PLN harus mampu menjaga kredibilitas di mata investor untuk mendapatkan dukungan pendanaan hijau. Proyek energi terbarukan kian menjadi prioritas ketimbang proyek pembangkit listrik energi fosil.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dituntut menjaga komitmen perusahaan dalam pengembangan energi terbarukan pada pembangkit listrik. Komitmen tersebut penting dalam menjaga kredibilitas perusahaan di mata investor. Pada pengujung tahun ini, PLN kembali mendapat pinjaman dari lembaga keuangan internasional sebesar 910 juta dollar AS.
Peneliti pada Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Christina Ng, dalam siaran pers, Selasa (22/12/2020), mengatakan, PLN harus siap menghadapi hujan kritik dari investor hijau lantaran masih dibangunnya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Indonesia. Menurut kajian IEEFA, keadaan tersebut bakal berdampak pada prospek obligasi hijau yang menurut rencana bakal diterbitkan PLN pada 2021.
”PLN sudah di arah yang tepat (dengan rencana menerbitkan obligasi hijau). Namun, PLN harus bekerja keras membangun kredibilitas di mata investor. Komitmen PLN untuk menyediakan energi bersih dan berkelanjutan bagi Indonesia bisa menarik minat investor,” kata Christina.
IEEFA memberikan catatan bahwa PLN lebih dikenal sebagai penyumbang emisi karbon di mata investor. Hal itu disebabkan pembangunan PLTU yang cukup masif di masa mendatang. Dalam catatan IEEFA, masih ada 20.000 megawatt (MW) proyek PLTU PLN yang menunggu dibangun di masa mendatang. IEEFA juga merekomendasikan PLN untuk terus menunjukkan komitmen mereka di hadapan investor hijau dalam hal pengembangan proyek berkelanjutan, seperti pembangkit listrik tenaga surya dan tenaga bayu.
IEEFA merekomendasikan PLN untuk terus menunjukkan komitmen di hadapan investor hijau dalam pengembangan proyek berkelanjutan, seperti pembangkit listrik tenaga surya dan tenaga bayu.
Dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2019-2028, akan ada penambahan kapasitas pembangkit listrik sebanyak 56.600 MW hingga 2028 atau 5.600 MW per tahun. PLTU masih akan menjadi pembangkit yang dominan, yaitu 48 persen atau setara dengan kapasitas terpasang 27.100 MW. Untuk jenis pembangkit energi terbarukan, yang terbesar adalah tenaga hidro dengan kapasitas 9.700 MW.
Untuk melistriki wilayah Indonesia di bagian timur, PLN kembali mendapat pinjaman dari Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KfW) sebesar 910 juta dollar AS atau setara Rp 12,9 triliun. ADB memberi pinjaman sebanyak 600 juta dollar AS dan KfW sebesar 310 juta dollar AS. Pinjaman tersebut mendapat jaminan dari pemerintah melalui PT Penjamin Infrastruktur Indonesia atau PII (Persero).
Menurut Direktur Keuangan PLN Sinthya Roesly, dana yang diperoleh tersebut akan dipakai untuk biaya penyambungan listrik pelanggan di kawasan Kalimantan, Maluku, Papua, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Program tersebut bagian dari rencana pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi di seluruh wilayah Indonesia. Program elektrifikasi ini diharapkan dapat merangsang aktivitas perekonomian di setiap daerah.
”Dengan adanya jaminan pemerintah melalui PT PII, PLN memperoleh dukungan dana yang cukup, tenor yang panjang, dan cost of fund yang kompetitif sehingga mampu menjaga biaya pokok penyediaan listrik agar tetap efisien,” ucap Shintya.
Salah satu sumber energi terbarukan yang mendapat prioritas pertama untuk dikembangkan adalah tenaga surya.
Sementara itu, dalam skenario ketersediaan energi, pengembangan energi baru dan terbarukan menjadi salah satu program prioritas pemerintah. Salah satu sumber energi terbarukan yang mendapat prioritas pertama untuk dikembangkan adalah tenaga surya. Pemerintah menginisiasi Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai provinsi lumbung tenaga surya.
”Strategi lain untuk mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia adalah implementasi peraturan presiden tentang harga listrik dari energi terbarukan dan pengoptimalan biomassa dari limbah pertanian atau sampah kota sebagai energi listrik,” kata Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto.
Mengutip data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, potensi sumber energi terbarukan di Indonesia mencapai 417.800 MW. Potensi terbesar ada di tenaga surya yang mencapai 207.800 MW peak (MWp), lalu tenaga bayu 60.600 MW, bioenergi 32.600 MW, panas bumi 23.900 MW, dan gelombang laut 17.900 MW. Dari semua potensi itu, yang termanfaatkan baru 10.400 MW atau sekitar 2,4 persen saja. Sementara porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran energi nasional masih sekitar 10,9 persen.