Pemulihan ekonomi tidak bisa mengesampingkan komponen perdagangan internasional. Reformasi struktural dari industri atau perdagangan dan investasi untuk jangka menengah panjang sangat diperlukan.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kerja sama internasional memainkan peran penting dalam percepatan pemulihan ekonomi Asia Pasifik. Setiap negara mesti bekerja sama memperbaiki iklim perdagangan untuk mendorong pertumbuhan kawasan.
Laporan analisis tren regional negara anggota Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC), yang dirilis Senin (16/11/2020), menyebutkan, rata-rata pertumbuhan volume ekspor barang negara anggota APEC turun 6,2 persen, sedangkan impor turun lebih tajam sebesar 7,2 persen pada paruh pertama 2020.
Penurunan volume perdagangan regional yang dibarengi perlemahan konsumsi rumah tangga, peningkatan pengangguran, dan kontraksi investasi menyebabkan perekonomian APEC diproyeksikan tumbuh minus 2,5 persen sepanjang 2020 setara dengan kerugian ekonomi sebesar 1,8 triliun dollar AS.
Kontraksi perdagangan regional tecermin dalam perdagangan domestik. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Indonesia sepanjang Januari-Oktober 2020 sebesar 131,54 miliar dollar AS atau turun 5,58 persen dibandingkan periode sama tahun 2019, sedangkan impor sebesar 114,47 miliar dollar AS atau turun 19,07 persen.
Ekonom PT Bank Danamon Tbk, Wisnu Wardhana, Senin (16/11/2020), mengatakan, permintaan global sementara ini memang sedang lemah. Namun, perbaikan iklim perdagangan untuk jangka menengah panjang tetap harus dilakukan. Pemulihan ekonomi tidak bisa mengesampingkan komponen perdagangan internasional.
”Reformasi struktural dari industri atau perdagangan dan investasi untuk jangka menengah panjang sangat diperlukan. Apalagi, keduanya saling berkaitan,” kata Wisnu.
Pemulihan ekonomi tidak bisa mengesampingkan komponen perdagangan internasional. Reformasi struktural dari industri atau perdagangan dan investasi untuk jangka menengah panjang sangat diperlukan.
Reformasi struktural jangka menengah panjang ini menjadi rekomendasi utama dalam laporan analisis tren regional negara anggota APEC. Setiap negara mesti bekerja sama melakukan reformasi struktural demi mewujudkan perekonomian kawasan yang inklusif dan berketahanan
Agenda reformasi struktural difokuskan pada sistem kesehatan dan infrastruktur digital. Reformasi struktural perlu memperhatikan tingkat perkembangan ekonomi di masing-masing negara serta fase dan perkembangan teknologinya. Karena itulah, peran kerja sama internasional amat penting.
Menurut Wisnu, untuk meningkatkan fondasi perdagangan diperlukan sektor barang dan jasa produksi dalam negeri yang kuat. Kekuatan fondasi perdagangan sangat terkait dengan infrastruktur fisik dan non-fisik. Infrastruktur fisik berupa jalan, kawasan pelabuhan dan bandara, telekomunikasi, dan logistik.
Adapun infrastruktur non-fisik mencakup kualitas sumber daya manusia, struktur biaya, investasi dan tarif pajak yang kompetitif, serta kemudahan perizinan.
”Pelaksanaan (reformasi struktural) di Indonesia sebenarnya sudah berjalan, yang diperlukan sekarang adalah menemukan cara agar eksekusi dan implementasi dapat optimal,” kata Wisnu.
Ekonomi kawasan
Denis Hew, Director of the APEC Policy Support Unit, dalam keterangan tertulis, menuturkan, selama lebih dari 30 tahun negara anggota APEC telah mengalami resesi ekonomi, krisis keuangan, volatilitas harga komoditas, dan serangan teroris. Namun, kerugian ekonomi akibat pandemi Covid-19 sangat tinggi dan belum pernah terjadi.
Kontraksi pertumbuhan ekonomi kawasan berimbas ke lonjakan pengangguran, yakni rata-rata 4,8 persen pada September 2020 dengan lebih dari 74 juta orang mencari pekerjaan. Sementara itu, kinerja perdagangan, investasi, dan konsumsi, mengalami kontraksi yang lebih dalam dari perkiraan.
”Kinerja perdagangan di kawasan APEC sangat terpengaruh oleh dampak gabungan dari penutupan sementara perbatasan, gangguan dalam rantai pasokan global, dan perdagangan yang terus-menerus dan ketegangan teknologi,” kata Hew.
Kontraksi pertumbuhan ekonomi kawasan berimbas ke lonjakan pengangguran, yakni rata-rata 4,8 persen pada September 2020 dengan lebih dari 74 juta orang mencari pekerjaan.
Hew menambahkan, tanda-tanda pemulihan ekonomi di negara anggota APEC sudah terlihat, terutama pada negara yang mampu mengendalikan penyebaran Covid-19, membuka kembali perekonomian, dan meningkatkan aktivitas manufakturnya. Pada 2021, pertumbuhan ekonomi kawasan diproyeksikan sebesar 5,2 persen.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemulihan ekonomi tak bisa hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Instrumen kebijakan makro juga mesti dibarengi reformasi struktural untuk mengatasi masalah daya saing, produktivitas, dan kualitas sumber daya manusia.
Oleh karena itu, tambah Sri Mulyani, pemerintah mempercepat pembahasan dan pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja. Aturan sapu jagat ini akan memberikan berbagai kemungkinan baru bagi perekonomian Indonesia di masa mendatang. Diharapkan, potensi dan inovasi dapat terwadahi lebih efisien sejalan dengan upaya deregulasi dan debirokratisasi.
”Pemerintah akan menggunakan instrumen APBN bersama reformasi struktural,” kata Sri Mulyani.