Digitalisasi, Keniscayaan Selama Pandemi Covid-19 dan Sesudahnya
Transformasi digital selama dua tahun terjadi dalam dua bulan saja, kata CEO Microsoft Satya Nadella. Kini, setelah 9 bulan berada dalam pandemi Covid-19, transformasi digital apa yang dilakukan perusahaan Indonesia?
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Transformasi digital dipahami sebagai hal yang harus dilakukan tidak hanya oleh pemain industri yang terpukul akibat pandemi Covid-19, tetapi juga yang tumbuh pesat di masa pagebluk ini. Digitalisasi perlu disadari menjadi sesuatu yang wajib dilakukan untuk mempersiapkan diri jika disrupsi besar serupa pandemi terjadi kembali pada waktu yang akan datang.
Sebagai salah satu sektor yang terpukul parah akibat pandemi, industri penerbangan menyadari bahwa digitalisasi menjadi hal krusial untuk menjaga keberlanjutan industri.
Director of Business Development Angkasa Pura I Dendi Danianto mengatakan, pandemi Covid-19 menyadarkan bahwa untuk melakukan operasional bandara yang efisien dan efektif, diperlukan integrasi data dari seluruh pemegang kepentingan dalam suatu bandara, tidak hanya dari perusahaan operator bandara, tetapi juga bagian imigrasi, bea dan cukai, serta otoritas kesehatan.
”Sektor pariwisata dan pendukungnya, seperti penerbangan, ini mungkin yang most badly hit. Jadi, kami perlu langkah yang cepat, terstruktur, untuk memodernisasi semua lini bisnis," kata Dendi pada Selasa (1/12/2020) saat berbicara dalam Microsoft Cloud Innovation Summit 2020 yang digelar secara virtual.
Beragam jenis data yang dihimpun dari berbagai otoritas tersebut perlu dimasukkan dalam sebuah data lake atau danau data sehingga para pengelola data tersebut dapat mengolah data itu. Hasilnya, setiap pemangku kepentingan dapat mengambil keputusan yang paling tepat dalam waktu cepat.
Tidak hanya berdampak pada efisiensi waktu tunggu, misalnya, tetapi Dendi menilai ini juga akan dapat mempermudah penerapan protokol kesehatan, misalnya.
Data yang dihimpun dari mesin pemindai suhu akan langsung dapat terhubung dengan sistem aplikasi tracing dan tracking untuk menemukan potensi kluster penyebaran dan selanjutnya membantu petugas mengarahkan calon penumpang ke area tertentu.
Sektor pariwisata dan pendukungnya, seperti penerbangan, ini mungkin yang most badly hit. Jadi, kami perlu langkah yang cepat, terstruktur, untuk memodernisasi semua lini bisnis.
Saat ini Dendi mengatakan, Angkasa Pura I masih dalam proses memperkuat proses integrasi data tersebut. ”Bagaimana kita mengintegrasikan dan menggunakan data ini akan berujung pada respons keputusan yang lebih cepat dan lebih baik,” kata Dendi.
Desakan untuk melakukan digitalisasi pada lini bisnis juga dirasakan operator telekomunikasi XL Axiata. Chief Information and Digital Officer XL Axiata Yessie Yosetya mengatakan, XL harus menggelar kanal penjualan dan distribusi digital untuk menanggulangi dampak pembatasan sosial berskala besar yang sempat diterapkan di Indonesia.
Selain itu, sejumlah proses operasi bisnis juga dipaksa dipindah ke daring, meski sebelumnya tidak biasa. Hal ini seperti interaksi dengan partner pendirian jaringan hingga pengujian penggunaan aplikasi untuk konsumen yang juga digelar secara jarak jauh.
”Dulu ini semua tidak pernah terpikir ini dilakukan remote. Dan sekarang sudah biasa. Jadi sudah jelas adanya shifting atau perubahan besar pada mental di industri kami,” kata Yessie.
Dengan digitalisasi, juga dimungkinkan untuk melakukan data analitics. Yessie mengatakan, dengan berubahnya perilaku konsumen, pihaknya dapat menemukan insights atau informasi baru yang dapat digunakan untuk mengoptimalisasi produk. ”Kita bisa menemukan bahwa dengan perubahan ini, kita harus melakukan adjustment terhadap produk hingga cara berinteraksi dengan partner,” katanya.
Sementara itu, Group Chief Information Officer Astra International Benny Halim menilai teknologi digital sudah melampaui fungsi sebagai business enabler dan telah sampai ke business driver.
Ia mengatakan, pada 2019, pihaknya meluncurkan layanan perdagangan digital (e-commerce) yang ternyata pada masa pandemi ini sangat membantu bisnis tersebut memberikan layanan kepada pelanggannya.
”Jadi teknologi tidak hanya untuk mengembangkan produk atau layanan baru, tetapi juga mengembangkan bisnis dan revenue stream baru,” kata Benny.
VP Enterprise IT Solution Pertamina Joko Purnomo juga melihat digitalisasi diperlukan untuk menemukan solusi terhadap berbagai persoalan yang ada pada sebuah organisasi bisnis. Untuk itu, sejak 2017, pihaknya telah membuat sebuah satuan tugas khusus (task force) yang akan memimpin proses transformasi digital.
Hasilnya, kini pihaknya membuat aplikasi yang dapat meraih pelanggan hingga sampai tingkat individual melalui aplikasi MyPertamina, misalnya. Hal ini menjadi peningkatan yang signifikan karena biasanya engagement yang dilakukan hanya sampai tingkat stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU).
Digitalisasi kultur perusahaan ini, kata Joko, juga membuka peluang kerja sama penciptaan solusi yang dihadapi perusahaan. Contohnya, pihaknya menggelar digital expo dan hackathon. ”Kami ingin mengubah mindiset karyawan Pertamina ke era digital,” kata Joko.
Pentingnya digitalisasi
Strategic Sales Lead Accenture Microsoft Business Group (AMBG) Accenture Shreyan Singh mengatakan, digitalisasi menjadi penting secara khusus di kawasan Asia Pasifik, terutama ASEAN dan Indonesia.
Menurut Singh, hal ini karena kawasan ini adalah sebuah raksasa ekonomi yang memiliki populasi muda sekaligus memahami teknologi digital (digitally native). Nilai ekonomi internet dari negara-negara ASEAN saja dapat mencapai 100 miliar dollar AS (sekitar Rp 1.400 triliun) dan Indonesia sendiri adalah negara yang paling cepat mengalami digitalisasi di dunia.
”Oleh karena itu, kawasan ini suka akan inovasi, iklim berusaha yang baik, dan educated talent pool yang besar,” kata Singh.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang membuka acara juga menyampaikan pandangan yang sama. Menurut dia, untuk mendorong transformasi digital di masyarakat Indonesia, diperlukan ketersediaan infrastruktur dan isu pengelolaan data yang terintegrasi, pemanfaatan big data, dan pelindungan data pribadi menjadi krusial.
”Hal ini yang mendasari dalam tiga tahun ke depan, pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur digital sekaligus mendorong peningkatan pemahaman literasi digital bagi dunia usaha dan masyarakat untuk memastikan layanan digital menjadi inklusif,” kata Airlangga.