 triliun. Validasi data penerima bantuan menjadi tantangan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah masih akan menggulirkan program Bantuan Langsung Tunai Dana Desa pada tahun ini total Rp 72 triliun. Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi meminta pemerintah desa memperbaiki keakuratan data penerima dan segera menyalurkannya.
Menteri Desa PDTT Abdul Halim mengatakan, penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) dana desa akan dilakukan setelah penyaluran bantuan sosial tunai. Tujuannya agar penyaluran BLT dana desa berjalan tertib, sistematis, dan tepat sasaran.
BLT dana desa akan diberikan setiap bulan Rp 300.000 per keluarga penerima manfaat (KPM). Penyerahannya tetap melalui rekening tabungan penerima, sedangkan yang belum memiliki rekening tabungan didorong untuk memiliki rekening secara bertahap.
”Untuk basis data KPM sudah ada di setiap desa. Saat ini tinggal diverifikasi ulang untuk memastikan keakuratan data yang ada,” kata Abdul Halim saat dihubungi di Jakarta, Selasa (5/1/2020).
BLT dana desa akan diberikan setiap bulan Rp 300.000 per keluarga penerima manfaat.
Menurut Abdul Halim, keputusan final penerima BLT dana desa tetap harus melalui mekanisme musyawarah desa yang merupakan forum tertinggi tingkat desa. Pendataannya dilakukan oleh tiga sukarelawan dengan basis data tingkat rukun tetangga. Dengan demikian, diharapkan bisa dipastikan apabila ada pengurangan atau penambahan KPM BLT dana desa.
Berkaca pada penyaluran BLT dana desa tahun lalu, sejumlah laporan yang diterima Kementerian Desa PDTT menunjukkan, ada data yang perlu diperbaiki. Penduduk yang sudah berpindah tempat atau meninggal dunia masih tercatat sebagai penerima bantuan.
”Selain itu, ada BLT dana desa yang diterima warga harus dibagi rata dengan warga lain yang tidak berhak menerima bantuan dengan alasan pemerataan,” katanya.
Ada BLT dana desa yang diterima warga harus dibagi rata dengan warga lain yang tidak berhak menerima bantuan dengan alasan pemerataan.
Pada tahun lalu, alokasi BLT dana desa Rp 22,77 triliun atau 32 persen dari pagu dana desa yang sebesar Rp 71,13 triliun. BLT disalurkan kepada 8.045.861 keluarga atau 39,2 juta jiwa. Sebanyak 88 persen penerima BLT dana desa bekerja sebagai petani dan buruh tani serta 2,49 juta penerima BLT adalah perempuan kepala keluarga.
Peneliti Smeru Research Institute, Asep Kurniawan, menyampaikan, mekanisme penetapan penerima BLT dana desa sebenarnya sudah ditetapkan lewat musyawarah desa. Oleh karena itu, musyawarah tersebut harus dihadiri unsur perwakilan wilayah dan unsur masyarakat. Penetapan harus berlangsung dengan transparan dan partisipatif.
”Lantaran BLT dana desa merupakan bantalan terakhir dari berbagai bantuan sosial dari pemerintah, maka data penerima bantuan harus benar-benar akurat dan transparan. Ini untuk memastikan bahwa desa bisa menyalurkan BLT sesuai kriteria, yaitu keluarga miskin yang tidak menerima bantuan sosial lain,” ujar Asep.
Selain BLT dana desa, Kementerian Desa PDTT juga menyebutkan, masih ada sisa dana desa 2020 sebesar Rp 19,829 triliun. Dana tersebut sudah dialokasikan untuk BLT dana desa periode Desember 2020 sebesar Rp 1,5 triliun dan program padat karya tunai desa sebesar Rp 18,3 triliun. Program padat karya tunai desa harus tuntas selambatnya pada Januari 2021.
Dalam webinar tentang penyaluran BLT dana desa yang diselenggarakan Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) dan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), beberapa waktu lalu, terungkap beberapa temuan dalam penyaluran BLT dana desa.
Sejumlah aparat desa kebingungan dengan banyaknya aturan mengenai jaring pengaman sosial, khususnya untuk penggunaan dana desa sebagai BLT. Selain itu, acuan data warga yang berhak menerima bantuan sosial dari Kementerian Sosial dianggap kurang mutakhir.
Menurut Sekretaris Jenderal Apdesi Agung Heri, sejumlah perangkat desa gagap merespons kebijakan pemerintah untuk penggunaan dana desa sebagai BLT. Kebingungan tersebut terletak pada panduan yang diterbitkan oleh Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan, Kementerian Desa PDTT, maupun aturan-aturan lain. Begitu pula saat menentukan kriteria penerima BLT dana desa.
”Acuan yang diberikan Kementerian Sosial tidak sama dengan kriteria menurut masyarakat di desa yang bersangkutan. Kebijakan dibolehkannya dana desa untuk penyaluran BLT juga memaksa aparat desa mengubah anggaran pendapatan dan belanja desa,” ucap Agung.