Program Padat Karya Targetkan Serap 8,2 Juta Tenaga Kerja
Pandemi Covid-19 menyebabkan munculnya angka pengangguran baru. Program padat karya tunai desa dapat menjadi solusi sementara untuk mengurangi angka pengangguran di perdesaan. Peran BUMDes menjadi kunci.
JAKARTA, KOMPAS — Program padat karya tunai desa ditargetkan menyerap 8,2 juta tenaga kerja. Seluruh sisa dana desa, sebesar Rp 23,99 triliun, diharapkan terserap pada Oktober-Desember 2020.
Dalam pemanfaatan dana desa, badan usaha milik desa (BUMDes) memiliki peran penting.
Dana desa dalam anggaran 2020 sebesar Rp 71,19 triliun. Dari jumlah itu, sebesar Rp 37,14 triliun sudah dimanfaatkan. Dengan demikian, tersisa sekitar Rp 34 triliun.
Menurut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar, sisa dana desa akan digunakan untuk penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) dan program padat karya tunai desa.
”Alokasi untuk BLT dana desa sebesar Rp 10,05 triliun dan untuk program padat karya tunai desa sampai dengan Desember 2020 sebesar Rp 23,99 triliun. Dari sisa untuk padat karya tunai desa tersebut, setidaknya 55 persen dialokasikan untuk membayar upah pekerja,” ujar Abdul Halim saat dihubungi, Senin (9/11/2020).
Abdul Halim menambahkan, apabila alokasi untuk upah sebesar Rp 13,19 triliun, serapan tenaga kerja bisa mencapai 8,2 juta orang untuk periode November dan Desember tahun ini.
”Sementara dana desa yang sudah dibelanjakan untuk program padat karya tunai desa sebesar Rp 10,3 triliun, yang terdiri dari upah Rp 2,6 triliun dan belanja barang Rp 7,6 triliun dengan serapan tenaga kerja sebanyak 2,16 juta orang,” kata Abdul Halim.
Ketentuan penggunaan dana desa untuk program padat karya tunai desa, menurut Abdul Halim, diatur dalam Surat Edaran Menteri Desa PDTT Nomor 15 Tahun 2020 tentang Padat Karya Tunai Desa dan Pemberdayaan Ekonomi Melalui Badan Usaha Milik Desa. Dalam surat edaran yang ditujukan kepada kepala desa di seluruh Indonesia itu disebutkan agar kepala desa memprioritaskan anggota keluarga miskin, pengangguran, setengah pengangguran, dan kelompok marjinal.
”Contoh kegiatan yang bisa diterapkan dalam padat karya tunai desa adalah mengolah lahan pertanian dan perkebunan untuk program ketahanan pangan, pengelolaan restoran desa, dan pemulihan tempat wisata, atau budidaya perikanan,” ujar Abdul Halim.
Contoh kegiatan yang bisa diterapkan dalam padat karya tunai desa adalah mengolah lahan pertanian dan perkebunan untuk program ketahanan pangan, pengelolaan restoran desa, dan pemulihan tempat wisata, atau budidaya perikanan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ada 29,12 juta orang atau 14,28 persen penduduk usia kerja yang mengalami dampak Covid-19. Mereka terdiri dari pengangguran karena Covid-19 (2,56 juta orang), bukan angkatan kerja karena Covid-19 (760.000 orang), sementara tidak bekerja karena Covid-19 (1,77 juta orang), dan penduduk bekerja yang jam kerjanya berkurang karena Covid-19 (24,03 juta orang).
Baca juga : Pemerintah Revitalisasi Badan Usaha Milik Desa yang Terdampak Covid-19
Data BPS juga menunjukkan, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2020 sebanyak 138,22 juta orang atau naik 2,36 juta orang dibandingkan pada Agustus 2019. Adapun tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2020 sebesar 7,07 persen atau meningkat 1,84 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2019.
Penduduk bekerja sebanyak 128,45 juta orang atau turun 310.000 orang dari Agustus 2019. Sementara jumlah penganggur 9,77 juta orang atau bertambah 2,67 juta orang dibandingkan dengan Agustus 2019.
Menurut data Kementerian Desa PDTT, jumlah pekerja paruh waktu bertambah 4,32 juta orang yang mengandalkan program padat karya tunai desa. Sementara sebanyak 4,83 juta orang juga terlibat dalam padat karya tunai desa sekaligus bekerja serabutan di tempat lain.
Baca juga : Mencermati Angka Pengangguran
Berdasarkan data BPS, tingkat pengangguran terbuka di perkotaan pada Agustus 2020 sebesar 8,98 persen, sedangkan di perdesaan 4,71 persen.
Kemiskinan
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Forum Badan Usaha Milik Desa Indonesia Rudy Suryanto mengatakan, BUMDes berperan penting dalam pengentasan rakyat dari kemiskinan di perdesaan. BUMDes dapat menjadi medium pemulihan ekonomi yang mengalami dampak pandemi Covid-19. Selain itu, program padat karya tunai desa yang dimotori BUMDes dapat menyerap tenaga kerja baru, terutama yang terkena dampak pandemi Covid-19.
”BUMDes bisa menyerap produk yang dihasilkan dari program padat karya tunai desa untuk dijual kembali ke konsumen. Produk tersebut bisa dihasilkan dari sektor perkebunan, perikanan, ataupun pertanian. Dengan dijual kembali ke konsumen yang juga warga desa, dana desa tersebut akan berputar di desa bersangkutan. Selain itu, program padat karya tunai desa juga dapat menekan angka pengangguran di perdesaan,” tutur Rudy.
Baca juga : Dana Desa untuk Proyek Energi Terbarukan
Direktur Eksekutif Center for Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal, pekan lalu, mengatakan, di masa pandemi Covid-19, pekerja formal yang kehilangan pekerjaan sebagian menganggur. Namun, ada sebagian yang menjadi pekerja informal.
BUMDes bisa menyerap produk yang dihasilkan dari program padat karya tunai desa untuk dijual kembali ke konsumen.
Sementara itu, Asep Kurniawan, peneliti pada Smeru Research Institute, lembaga independen yang meneliti dan mengkaji kebijakan publik, menyampaikan, program padat karya tunai desa tidak cukup andal untuk mengentaskan rakyat dari kemiskinan dan mengurangi pengangguran dalam jangka panjang. Sifat program ini sementara atau hanya sebagai bantalan. Sebab, penghasilan utama tenaga kerja yang terlibat dalam padat karya tunai desa umumnya dari bertani.
”Untuk ketahanan jangka panjang dalam hal pengurangan pengangguran atau kemiskinan di perdesaan, program pemberdayaan atau peningkatan sumber daya manusia adalah yang utama,” kata Asep, Senin.