Sektor infrastruktur, khususnya jalan tol, adalah salah satu sektor yang paling terpukul akibat pembatasan sosial berskala besar pada masa pandemi Covid-19. Proyek besar di sektor ini masih berpeluang besar bagi swasta.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bisnis di sektor infrastruktur, khususnya di jalan tol, diperkirakan masih akan tetap menantang tahun depan. Pandemi Covid-19 yang berujung lahirnya kebijakan pembatasan sosial berskala besar cukup memukul pendapatan perusahaan dari sektor tersebut. Namun, masih ada peluang besar bagi swasta untuk terjun di bisnis ini.
Dalam paparan publik yang diselenggarakan secara virtual, Direktur Utama PT Nusantara Infrastructure Tbk M Ramdani Basri menyampaikan, bisnis infrastruktur adalah bisnis yang harus tahan banting. Pada awal pandemi Covid-19 di Indonesia, yaitu Maret dan April 2020, sektor infrastruktur jalan tol sempat terpukul. Seiring pemulihan aktivitas ekonomi, sektor tersebut secara perlahan beranjak normal meski belum penuh 100 persen.
”Kendati situasinya lebih menantang akibat pandemi Covid-19, peluang swasta dalam bisnis infrastruktur, khususnya jalan raya, masih sangat besar. Dari rencana anggaran Rp 2.035 triliun untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia pada 2020-2024, alokasi dari swasta diharapkan 70 persen. Porsinya sangat besar di tengah pemain yang tak banyak,” ujar Ramdani.
Ramdani menambahkan, dari besaran kebutuhan anggaran Rp 2.035 triliun tersebut, lebih dari Rp 1.000 triliun dialokasikan untuk proyek jalan raya dan jembatan. Kebutuhan pembangunan jalan raya sampai 2024 adalah 2.500 kilometer atau 500 kilometer setiap tahunnya. Hal ini bisa menjadi peluang bagi swasta untuk berpartisipasi.
Kebutuhan pembangunan jalan raya sampai 2024 adalah 2.500 kilometer atau 500 kilometer setiap tahunnya. Hal ini bisa menjadi peluang bagi swasta untuk berpartisipasi.
Direktur Nusantara Infrastructure Danni Hasan menambahkan, kendati dalam situasi sulit akibat pandemi, perusahaan mampu menyelesaikan dua proyek penting sepanjang 2020. Kedua proyek tersebut adalah pembangunan jalan tol di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, dan pembangkit listrik tenaga minihidro dengan kapasitas 10 megawatt (MW) di Lau Gunung, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.
”Kedua proyek tersebut bisa selesai tepat waktu 100 persen tahun ini meski dalam situasi sulit akibat pandemi Covid-19. Kami berharap kedua proyek tersebut mulai berkontribusi penuh pada tahun depan,” kata Danni.
Secara keseluruhan, pendapatan perusahaan pada triwulan III-2020 tercatat Rp 373,4 miliar atau menurun dibandingkan dengan triwulan III-2019 yang Rp 468,9 miliar. Kontribusi pendapatan terbesar diperoleh dari lini bisnis jalan tol yang sebesar 63,3 persen. Dampak pandemi menyebabkan penurunan pada lini bisnis jalan tol hingga 20,4 persen.
”Laba bersih turun dari Rp 181,3 miliar pada triwulan III-2019 menjadi Rp 82,4 miliar pada triwulan III-2020 akibat dominannya stuktur biaya tetap perusahaan yang sebesar 95 persen,” kata Danni.
Badan Pusat Statistik mencatat, pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan pada triwulan III-2020 sebesar minus 16,7 persen atau membaik dari triwulan II-2020 yang sebesar 30,8 persen.
Sebelumnya, Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi, Jumat (6/11/2020), mengatakan, pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan pada triwulan III-2020 didorong oleh pertumbuhan sektor konstruksi, perdagangan, dan industri. Sektor konstruksi tumbuh, antara lain, karena proyek infrastruktur yang terus berjalan.
Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan pada triwulan III-2020 sebesar minus 16,7 persen secara tahunan (yoy) atau membaik dari triwulan II-2020 yang minus 30,8 persen. ”Walaupun dilakukan pemfokusan kembali anggaran dan penundaan sementara waktu, tidak ada pembatalan proyek infrastruktur,” ujar Setijadi.
Data BPS mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2020 minus 3,49 persen secara tahunan. Kondisi ini lebih baik dari pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2020 yang minus 5,32 persen. Dua kali pertumbuhan ekonomi secara triwulanan yang negatif ini membuat Indonesia masuk jurang resesi.